Senin pagi.
Yuna sudah kembali seperti biasa. Setelah mendengar pertengkaram om dan tantenya kemarin lusa, kemarin hari Minggu ia seharian masih takut. Walau om dan tantenya masih sedarah dengannya, tapi rasanya ia seperti hidup sebatang kara. Ia tidak dianggap oleh om dan tantenya.
Setiap Yuna sedih dan takut seperti itu, ia selalu berharap andai keluarganya masih hidup. Papa dan mamanya sudah meninggal karena kecelakaan saat ia kelas 6 SD, dan hanya selang 1.5 tahun, adiknya juga meninggal karena sakit. Sebenarnya saat itu ia masih punya harapan, tapi karena ia sudah kehilangan semangat hidup karena masih trauma kehilangan kedua orangtuanya, akhirnya sakitnya semakin parah.
Saat itu Yuna betul betul hancur. Sangat sangat sedih. Padahal saat itu adiknya adalah satu satu penyemangat dalam hidupnya. Yuna masih bisa sekuat ini sampai sekarang karena kata kata yang selalu diucapkan orang tuanya saat mereka masih hidup,
"Jangan pernah menyerah apapun yang terjadi, tetaplah tersenyum, papa dan mama selalu mengharapkan yang terbaik untukmu." Yuna mengucapkan kata kata itu dengan pelan ditengah kelas yang sedang ricuh.
Guru yang mengajar dijam pertama belum masuk jadi anak anak sibuk bercerita dengan anak lain. Katanya sih guru guru lagi ada rapat dadakan.
"Eh btw, gue udah daftar jadi panitia." Kata Cherry tiba tiba.
"Oh! Asyikk!" Yuna senang bisa sama sama menjadi panitia dengan Cherry.
"Lo pilih panitia acara dan lomba antar kelas juga kan?"
Yuna langsung melongo, "hahh!? Gue panitia stan kelas! Lo kok pilih ituu!?"
"Hahhh!? Mana gue tauu, lo kan gak ngasih tau lo bagian apa. Gue kira lo milih acara dan lomba antar kelas."
Haduh, Yuna jadi sedikit kecewa. Pasalnya kalau beda bagian, biasanya beda jadwal rapat dan tugas. Padahal Yuna mau melalukan semua tugas bersama Cherry.
"Udah lah, yang penting sama sama panitia. Lagipula lo kan ada Joo."
Yuna mengangguk pelan. Walau begitu tetap saja beda rasanya kalau bersama sahabat dan doi.
"Yuna! Katanya lo dicari pak sejarah, disuruh keruang guru." Panggil salah satu teman Yuna.
Yuna langsung mengangguk dan beranjak keluar kelas. Yuna berjalan menuruni tangga menuju ruang guru yang berada di ujung koridor lantai satu. Ia memang sudah biasa dipanggil pak guru sejarah karena Yuna adalah kbs (ketua bidang studi) sejarah. Sambil berjalan santai dikoridor, Yuna melihat ke langit yang mendung.
"Sepertinya bakal hujan." Pikir Yuna.
"Cewek ganjen!"
"Wah siapa tuh yang dipanggil gitu?" Batin Yuna dalam hati sambil tetap berjalan. Ia tidak mau menoleh karena nanti terkesan bahwa ia merasa diri cewek ganjen walau ia penasaran ingin lihat siapa yang dikatain seperti itu.
"Woi! Jangan sok budeg!" Teriak orang itu lagi.
"Yah mana mungkin juga orang yang dipanggil begitu mau nyahut."
"YUNA SI CEWEK CABE NAN BUDEG! JANGAN SOK JUAL MAHAL YA LU!"
Ia tidak salah dengar kan, kalau namanya disebut? Yuna langsung menoleh kearah sumber suara. Siapa gerangan yang berani mengatainya seperti itu sambil teriak teriak pula.
Yuna melihat Nanno datang jalan mendekatinya dengan langkah yang dihentak hentakkan. Ia langsung main tarik tangan Yuna.
"Eh! Ngapain lo!?" Bentak Yuna sambil berusaha melepaskan tangan Nanno yang mencengkramnya dengan kuat lalu menyeretnya. Nanno tidak memedulikan perkataan Yuna. Yuna langsung mencubit dengan keras tangan Nanno.
KAMU SEDANG MEMBACA
MISSION [ Completed Or Not Completed ]
Jugendliteratur[Cerita sudah lengkap] ✅ Dulu nolak, sekarang nyesal kan? Yuna yang dulu begitu menyukai Ray. Sayangnya, Ray tidak menanggapi serius hal itu dan malah dekat dengan cewek lain. Yuna sangat sakit hati karena hal itu. Untungnya, ia tidak satu sekolah l...