43 - Mimpi dan Kenyataan

499 36 6
                                    

Happy Reading!!!

***

Saat ini Sesi sama sekali belum sadar. Revan bersama Queen dan Emely pulang untuk mengambil baju. Tinggalah Adel sendiri di sini. Duduk di ruang tunggu daripada di dalam, karena dia akan menangis melihat orang yang sangat ia sayangi terbaring lemah.

"Apa seperti ini dulu kak Sesi? Menungguku dan menangis saat melihatku?" pandangan Adel beralih ke ruangan UGD saat beberapa dokter berlari ke sana.

Adel berdiri untuk mengintip kedalam ruangan Sesi. Ia berjalan masuk. Senyumnya terbit melihat Sesi terbaring dengan damai.

Menarik kursi lalu duduk di samping Sesi, "kak ayo bangun. Aku dengar kakak mau cari tahu siapa yang menabrak aku kan? Ayo kita bongkar sama-sama," Adel menggenggam tangan Sesi.

"Aku udah ingat. Aku ingat semuanya, sekarang kak Sesi bangun yah," mata Adel beralih menatap tangan Sesi saat merasakan pergerakan.

Segera ia memencet tombol di atas brankar Sesi. Tak lama seorang dokter dan beberapa suster datang langsung mengecek keadaan Sesi.

Sesi perlahan membuka matanya, kembali menutupnya erat saat merasakan kepalanya seperti akan pecah, telinganya berdengung  menambah rasa sakitnya.

"Bawa ke UGD sekarang!" teriak sang dokter yang langsung di turuti oleh suster. Adel panik, gadis itu membantu mendorong brankar Sesi.

Ia terhenti di depan pintu saat dua orang suster menutup pintu, menyuruhnya tunggu di luar. Adel lagi-lagi menangis, ia berjalan mondar-mandir.

Beberapa menit kemudian pintu ruangan terbuka, menampilkan dokter yang tadi membawa Sesi. Dokter itu tersenyum membuat Adel merasa tenang.

"Dia tidak apa-apa," ucap dokter mengerti tatapan Adel.

Dokter memberi akses Adel masuk ke ruangan, "kak," lirih Adel langsung memeluk Sesi.

Tangan Sesi terangkat, mengelus rambut kembarannya, "gue baik-baik saja," ucap Sesi tenang.

"Kamu ih, buat aku takut," Adel memeluk Sesi erat. Sesi tersenyum, menatap Adel sayu.

Adel melonggarkan pelukannya, "aku udah ingat kak," ucap Adel membuat senyum Sesi luntur. Detik berikutnya senyum itu kembali terbit, bahkan lebih lebar.

"Bagus dong. Lo udah ga lupa gue, gue seneng," aku Sesi.

"Kamu udah makan?" tanya Sesi di balas gelengan Adel. Sesi tersenyum teduh, "makan, nanti gaada yang rawat aku," senyum Adel mengembang mendengar Sesi mengganti kata lo-gue menjadi aku-kamu.

Adel mengangguk patuh, "tapi siapa yang jaga kak Sesi?" Sesi menujuk tirai yang tertutup tepat di sebelahnya. Adel hendak memeriksa siapa di balik tirai itu namun, Sesi lebih dulu menggeleng.

"Makan gih," perintah Sesi. Adel mengangguk lemah, ia keluar dari ruangan itu lalu menuju kantin di rumah sakit. Tidak munafik, dia sedari tadi menahan lapar. Adel menunggu Revan tetapi, kakak lelakinya itu belum balik sejak satu jam yang lalu.

Belum lama Adel pergi Revan sudah datang. Ia membuka ruangan rawat Sesi namun tak menemukan siapapun di sana.

Revan menyimpan tasnya. Berjalan keluar mencari Adel. Namun, malah bertemu dengan dokter yang merawat Sesi.

"Dokter di mana adik saya?"

"Oh dia di pindahkan di ruangan UGD," ucap Dokter, "Revan tunggu," lanjutnya saat Revan hendak berlalu.

Revan berhenti, "saya mau bicara sesuatu sama kamu. Ayo keruangan saya dulu," ucap dokter yang memiliki nama Darma. Revan mengangguk meski sangat ingin bertemu Sesi, tapi dia tahu jika Dokter Darma memanggilnya untuk berbicara soal perkembangan Sesi.

RAPUH [TAMAT dan SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang