22 - Berkunjung

261 38 1
                                    

Happy Reading!!
____________________

***

Adel menatap sekitar rumahnya yang di penuhi oleh orang-orang. Adel berlari masuk dan terhenti saat melihat seseorang yang begitu mirip dengannya duduk menangis tersedu-sedu, di hadapannya ada seseorang yang sudah terbujur kaku ditutupi oleh kain.

Air mata Adel jatuh. Ia tahu orang yang menangis itu adalah dirinya dan orang yang berbaring itu adalah dia.

Ia melihat dirinya di peluk seseorang. Dia Alam, memeluk Adel yang tengah menangisi orang di hadapannya.

Saat hendak melangkah maju kaki Adel terasa kaku. Tak bisa mendekati dan memeluk dirinya sendiri. Adel sekuat tenaga mengangkat kakinya, tapi tak bisa.

Adel menjerit, menangis pilu. Tapi mengapa tak ada yang mendengarkan suaranya jeritannya?

"Tidak!!" teriaknya tapi tak ada satupun yang mendengar suaranya.

"Jangan ambil dia," teriaknya lagi saat orang-orang mulai mengangkat tubuh yang tengah berbaring itu.

Adel menjerit hingga ia tak sengaja menyenggol gelas di nakasnya yang langsung terjatuh dan hancur berkeping-keping. Mimpi itu lagi-lagi menghantuinya.

Adel menyeka keringatnya dan tersadar jika matanya basah yang menandakan ia menangis dalam tidurnya, lagi.

Mimpi yang terasa begitu nyata. Mimpi yang selalu membuatnya takut.

Adel bangkit lalu membereskan pecahan kaca itu. Ia mengecek jam di ponselnya. Ternyata ia sudah lama tertidur, dari ia pulang sekolah hingga jam 6 sore.

Adel bergegas membersihkan tubuhnya. Ia akan berkunjung lagi hari ini.

***

Malam ini Adel kembali berkunjung ke rumah sakit setelah beberapa hari tak datang. Ia sudah sangat rindu dengan gadis itu sampai-sampai selalu memimpikannya.

Adel menyimpan tasnya di atas nakas. Menarik kursi lalu duduk di samping gadis yang telah lama terpejam itu.

Adel memegang tangan rapuh itu. Tangan yang sudah lama terpasang selang infus.

"Kapan sih lo bangun?" tanyanya sembari mencebikkan bibirnya lucu. Tapi, matanya memancarkan kesedihan.

"Lo gak tahu gue rindu saat-saat bersama lo," ucapnya lagi yang hanya di jawab oleh elekrtro kardiograf.

"Gue beneran rapuh tanpa lo," ucapnya lagi dengan air mata yang sudah jatuh membasahi tangan yang di genggamannya.

"Ayolah. Bantu gue, bangunlah." Menghapus air matanya kasar.

"Setiap hari gue gak bisa tidur tenang karena dihantui rasa takut. Takut lo bakalan pergi ninggalin gue sendiri, seperti mimpi-mimpi sialan itu."

Adel terdiam lama menatap wajah cantik di hadapannya. Tulang pipi yang mulai terlihat tak mampu menghilangkan paras cantiknya.

"Ya udah gue balik dulu. Maaf karena gue jarang datang akhir-akhir ini dan sekali datang gue gak lama," ungkapnya.

Saat hendak melepaskan genggamannya, Adel terkejut saat gadis di depannya seperti kehabisan oksigen. Adel semakin takut melihat gadis itu tak berhenti kejang-kejang.

"Hey. Kenapa?" Adel memencet tombol darurat di dinding.

"Bangun. Lo kenapa? Jangan buat gue takut," air matanya tak bisa terbendung lagi. Mengalir seperti sungai kecil yang semakin deras.

RAPUH [TAMAT dan SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang