"Pada dasarnya semua orang itu sama. Hanya melihat tanpa mendengar, hanya mendengar tanpa melihat." - Sesilia Rose Hana
***
Adel masih berdiri di ujung rooftop. Air matanya kembali jatuh saat mengingat ucapan ibunya tadi. Adel membuka masker yang dipakainya kemudian ia masukkan ke dalam saku.
"Ibu! Ayah!" teriak Adel dengan air mata yang sudah mengalir deras.
"Aku rindu," lirihnya.
Adel menghapus air matanya. Bukannya ia wanita kuat? Kenapa ia jadi lemah dengan terus menangis?
Gadis itu naik ke dinding pembatas gedung lalu merentangkan kedua tangannya. Menikmati hembusan angin pagi menjelang siang. Hal itu cukup untuk menenangkannya saat ini.
"Gak ada gunanya lo bunuh diri. Itu akan membuat lo terlihat bodoh," Adel terkejut dan untungnya ia masih bisa menjaga keseimbangannya.
Sepertinya Adel pernah mendengar suara itu, "turun!" ucapnya lagi.
Adel menurunkan tangannya kemudian melirik lelaki yang sedang berdiri santai di samping dengan tatapan tajamnya. Nah kan Adel merasa pernah mendengar suara itu. Ternyata suara orang yang bersamanya di kang siomay waktu itu.
"Gue gak sebodoh itu," ucap Adel lalu duduk.
Lelaki itu menoleh heran. Jelas-jelas ia mendengar teriakkan gadis itu dan melihatnya hendak loncat.
"Lo jatuh gue nggak tanggung," ujarnya melihat Adel malah duduk bukannya turun.
Adel menoleh pada lelaki di sebelahnya, "gue nggak akan bunuh diri. Tapi makasih perhatiannya," ucap Adel tulus.
"Gue nggak anggap itu sebagai perhatian," ujar lelaki itu.
Adel tersenyum singkat, tidak merasa tersinggung mendengarnya. Ia sudah biasa mendengar kata-kata yang bahkan lebih kasar yang sering orang ucapkan.
Lelaki itu melirik Adel yang berusaha turun. Saat melihat pergerakan Adel dengan cepat ia menarik gadis itu hingga keduanya terjatuh ke lantai.
Bukannya membantu Adel yang sedang meringis memegang dahinya yang sempat menempel di lantai lelaki yang tak diketahui namanya itu bangkit lebih dulu.
"Kenapa lo tarik sih?" tanya Adel heran.
"Kalau gue gak narik lo cepat, bisa-bisa gue repot berurusan dengan polisi," ujarnya panjang yang malah semakin membuat Adel bingung.
"Maksu-" ucapan Adel terhenti saat merasakan tangannya yang memegang dahinya basah.
Adel menurunkan tangannya dan melihat darah di tangannya, "shit," umpat Adel kesal.
Adel mengambil topinya lalu menutup dahinya dengan topi. Adel berdiri namun rasanya kepalanya bertambah pusing.
Sedangkan lelaki tadi masih berdiri menatap Adel, "oh ayolah," ucapnya malas lalu mengambil sapu tangannya di saku kemudian mengambil topi Adel dan di gantikan dengan sapu tangannya yang menempel di dahi Adel.
Ia juga masih punya hati nurani untuk tak membiarkan gadis bodoh di hadapannya mati karena kehabisan darah.
"Kepala gue bocor," ujar Adel mulai panik karena darah itu tak mau berhenti mengalir.
"Nggak usah lebay," ucap lelaki itu duduk di hadapan Adel dan menyuruh Adel naik ke punggungnya.
Tanpa menunggu lama Adel langsung naik ke punggung cowok di depannya. Sebenarnya Adel sedikit malu tapi ini demi keselamatan dirinya agar tak mati kehabisan darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAPUH [TAMAT dan SUDAH TERBIT]
Teen Fiction(Rapuh bisa di pesan di Teori Kata Publishing) ~Hidup yang tak di inginkan dan mati dengan percuma~ Adel atau Sesi, Sesilia Rose Hana atau Adelenha Areiti Hana. Tumbuh menjadi gadis yang tangguh dan kuat. Berawal dari kejadian fatal hingga muncul be...