11 - Sekolah Baru

315 51 1
                                    

Bugh!


"Shit!" umpat orang itu sembari mengelus pipinya yang kesakitan karena pukulan Adel.

"Lo?" Adel mundur selangkah saat orang di hadapannya membuka tudungnya.

"Iya gue, kenapa?" Adel menatap ngeri Arva. Bisa-bisanya Arva berada di tempat ini yang lumayan jauh dari rumahnya.

"Ngapain lo ada di sini?"

"Apa urusan lo?" balas Adel, sensi.

"Lo gak pa-pa?" tanya Arva tiba-tiba. Adel mengerutkan keningnya, memangnya dia kenapa?

"Gue gak papa," jawab Adel biar cepat, malas meladeni kegilaan Arva. Adel kembali berjalan membuat Arva mendengus.

"Lo gak peka yah," ujar Arva.

Adel berbalik lalu tersenyum kecil. Meski samar Adel dapat melihat wajah Arva yang di penuhi luka lebam. Tentu ia tahu mengapa wajah Arva seperti itu. Lelaki itu sering membuat masalah, entah karena apa alasannya.

Kedua orang itu berjalan santai sembari mendorong sepeda Adel. Tanpa mereka ketahui jika sedari tadi seorang lelaki memerhatikan mereka.

Dia Galih. Lelaki itu tersenyum tipis melihat Adel baik-baik saja.

Beberapa menit lalu...

Galih sedari tadi tak bisa fokus mencuci mobil. Ia terus memikirkan Adel yang ia tinggalkan begitu saja. Galih menggelengkan kepalanya agar pikiran itu hilang di kepalanya. Entah kenapa, sejak ia menolong Adel ia selalu memikirkan gadis itu.

Galih memutar keran air agar tak mengalir lagi. Ia harus memastikan sendiri apa yang terjadi. Bisa-bisa gadis bodoh itu berbuat hal yang nekat lagi.

"Pak, saya izin sebentar keluar. Ada hal penting yang harus saya lakukan," ujar Galih meminta izin pada bos-nya.

"Sepenting apa itu?"

"Ini masalah nyawa," ujar Galih serius.

Lelaki paruh baya itu membulatkan matanya. Ia lalu mengangguk cepat dan mengambil ember yang dipegang Galih.

"Kamu cepat pergi," ucapnya mulai panik.

Galih mengangguk, "makasih."

Untungnya lelaki paruh baya yang menjadi bos Galih sangatlah baik pada karyawannya.

Galih berjalan cepat menyusuri jalanan yang sepi itu. Langkahnya terhenti saat melihat seorang gadis yang diyakininya Adel tengah berbicara dengan seorang lelaki.

Galih terus memperhatikan interaksi keduanya yang tampak biasa saja seperti tak ada kekerasan. Ia menghela nafas lega. Ia kira lelaki yang bersama Adel adalah orang yang berniat jahat pada gadis itu. Tapi nampaknya mereka cukup akrab dan berjalan bersama.

Merasa tak ada yang perlu dikhawatirkan Galih berjalan kembali ke arah pencucian mobil.

Kini Adel sudah berada di halaman rumahnya. Ia menghela nafasnya berkali-kali.

Adel berjalan masuk hingga pandangannya teralih pada Selena dan Dewi yang sedang duduk di bangku halaman rumahnya sembari menatap bintang.

"Ibu aku tadi lihat Adel di dekat SMA aku," ujar Dewi yang terdengar jelas di telinga Adel.

"Biarin dia sesukanya. Ibu udah capek  hadapin sikapnya," hati Adel rasanya seperti teriris dengan ucapan ibunya.

Adel berjalan masuk, tak ingin mendengar lagi ucapan Selena yang bisa menambah perih hatinya.

RAPUH [TAMAT dan SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang