13. SEPATU DARI LANGIT

5.2K 485 102
                                    

Pembaca yang baik adalah mereka yang tau caranya menghargai karya orang lain.

🎶Tulus - Sepatu

Tempat yang pernah kita pijak malah menjadi pengingat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tempat yang pernah kita pijak malah menjadi pengingat. Tawa milik Senja kala itu, malah membuatku terbeku karena mengingat kamu.
_Langit Angkasa Perwira.

****

"Kenapa lo? Susah naiknya?"

Langit bertanya ketika Senja yang berada tepat di sampingnya itu menatap ragu pada motor Langit sampai cowok itu mengerutkan kening. Gadis itu masih saja geming.

Tidak ada bunyi suara cemprengnya yang keluar. Langit kemudian menunduk memperhatikan kepalan tangan Senja yang menyentuh paha. Langit yang peka lantas menghela napas untuk kemudian melepas jaket yang ia pakai dan menyodorkan-

Tidak-tidak, bukan disodorkan melainkan dilempar yang membuat Senja sedikit terkesiap menangkapnya.

"Enggak usah ngode-ngode segala. Gue bukan anak TK," sahut Langit tanpa menoleh lagi pada Senja.

Bukannya mengucap terimakasih, Senja malah mengernyit bingung. Masalahnya jika ia lihat dari sebagian besar film atau drama adalah lelaki memberikan jaketnya untuk melindungi perempuan ketika hujan datang. Lah ini tidak ada angin, tidak ada hujan? Apa Langit tahu apa yang ia pikirkan?

"Iya gue tau."

Senja terbelalak. Langit anak indigo, dukun, bisa baca pikiran orang atau bagaimana? Belum sempat mengucapkan sepatah dua patah kata, pemilik netra setajam elang itu yang kini bertengger di atas motor besar berwarna merah itu kembali melanjutkan ucapannya barusan. "Masa harus gue perjelas lagi sih? Itu buat nutupin kaki lo. masa buat gantiin sepatu lo itu. Jelas jaket gue lebih mahal dua kali lipat daripada sepatu lo yang harus putus di pinggir jalan."

Padahal Senja ingin memuji tingkat kepekaannya yang tinggi, tetapi sudahlah itu hanya pikiran yang terbesit sekejap mata saja karena setelahnya Senja mengigit bibir menahan kesal. Mulut seperti Langit sepertinya halal untuk dilakban.

"Udah ayo naik jangan kayak bocah yang ngambek karena disuruh pulang sama bapaknya begitu." Langit melirik sinis. Dengan sigap ia memakai helm, menyalakan motor bersiap untuk melaju secepatnya termasuk jika Senja belum naik di atas boncengannya sekalipun

"Iya-iya, sabar dong."

Memang dasarnya anaknya tidak sabaran, Langit terus berdecak meminta Senja mempercepat geraknya mengikat lengan jaket di pinggang guna menutupi rok selutut yang membuat kedua pahanya terlihat. Begitu Senja menaiki motor besar itu, tanpa aba-aba Langit melesat pergi yang sontak membuat Senja merasa seperti triplek terbawa angin. Jantungnya syok bukan main.

Langit Senja [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang