23. Another Hospital Visit

303 47 49
                                    

Benang melintas di udara.

Menangkap sayap cyrokite yang meronta. Demon itu menggeram keras. Namun, lilitan benang Dorothea tidak goyah.

"Izuku!"

Syuut...

Clap!

Pisau tertancap di kepala monster itu. Terdengar raungan. Lalu diam. Diikuti bunyi berdebam. Sang demon jatuh ke tanah.

"Nice work," puji Dorothea. Memutus benang tipis yang ada di jarinya.

Dia tertawa kecil melihat rekannya yang berusaha menarik kembali pisau di kepala makhluk itu. Berjengit ketika cairan hitam pekat mengucur dari luka yang dalam.

"Ugh, aku benci tipe yang tidak langsung menghilang," keluh Izuku. Kembali memasukkan pisau ke sarungnya. Dorothea terkekeh.

"Yeah, sama." Kaki sang gadis menendang mayat monster itu. Si cyrokite bergerak sedikit. "Ini yang terakhir?"

Izuku mengangguk. Mata terfokus pada layar Meteran Anomali. Tidak ada lagi titik yang tersisa di area mereka.

"Kalau begitu, ayo pulang," ajak Dorothea. Dia menutupi mulutnya yang menguap. "Besok aku masih ada urusan."

"Ah, soal Ando Kuroo, kan?" ucap Izuku. Dia menepuk bahu Dorothea. "Maaf aku tidak bisa ikut."

"Tidak masalah Izuku-kun."

Dorothea melirik ke kawannya. Mata menatap ke punggung anak berambut hijau itu. Malam ini, Jadestaff tidak ada di sana.

"Apa rusaknya parah?"

"Tidak, sih," jawab Izuku. "Tapi Saiki-san ingin mengeceknya. Tidak mau ambil resiko."

Dorothea bersiul. Bentrok Izuku dan Todoroki saat Festival Olahraga tidak bisa dianggap sepele. Berakhir dengan lapangan yang rusak parah. Seakan bom baru meledak di sana. Sang gadis heran bagaimana Jadestaff masih utuh.

"Good luck with that. Untung kita dapat libur dua hari."

Akhirnya, setelah pamit dan bertukar lambaian tangan, dua anak itu berpisah di jalan.

***

Ada hantu melintas menembus resepsionis bermuka lelah. Dorothea berjengit sedikit. Namun, secara keseluruhan, sang gadis berhasil menjaga ekspresinya tetap netral.

"Jadi... anda mau menjenguk-Ando Kuroo?" tanya resepsionis. Matanya sedikit menyipit membaca data di layar. "Ah—kondisi pasien itu agak... tidak stabil. Aku senang ada yang mengunjunginya. Apa anda keluarga?"

"Eh, kami—kenalan. Kurang lebih."

Alis wanita setengah baya di depannya terangkat. Dorothea meneguk ludah. Dia membenarkan tas selempangnya dengan canggung. Belum sempat satupun dari mereka angkat bicara—

"Tuning-san?"

Mendengar namanya disebut, sang gadis menoleh. Melihat wanita berpakaian formal mendekat mereka. Dia membenarkan kacamatanya di hidungnya.

"Ah! Anda sudah datang, syukurlah!" Dia merangkul Dorothea. Lalu memberikan kedipan mata ke wanita resepsionis. "Aku ambil alih dari sini."

Tanpa menunggu jawaban, orang berkacamata itu menarik Dorothea menjauh. Dalam hati, sang gadis mengucapkan syukur karena tidak perlu menjawab pertanyaan yang lain.

"Terima kasih banyak—err—"

"Hirata Keiko." Wanita itu menyeringai lebar.

"Dan kau tidak perlu berterima kasih, ini sudah tugasku."

Normal ; InterweaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang