35. Quiet Night

181 42 17
                                    

Izuku dan Dorothea berbagi tugas untuk membantu memasak. Sang gadis memotong sayur dan Izuku mulai menggoreng potongan katsu dan karaage yang sudah ditepungi. Di tengah sibuk, mereka berkenalan dengan dua anggota Pussycats yang lain, Tiger dan Ragdoll.

"Yup! Ini yang terakhir!" kata Mandalay sembari menaruh pot besar berisi sup di kafetaria. Dia berbalik ke Dorothea dan Izuku.

"Terima kasih bantuannya, kalian!"

"Tidak masalah, Mandalay-san," balas Izuku sopan. "Lagipula, kami juga akan ikut makan."

"Tepat waktu!" seru sebuah suara. Kepala Pixie-Bob menyembul dari pintu. "Ayo! Mereka sudah datang."

Mereka berduyun-duyun keluar. Aizawa sudah menunggu di sana. Sementara itu, Pixie-Bob berdiri beberapa langkah di depan sang guru dengan senyum lebar.

Dorothea mengambil tempatnya disamping Izuku. Mata menyorot hutan lebat dengan penasaran.

"Oh, akhirnya kalian datang juga!" ucap Pixie-Bob.

Mandalay tersenyum. "Butuh waktu lumayan lama juga..."

Dari balik bayang-bayang pepohonan, Dorothea melihat satu persatu anak kelas 1-A bermunculan. Mereka tampak babak belur. Seragam berantakan dan tercoreng tanah. Beberapa dari mereka memegangi bagian tubuh yang sakit. Berjalan dengan terseok-seok. Napas mereka memburu. Dan semua muka mereka tampak lelah.

Semuanya berhenti. Beberapa jatuh ke tanah. Kemudian bersamaan mendenguskan napas berat.

"Apanya yang tiga jam!?!?"

"Kalau kami butuh waktu sebanyak itu, sih," ucap Mandalay tanpa nada bersalah. "Maaf ya!"

Beberapa anak mulai mengeluh. Sementara fokus Dorothea beralih ke sosok putih yang melayang cepat ke arahnya.

Eins kembali ke sisi Dorothea. 'Meletakkan' tangan dingin ke pundak gadis itu. Lalu berbisik di telinganya.

"Mereka benar-benar berjuang keras di sana!"

Dorothea menyembunyikan tawa di balik syal. "Ceritakan nanti."

Pixie-Bob tampak terkikik lagi. "Tapi jujur, kukira kalian akan butuh waktu lebih lama," ucapnya. "Ternyata kalian bisa mengalahkan monster tanahku lebih mudah dibanding perkiraan!"

"Kalian boleh juga," pujinya. "Terlebih—"

Cakar kucing putih mununjuk Iida, Todoroki, dan Bakugo.

"—Kalian!"

"Apa itu semua karena pengalaman kalian?" tanya Pixie-Bob. Dia membasahi bibir.

Dan dia menerjang.

"Tidak sabar menunggu tiga tahun lagi! Jadi ingin cium!"

Pussycats biru itu mulai memutari ketiga calon Pahlawan malang. Yang memprotes sembari melindungi muka dengan tangan.

"Mandalay, dia memang selalu seperti itu?" tanya Aizawa sembari menunjuk.

"Dia itu agak putus asa, soalnya umurnya sudah hampir, itu lho..."

"Desperate," bisik Dorothea.

"Sangat," timpal Eins.

"Hush! Tidak boleh begitu!" ucap Izuku sembari menyikut sang gadis. Seperti biasa memiliki moral yang lebih lurus.

Tiba-tiba, Uraraka mengambil langkah maju. Walaupun masih terengah-engah, dia berusaha memasang sebuah senyum.

"Ngomong-ngomong, apa itu anak anda?"

Normal ; InterweaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang