28. Swift and Effective

226 43 17
                                    

Jantung Izuku berdetak kencang di rusuknya. Tubuh mati-matian dipaksa tetap berdiri. Tangan bergetar menggenggam erat Jadestaff.

Sementara pembunuh berantai di depannya mengawasi bak hewan buas.

Memberanikan diri, anak itu melirik ke Iida yang tergolek di tanah.

"Apa kau baik?"

"Tubuhku tidak bisa bergerak!"

Mata biru tua melirik. Kepada si pembunuh di dalam gang.

"Ini quirknya. Aku menjadi kaku setelah dia menusukku!"

Izuku ikut memandang Stain. Bahkan selagi keduanya berbicara, orang gila itu tidak bergeming. Malah mengamati. Tatapan mata merahnya membuat Izuky merinding.

Sementara itu, otaknya berputar dengan segala variabel.

Quirknya membuat tubuh paralisis?

Sial, sekali terkena sama saja dengan mati!

Ugh, kalau hanya Iida, aku bisa menggendongnya. Tetapi—ada Native juga!

Ayolah Izuku!

Pikirkan sesuatu!

Anak itu memaki diri dalam hati.

Kau biasa menghadapi demon!

Itu jauh lebih parah dari ini!

Dia hanya manusia!

Giginya menggertak. Keringat dingin meluncur di belakang lehernya. Pikiran Izuku berpacu cepat.

Detik lambat berlalu.

Masih tidak ada yang bergerak.

Dan suara pengkhianat di belakang otaknya berbisik.

Tapi—itu masalahnya, kan?

Dia manusia.

Lebih sulit diprediksi.

Tidak seperti demon dan insting mereka

"Dengar, bocah."

Suara Stain membuyarkan jalan pikirnya.

Sang Hero Killer menatap. Lalu mendecih. Memutar katana di tangan.

"Ini bukan saatnya bermain Pahlawan."

Mendengar kalimat itu—

Izuku tidak bisa menahan tawa.

Terselip begitu saja. Tanpa sadar. Hanya sebuah kekehan kecil.

Namun Stain tersentak.

Mata menyiratkan heran dari sela topengnya.

Waspada.

"Pahlawan?" Izuku mengulang. Berhasil menghentikan kikikkan.

"Aku bukan Pahlawan."

Stain tersentak. Lagi.

Posturnya yang bungkuk menegang. Tangan memegang bilah dengan kencang. Gigi menggeram. Suara seraknya kembali menyahut dari ujung gang.

"Lalu kenapa repot dengan dua orang palsu ini, nak?! Selamatkan dirimu sendiri!"

"Memang kau harus menjadi Pahlawan untuk membantu orang lain?" balas Izuku.

Nada suaranya tenang. Terlalu tenang. Sangat mengkhianati pikiran yang sebenarnya kalang kabut.

"Aku menolong mereka karena aku peduli! Aku tidak bisa membiarkan orang di hadapanku mati begitu saja!"

Hening.

Normal ; InterweaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang