38 - Gembul dan Mawar

234 30 4
                                    

Happy Reading!!!
____________________

***

Sesi berlari kearah mobil Revan yang terparkir tepat di depan pintu keluar taman. Sesi lantas masuk ke dalam mobil. Sesi nyengir kuda saat Revan menatapnya datar bin dingin.

"Kenapa kabur dari rumah sakit?" tanya Revan.

"Gue punya alasan," jawab Sesi, "ayok ke Nagara Place," ajak Sesi semangat.

Revan mengatupkan mulutnya, ia menahan untuk mengajukan pertanyaan. Ia akan menuruti adiknya, karena-ia sangat menyayangi adiknya itu.

"Kak. Menurut kakak Sesi masih hidup?" pertanyaan itu membuat mobil Revan berhenti tiba-tiba, untung saja jalanan tak begitu ramai. Ia menoleh pada Sesi yang tengah menunduk, seperti menunggu jawaban Revan.

Revan mengelus rambut Sesi, "kenapa? Kamu rindu? Kita ke makamnya sekarang," Revan hendak melajukan mobilnya namun tangan Sesi menahan pergerakan sang kakak.

"Kita ke Nagara Place dulu," ucap Sesi.

Revan menghela napasnya, "oke!"

Saat sampai di depan Nagara Place, Sesi tak langsung turun begitu juga Revan. Sesi menoleh pada Revan dengan pandangan penuh harap.

"Kak. Sebenarnya aku..." Sesi menggantungkan ucapannya. Ia memilin tangannya cemas.

"Apa?"

Sesi menghela napasnya lagi. Ia menahan kegugupan besar karena akan membongkar sebuah kebohongan besar.

"Sebenarnya aku Sesi. Sesilia Rose Hana," Sesi dapat melihat Revan semakin menatapnya dingin.

Revan menghela napasnya, "kita ke makam Sesi sekarang," ucap Revan tak menanggapi ucapan Sesi.

"Nggak kak. Coba kakak ingat tanda lahir yang di miliki Adel," ucap Sesi gemas. Ia kesal karena Revan nampak tak mau menanggapinya dan tak mempercayainya.

"Jawab kak!" tuntut Sesi.

"Di telapak tangan bagian bawah Sebelah kiri," Sesi tersenyum mendengar jawaban sang kakak yang ternyata tepat.

Adel menunjukkan kedua telapak tangannya, "coba lihat nggak ada, kan?"

Revan meraih kedua tangan Sesi. Ia mengusap telapak tangan Sesi berharap jika sesuatu menutupinya. Tapi nihil, di sana benar-benar tidak ada tanda satupun. Alhasil Revan meraih dagu Sesi, ia mengusap dagu Sesi bagian bawah sebelah kanan. Benar saja, sebuah tahi lalat kecil berada di dagu Sesi.

"Jangan bilang yang meninggal-"

"Nggak. Adel masih hidup," Sesi membuka pintu mobil. Ia berjalan masuk kedalam apartemen di ikuti Revan.

Keduanya sama-sama terdiam hingga keduanya tiba di depan kamar nomor 189. Sesi menggesek Acsess Card miliknya hingga suara seperti bel berbunyi.

Sesi berjalan masuk, ia melepas sepatunya terlebih dahulu dan digantikan dengan sendal rumah berwarna merah muda.

"Adel!" panggil Sesi.

Dari dapur terdengar suara Adel yang meminta Sesi menunggunya. Revan tercengang, suara itu tentu sangat di kenal Revan. Suara cempreng yang dimiliki Adel sangat berbeda dengan suara merdu berserak milik Sesi, kenapa baru sekarang ia sadar?

"Dari mana aja kak? Aku tadi udah nunggu lama. Masa ngambil topi lama amat," omel Adel di dapur.

Sesi tersenyum saat seorang gadis muncul dari arah dapur. Gadis itu tampak terkejut dengan kedatangan orang lain. Ia lantas mengingat-ingat siapa lelaki itu yang pernah Sesi jelaskan. Intinya ia tak merasa asing.

RAPUH [TAMAT dan SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang