26. KEDEKATAN

4.4K 306 85
                                    

Kalau lupa, baca part sebelumnya dulu yaps!

Pembaca yang baik adalah mereka yang tau caranya menghargai karya orang lain.

****

"Ting!"

Mulanya Senja melangkah seperti biasa. Dengan wajah merenggut sebab masih dalam mode badmood. Hingga suara berat memanggil itu masuk menyapa telinganya. Ia mulai berhenti berjalan. Hanya untuk sesaat lantaran jika dipikir-pikir orang itu tidak memanggil namanya. Lantas untuk apa ia hiraukan?

"Woi, Ting!"

Namun masalahnya, suara itu malah terdengar lebih nyaring. Senja memutar bola matanya malas dan memutuskan untuk berbalik badan daripada terus diserang rasa penasaran.

Begitu menoleh, Senja malah mendapati seorang cowok berdiri tegap memandangnya dari kejauhan. Dengan wajah sedatar papan triplek Langit melambai pelan. Berarti anak itu yang memanggilnya? Dasar sialan!

"Kenapa sih manggil Tang Ting Tang Ting? Emangnya aku Ayu Ting-Ting-"

"Sinting." Sabar Langit sesaat sebelum menyengir tanpa dosa.

Wajah Senja sudah memerah padam. Napasnya memburu dan kedua tangannya mengepal. Selama Langit mengambil langkah mendekatinya, ia sudah memikirkan kira-kira apa yang bagus untuk balas dendam?

Dan ya. Pilihan Senja jatuh pada tulang kering. Begitu Langit berdiri menjulang di hadapannya, tanpa berpikir panjang Senja menendang kaki cowok itu membuatnya gelonjotan persis seperti cacing kepanasan.

"ARGHHHHHHH!! SAKIT!!"

Melihat bagaimana Langit memegangi kakinya dan mengaduh kesakitan tak juga membuat Senja merasa iba. Biar saja. Toh jika dengan para murid SMA Arwana yang lain, Langit sering melakukan hal yang sama.

Senja malah bersedekap dada sambil berkata, "Makanya jangan suka gonta-ganti nama orang. Kamu tuh lebih dari ngeselin. Kamu kan juga kejam."

"Eh lo yang nendang, lo juga yang ngatain gue kejam!"

Untuk sesaat Senja berlagak menghela napas berat. "Ya mau gimana lagi? Siapa suruh kamu mancing aku duluan. Udah tau aku lagi kesal."

Langit menggeleng tidak habis pikir. Senja ini badannya kecil tapi tendangannya bukan main. Langit sama sekali tidak berbohong saat meringis karena kakinya teramat sakit. Ia ingin menendang balik saja jika seandainya Senja bukan seorang gadis.

Kalau bisa sampai mental saja sekalian.  Tapi entahlah Langit akan kembali menimangnya sebab bertengkar dan adu omongan dengan gadis berambut cokekat itu sampai dia kesal akhir-akhir ini terasa mengasyikan.

Melihat bagaimana orang-orang yang berlalu lalang mulai menghentikan langkah mereka demi menonton Langit dan Senja membuat Langit diam-diam tersenyum miring. Sepertinya untuk kali ini saja, dia perlu acting.

Sementara Senja yang berdiri di hadapan Langit yang tengah duduk di lantai mulai menurunkan kedua tangan. Ia sadar betul jika orang-orang yang melalui mereka mulai berbisik. Beberapa di antara mereka memandang takjub atas keberaniannya terhadap Langit Angkasa. Sedang sebagian lainnya menyorot tajam. Kini, ia menjadi pusat perhatian.

Perlahan Senja merunduk. Memang, Langit nampak kesulitan berdiri dan wajahnya nampak pucat. Bohong jika Senja tidak merasa sedikit kasihan. "Mau dibantuin berdiri?"

"Enggak. Nggak usah. Padahal gue cuma mau ngembaliin ini aja," ujar Langit menggerakkan kotak makan miliknya lantas melengos begitu saja.

Lalu entah darimana datangnya, tiba-tiba Senja merasa bersalah. Ia boleh saja kesal, namun tidak seharusnya ia melampiaskan pada orang.

Langit Senja [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang