23 - Trauma

276 39 7
                                    

Happy Reading!!!

___________________

***

"Kakak gak masuk? Ibu rindu lo," ucap Adel saat mereka sudah tiba di dapan rumah keluarga Hana. Rumah yang terkesan tentram dari luar. Tidak tahu saja isinya seperti apa.

Revan terkekeh, "sejak kapan ibu rinduin gue?"

"Beneran deh kak. Dia nyariin lo terus," ucap Adel.

Bohong. Selena bahkan tak pernah mencari atau menyebutkan nama Revan. Saat ini Adel, lah, yang merindukan sosok kakaknya itu.

Dalam lubuk hati, Revan juga merindukan sosok keluarganya yang dulu. Tapi, mengapa semakin ke sini rasanya rumah yang dulu harmonis itu berubah dalam sekejap menjadi neraka. Revan yang mulai dikekang, harus menjadi apa yang di inginkan orangtuanya.

Selepas kepergian Revan, semua itu di bebankan kepada Adel tanpa sepengetahuan Revan.

"Yaudah kak gue masuk yah, lo kalau mau masuk silahkan. Gue nggak akan maksa lo," ucap Adel lalu melangkahkan masuk. Mendorong gerbang yang tidak di kunci agar bisa di lewati mobil.

Adel melangkahkan kakinya masuk. Membiarkan gerbang terbuka lebar barangkali Revan akan masuk. Sedangkan Revan masih berdiri di depan gerbang, memperhatikan rumah yang hampir sebulan tak pernah ia pijak lagi.

Prang!

Revan terkejut mendengar seperti sesuatu yang dibanting. Ia yang hendak pergi tak jadi dan memilih masuk ke dalam. Melihat seberapa kacau tempat ini.

"SELAMA INI KAMU KEMANA SAJA?"

Plak!

"KAMU IKUT PERKEMAHAN TANPA IZIN AYAH? DARI MANA KAMU DAPATKAN TANDA TANGAN ITU?"

Revan melihat semuanya di jendela. Melihat Adel yang berdiri di hadapan kedua orangtuanya.

"Salah kamu sendiri pergi tanpa bilang-bilang!" Selena ikut memarahi Adel.

"Emang selama ini ayah sama ibu di rumah? Nyari aku? Nggak, kan?" ucap Adel sembari menahan air matanya yang hendak jatuh.

"Berani menantang kamu?" Samuel melepaskan gespernya. Adel menutup matanya rapat saat gesper Samuel menyentuh betisnya.

"Kamu itu anak perempuan. Mau jadi murahan kamu?" Adel menggeleng sembari menatap lurus.

"Kalau bukan Dewi yang kasih tahu Ayah. Ayah nggak akan tahu kelakuanmu selama ini," benar. Sejak ulang tahun Dewi, Adel tak pernah lagi pulang ke rumahnya. Ia terkadang menginap di rumah sakit atau di rumah Queen.

"Ayah lihat nilai kamu semakin turun. Kamu tidak pernah belajar lagi? Mau jadi gelandangan?" Samuel membuang kertas ulangan di wajah Adel. Adel menggeleng lagi.

"Ngapain aja selama ini kamu? Keluyuran? Ayah tahu kamu di keluarkan dari sekolah lama kamu, kan?" Adel mengangguk, tatapannya yang lurus membuat Samuel merasa jika Adel tidak mendengarkannya meski gendang telinga Adel sakit dibuatnya.

"Jawab, kenapa mengangguk saja. Bisu kamu?"

"Iya Ayah," jawab Adel.

"Iya?" Adel memejamkan matanya saat satu pukulan mendarat di betisnya. Mati-matian ia tahan air matanya agar tak keluar saat itu juga. Bahkan sakit di betisnya ia tahan sekuat tenaga agar tak mengeluarkan ringisan.

"Kamu kenapa tidak bisa seperti Dewi? Dia selalu membanggakan Ibu sama Ayah," ucap Selena ikut menyudutkan Adel.

Tak ada air mata yang jatuh. Adel menahannya, meski nafasnya terasa sesak menahan sakit yang luar biasa di hatinya.

RAPUH [TAMAT dan SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang