Suasana entah kenapa menjadi sangat canggung. Yuna masih berdiam diri didepan pagar rumahnya. Joo sedang menunggu Yuna masuk tapi Yuna kelihatannya mau membicacarakan sesuatu.
"Yuna?"
Ternyata mengatakan apa yang sudah ia pikirkan dari kemarin malam cukup sulit diutarakan. Bagaimana kalau ternyata Joo memilih untuk putus saja? Kemarin Yuna berpikir itu tidak masalah, tapi sekarang...
Peristiwa Joo menggendong Anna juga sudah tersebar dan sampai ketelinga Yuna lewat seorang temannya yang saat itu sedang ketoilet dan melihat keributan yang dibuat anak anak kelas Joo. Mereka sibuk meneriaki "cie cie" dan bersiul siul untuk Joo dan Anna.
Saat mendengar hal itu, tentu saja Yuna merasa sakit hati walau sudah berusaha untuk menerima kenyataan dengan berpikir sikap Joo itu memang pantas dilakukan jika seorang teman sedang sakit. Tapi tetap saja hati Yuna berkata lain.
Padahal hubungan mereka baru berjalan 2 bulan lebih, tapi akhir akhir ini sudah mulai muncul masalah. Yuna merasa dirinya egois. Padahal dia sendiri serumah dengan Ray, tapi Joo tidak meributkan hal itu. Saat Joo hanya sekelas dengan Anna, Yuna langsung merasa tidak aman, rasanya Anna sewaktu waktu bisa merebut Joo darinya. Belum lagi sakit hati ketika melihat Anna beberapa kali terlalu dekat dengan Joo.
Setelah terdiam dan berpikir beberapa lama akhirnya Yuna berusaha memberanikan diri. Ini semua juga untuk dirinya dan Joo. Untuk dirinya, ia tidak mau hatinya terus tersakiti. Untuk Joo, Joo bakal terlepas dari Yuna yang mungkin dia anggap egois karena bakal melarangnya untuk dekat dengan Anna. Dan mungkin juga ini untuk Anna juga, pasti ia lah orang yang paling senang dengan berita kalau Yuna dan Joo putus.
"Joo, bisakah kamu tidak usah dekat dekat lagi dengan Anna?" Tanya Yuna to the point.
Joo cukup terkejut mendengar itu. Ia tidak mengira Yuna bakal membicarakan ini. Joo merasa bisa saja melakukan hal itu demi Yuna, tapi kalau Anna ada apa apa, siapa yang bakal langsung berada disisinya? Anna belum punya teman akrab yang bisa dijadikan tempat curhat dan berpegangan sampai saat ini. Bagaimana kalau Anna tiba tiba kumat dan tidak ada Joo disana?
Joo jadi sangat bimbang, ia mau mengatakan apa yang ia pikirkan tapi takut Yuna tersakiti.
"Yuna...maaf ya sudah buat kamu merasa tidak enak dengan kedekatanku dan Anna. Itu semua karena Anna memang butuh seorang teman. Aku tidak bermaksud dekat dekat dengannya, tapi saat ia kesulitan atau kenapa napa, pastilah aku harus mendatanginya kan? Apalagi hanya aku teman terdekat dan terpercaya baginya."
Yuna tertegun mendengar langsung jawaban Joo, padahal sudah ia duga bisa saja jawaban Joo seperti ini. Yuna berusaha keras menahan tangisnya sampai tenggerokannya terasa tercekat. Jawaban Joo sudah pasti mengatakan kalau ia tidak bisa berjauhan dengan Anna. Ia harus siap sedia menjadi kesatria Anna yang bakal datang kalau Anna kesusahan.
Yuna tau itu adalah hal normal yang pasti dilakukan seorang teman. Tapi Yuna tidak sanggup membayangkan kedepannya ia masih harus melihat pemandangan Joo dan Anna berpegangan atau berpelukan lagi. Rasanya kalau terus menerus seperti ini, Yuna hanya makan hati dalam hubungannya sendiri.
Melihat mata Yuna yang sudah digenangi air mata, Joo segera berbicara, "tenang saja Yuna, aku tidak punya perasaan apa apa terhadap Anna." Katanya sambil mengelus kepala Yuna.
Kalau memang Joo tidak punya perasaan khusus terhadap Anna baguslah, itu berarti hatinya tidak bercabang. Tapi perhatian sebagai sahabat Anna sudah terlalu berlebihan pikir Yuna. Walau juga Joo tidak menyukai Anna, tapi Anna masih sangat menyukai Joo. Anna bakal terus menerus mendekati, menempel, dan bergantung pada Joo. Jadi, kalaupun Joo tidak bermaksud dekat dekat dengan Anna, tapi Anna lah yang bakal terus membuat mereka selalu dekat.
"Joo, kita putus saja." Ucap Yuna berusaha mengeluarkan suara normalnya, walau tenggerokannya sudah sakit.
"Yuna!" Joo kaget mendengar permintaan Yuna. "Yuna, aku tidak punya perasaan apapun terhadap Anna. Kami hanya teman."
"Ya, aku tau itu. Tapi Anna menyukaimu Joo. Walau kau berkata tidak bermaksud dekat dekat dengan Anna, tapi Anna yang menyukaimu pasti bakal terus mendekatimu dan membuatmu menjadi tempat sandarannya. Dan kau baru saja berkata kalau tidak mungkin menjauhi Anna."
"Yuna, Anna sudah tidak menyukaiku lagi. Tahukah kamu bahwa dulu aku yang diputuskannya?"
"Ya tapi bisa saja saat itu ia terpaksa memilih mengakhiri hubungan karena merasa tidak sanggup kalau LDR, dan merasa kalau berjauhan bisa saja ia menemukan penggantimu. Tapi saat ia diluar negeri ia ternyata tidak bisa menemukan penggantimu dan akhirnya kembali kesini untuk mengajakmu balikan. Saat tau ternyata kita sudah pacaran, ia tidak berinisiatif sama sekali menjaga jarak. Itu berarti dia memang tidak mau menyerah untuk tetap mendapatkanmu kembali." Yuna mengungkapkan apa yang ada dipikirannya.
"Yuna.. kenapa kamu berpikiran seperti itu, itu hanya spekulasimu. Kenyataannya kami hanya teman dekat biasa. Yang kalau salah satunya sedang membutuhkan seseorang, yang satunya bakal datang menemani. Bukannya semua sahabat begitu?"
"Tapi bukan sekedar sahabat kalau salah satunya menaruh perasaan."
Yuna mulai habis kesabaran mendengar jawaban Joo yang mengatakan mereka hanya teman biasa dan tidak mempercayai kata kata Yuna kalau Anna itu masih menaruh perasaan padanya.
"Joo, kalau kau tidak percaya dengan kata kataku tentang Anna yang masih menyukaimu, silahkan bertanya langsung pada orangnya, atau kalau tidak, coba kau pikirkan semua yang sudah terjadi diantara kalian. Apakah perlakuan Anna itu normal untuk ukuran seorang teman?"
"Yuna..."
"Kalau kau masih berpegang pada pendapatmu, ya, silahkan. Tapi karena kau merasa tidak bisa meninggalkan Anna sendirian dan tidak bisa jaga jarak dengannya, lebih baik kita putus saja." Kata Yuna dengan sedikit emosi. Ia kesal mendengar setiap perkataan Joo yang terus menerus berpihak kepada Anna dan merasa dirinya benar.
"Yuna, pikirkanlah dulu baik baik. Jangan gegabah." Joo masih tidak rela berpisah dengan Yuna. Ia merasa Yuna terlalu mudah mengucapkan kata putus.
"Joo, ini sudah kupikirkan semalaman. Ini sudah keputusanku kalau pilihanmu seperti itu. Aku tidak mau sakit hati lebih dari ini. Melihat Anna yang terus mendekatimu rasanya sangat menyakitkan. Tidak pernah kau pikirkan hal itu kan? Kau terlalu naif Joo..." Yuna betul betul tidak merasa mau menangis lagi. Ia malah merasa sebal dengan Joo yang tidak mau melepaskannya tapi juga tidak mau lepas dari Anna.
"Yuna, sebenarnya Anna sakit jadi aku tidak bisa kalau menjauh darinya, kalau ada apa apa dia membutuhkanku."
"Walau dia sakit, kan masih ada banyak orang lain yang bisa ia jadikan tempat bergantung. Jadi dia anggap apa keluarganya? Dan kalau soal teman, masih banyak orang lain yang bisa ia jadikan teman daripada harus terus bergantung padamu yang sudah mempunyai pacar. Bukankah begitu pemikiran orang kalau sahabatnya sudah punya pacar? Tidakkah dia berpikir dia bakal menjadi pengganggu? Tidak. Itu karena dari awal ia mendekatimu karena masih berharap bisa kembali bersamamu."
"Jadi kita putus saja ya." Yuna mengambil nafasnya lalu melanjutkan perkataannya, "maafkan gue kalau ada salah, terima kasih juga untuk semua yang udah lo berikan untuk gue selama kita pacaran. Gue masuk ya." Yuna langsung berbalik dan memasuki pagar rumah, meninggalkan Joo yang masih terdiam ditempatnya sambil menatap kepergian Yuna.
Joo masih terpukul dengan kenyataan yang barusan terjadi. Ia tidak sangka bakal begini cepat hubungannya dengan Yuna berakhir. Dengan lesu Joo memasang kembali helmnya dan menaiki motornya.
"Maafkan aku Yuna..." gumamnya sambil menatap rumah yang baru saja dimasuki Yuna, sebelum meninggalkan rumah tersebut.
{26/12/20}
Thank you udah baca sampai episode ini ☺ jangan lupa
vote👇 and komen 👇 yaa~

KAMU SEDANG MEMBACA
MISSION [ Completed Or Not Completed ]
Teen Fiction[Cerita sudah lengkap] ✅ Dulu nolak, sekarang nyesal kan? Yuna yang dulu begitu menyukai Ray. Sayangnya, Ray tidak menanggapi serius hal itu dan malah dekat dengan cewek lain. Yuna sangat sakit hati karena hal itu. Untungnya, ia tidak satu sekolah l...