37. Different Perspective

168 33 11
                                    

Wajah para calon Pahlawan yang pucat pasi seusai latihan sudah cukup untuk membuat Dorothea merasa kasihan.

Namun, ekspresi anak kelas 1-A dan 1-B ketika Ragdoll berkata mereka harus membuat makan malam sendiri membuat sang gadis ingin memberikan bocah-bocah malang itu pelukan.

Untung saja, Iida langsung menyemangati mereka.

Jadi, memasak dimulai.

Izuku dan Dorothea tentu ikut turut tangan. Sang gadis membantu memotong dan mengupas sayuran. Sementara anak yang satunya membantu di tungku untuk menjaga api.

Tidak lama, acara memasak itu selesai. Anak-anak yang kelaparan itu langsung menyerbu nasi dan kari yang baru matang dengan rakus.

"Mereka mirip sekawanan serigala," celetuk Dorothea.

Izuku langsung membungkam sang sahabat dengan menyikutnya, sementara Eins terkekeh.

Kedua anak itu memang yang paling sedikit membakar kalori. Seharian, Izuku hanya mengutak-atik peralatan. Dorothea malah hanya duduk-duduk dan mencatat informasi untuk artikel. Maka, mereka tidak keberatan mengambil jatah makan paling akhir.

Pada akhirnya, dua anak itu duduk bersama Iida, Tsuyu, Uraraka, dan Todoroki. Menikmati kari mereka sembari mengobrol ringan.

"Kau mengatakan hal seperti itu kepada Stain?!" pekik Uraraka.

Iida memang sedang merekap kejadian di Hosu.

"Aku hanya bertindak sesuai adrenalin!" Izuku mengelak. "Filter otak-ke-mulut mati waktu itu!"

Dorothea tergelak disebelahnya. Tangan memelintir surai rambut merah selagi dia tersenyum jahil.

"Jangan dengarkan Izuku-kun," ucapnya disela terkekeh. "Bahkan tanpa adrenalin, anak ini sama nekatnya."

"Lucu kau bilang begitu. Ingat siapa yang melempar obat tidur ke Stain?"

"Shut your mouth, Candy Cane."

Anak-anak itu tertawa. Bahkan Todoroki tersenyum sedikit. Bunyi kelontang alat makan mengiringi mereka. Hiruk-pikuk yang lain sibuk menyantap makan malam juga meramaikan udara.

Walau lelah karena sudah berlatih, malam itu tetap sangat meriah.

"Aku sudah selesai." Dorothea bangkit dari tempat duduknya. Dia mengumpulkan alat makannya. "Aku kembali duluan, ya."

"Ah, baiklah, Dorothea-kun!"

"Selamat istirahat, Dorothea."

"Sampai nanti, Dorothea-chan."

Si rambut merah melempar senyum. Sebelum berjalan menjauh dari meja kayu. Dia mencuci piring, menaruhnya dengan tumpukan yang lain, kemudian berjalan menjauhi kerumunan murid yang lapar.

Eins melayang disamping sang gadis dengan setia. Tubuhnya dalam pose tidur terlentang di udara. Lengkap dengan tangan terlipat di belakang kepala.

"Apa kau sungguh sudah mengantuk?"

Mulut Dorothea hanya berdehum. Sang gadis meregangkan tubuh. Merasakan tulang-tulangnya bergemeletuk karena duduk seharian.

Hantu itu benar. Dia belum mengantuk.

Itu yang terjadi jika kau terbiasa bergadang untuk berlarian memburu demon.

Seperti bisa membaca wajahnya, Eins hanya tersenyum simpul. Kemudian 'menepuk' rambut merah sang gadis.

"Ngomong-ngomong soal belum tidur, sepertinya ada bocah kecil yang masih terjaga juga."

Kepala Dorothea dimiringkan. Wajah memasang ekspresi bingung. Matanya mengikuti tangan pucat Eins yang menunjuk.

Normal ; InterweaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang