35

362 34 0
                                    

"Ghue gak papa!" Yuna meronta ronta saat dituntun Ray masuk mobil.

"Makasih ya udah datang, Ray." Kata Giselle sambil berdiri diambang pintu bersama Cherry, melihat Ray yang kelihatan kesusahan membawa Yuna karena Yuna memberontak dan ngotot kalau dirinya bisa jalan sendiri.

Dengan cara diseret Yuna akhirnya berhasil didudukkan dikursi depan disamping pengemudi. Ray memandang Yuna yang juga sedang menatapnya sambil memicingkan mata.

"Kenapa?" Tanya Ray.

"Khenapa lo datang? Bukannya lo jauhin gue dan udah benci sama gue?"
Kata Yuna dengan nada nada teler.

Ray menghela nafas. Ternyata Yuna menanggapi sikapnya seperti itu. Ray memang sengaja menjauhi Yuna sebagai usaha move on nya. Ia sudah merasa tidak ada harapan dalam hal ini, jadi merasa lebih baik kalau segera move on. Setelah perasaannya terhadap Yuna benar benar menghilang, barulah ia kembali menjadi Ray yang biasanya. Karena kalau ia masih saja berdekatan dengan Yuna, sudah pasti ia tidak bisa melupakan gadis itu.

Tetapi semua tidak begitu gampang dilakukannya. Ray harus memenangkan peran batin yang terjadi dalam dirinya. Kadang ada perasaan yang sangat meronta ronta untuk berbicara dan mengganggu Yuna saat Yuna sedang sendirian.

Tapi untunglah Ray orangnya bertekad kuat. Jadi ia berhasil menahan diri untuk tidak berinteraksi, bahkan berbicara dengan Yuna. Ray juga memilih tindakan ini karena merasa takut Yuna lama lama bakal merasa ilfeel terhadapnya.

"Jhawab Ray!" Yuna tiba tiba berteriak cukup keras.

"Tenang Yuna. Lo terlalu mabuk. Siapa suruh sih main langsung makan?" Ucap Ray.

"Sekarang kita langsung pulang ya." Ray  mengulurkan tangannya hendak memasangkan seat belt Yuna.

Yuna yang setengah sadar langsung mengacak acak dan sedikit menjambak rambut Ray yang berada didepannya.

"Aduh! Yuna!" Pekik Ray kesakitan, ia kemudian menoleh kearah Yuna. Jarak mereka sekarang sangat dekat.

Tiba tiba saja Yuna menarik wajah Ray lebih dekat dan menciumnya!

Mata Ray rasanya sudah hampir keluar karena terbelalak. Jantungnya juga serasa meledak. Ia bisa merasakan lembutnya bibir Yuna. Sempat terlena, tapi Ray segera sadar dan menjauhkan diri dari Yuna.

Yuna kaget dengan Ray yang langsung menghindar, air matanya menetes. Ucapan Giselle tadi sore terngiang dikepalanya. "Dasar lelaki tidak setia! Padahal baru beberapa hari ditolak, sudah mau jadian sama cewek lain!" Yuna mengamuk ngamuk tidak jelas sampai Ray speechless melihatnya.

Apa maksud dari perkataan Yuna? Apakah itu memang ditujukan untuk dirinya? Atau mungkin Joo? Ray kebingungan sendiri memikirkannya.

"Yuna...tenanglah, ini gue, Ray. Bukan Joo. Gue tidak bisa mengendarai kalau lo begini." Ray berusaha menenangkan Yuna.

Setelah ditenangkan, Yuna tertidur. Ray langsung mengendarai mobil dengan kecepatam sedang menuju rumahnya. Sambil mengendarai, pikiran tentang dirinya yang baru saja berciuman dengan Yuna terus terbayang. Kali ini mereka benar benar berciuman. Bukan sekedar bibir terserempet sedikit seperti yang lalu.

Ray memukul setir mobilnya, "ukh! Sadar lah Ray! Mungkin itu bukan untukmu, tapi Joo." Ray berusaha menenangkan debaran jantungnya dengan berasumsi kalau yang Yuna bayangkan dihadapannya itu Joo, bukan Ray. Sehingga Yuna main langsung cium.

Keesokan paginya Yuna bangun dengan kepala berat dan linglung. Ingatannya pun seperti terputus. Yang Yuna ingat terakhir ia sedang bersama kedua sahabatnya diruang tamu, tapi kenapa sekarang ia sudah ada dikamarnya sendiri?

MISSION [ Completed Or Not Completed ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang