Denting jam menggema, menguasai keheningan ruangan berukuran 4x5 meter yang berisi dua gadis jelita. Dua jarum jam yang menghias sudah menunjukkan waktu hampir tengah malam, namun keduanya masih saja terjaga.
Sama sama merebahkan tubuh, menutup tubuh mereka dengan satu selimut untuk bersama. Saling menghangatkan diri dari terpaan angin Air Conditioner, yang di setting oleh sang empu cukup rendah. 19° celcius. Agar supaya kekasihnya itu ndusel mencari kehangatan pada dirinya. Modusnya dek shani.
Tak ada lontaran canda juga pertanyaan random nan nyeleneh yang biasanya menjadi pengisi dari keduanya. Sunyi, semenjak sang gadis 167cm itu memutuskan membawa pergi wanita yang tingginya selisih 7cm itu kembali ke kamarnya. Enyah dari ruang keluarga yang luas namun terasa pengap untuk dirinya.
Dengan alasan gadisnya itu lelah dan mengantuk, sudah waktunya gracia untuk istirahat, biar ga sakit katanya. Shani sukses membawa kabur Gracia kedalam ruangan sarat privasi miliknya. Tak sabar rasanya untuk segera merengkuh tubuh mungil itu dalam rentangan tangannya yang sangat cukup untuk melingkup keseluruh tubuhnya. Hmmm posesif.
Tapi kenyataannya, dalam kamar yang kini sudah dalam keadaan remang itu, keduanya hanya diam berjuta bahasa. Terkungkung pada fikiran masing masing. Sisi over negative thinking shani begitu mencengkeram fikirannya. Tak jauh beda dengan gadis yang tidur disebelah kanan.
"Gre?", panggilnya, mengubah posisi menjadi menghadap kekasihnya.
Kesepakatan yang dibuat tepat 15 menit setelah resminya hubungan mereka berdua, memanggil gracia hanya dengan nama. Jika mereka sedang berdua tentunya.
"Iya shan?", gracia yang sedari tadi terlentang hanya memandangi langit langit kamar, menoleh pada gadis kesayangannya disebelah.
"Sini", Shani mengelus elus lengannya sendiri yang terentang. Tersenyum manis.
Gracia langsung saja mendekat, memberingsut pada tubuh kekasihnya. Gracia menumpukan kepalanya dengan bantalan lengan dekat bahu shani. Memeluk erat tubuh gadis tinggi itu. Menenggelamkan wajahnya dalam lipatan ketiak shani. Menghidu banyak banyak aroma tubuh shani yang begitu harum di indra penciumannya.
Fikiran yang sebelumnya menggerayang, semakin kusut namun sekejap juga mulai terurai. Memikirkan bagaimana cara agar secepat mungkin mengatakan pada seluruh dunia jika wanita 22 tahun yang sekarang tengah memeluk dirinya dan menenggelamkan wajahnya pada dadanya itu adalah miliknya.
Hanya miliknya. Shania gracia milik Shani Indira Natio.
Bukan milik orang lain, selain Tuhan, orangtua, adik, juga dirinya sendiri tentunya.
Gracia mampu merasakan lengan shani yang lain semakin erat mendekapnya. Membuat badannya yang sudah tak mempunyai jarak dengan raga sang indira semakin masuk lagi.
"Kamu kenapa?", seolah semakin eratnya rengkuhan itu, mampu menyiratkan rasa juga warta dari sang pujangga kepada wanita yang dicinta tanpa perlu melontarkan kata.
Bahasa kalbu yang dikirimkan lewat sentuhan, usapan, cumbuan, pun banyak cara juga gestur raga yang sangat cukup menyampaikan afeksi juga perasaan hebat lainnya yang meraja dihati.
Disampaikan begitu tepat oleh shani, diterima begitu jelas oleh gracia.
Hal itu serta merta membuat kedua kelopak mata gracia mulai terpejam. Tidak membiarkan kesadarannya begitu saja direnggut oleh sang kantuk, ia hanya memejamkan pandangannya.
Nyaman yang teramat sangat gracia rasakan saat ini. Perasaan seperti tak akan pernah ada seorang pun yang berani menyakitinya, karena ada shani yang akan selalu menjaganya. Tak akan pernah ada seorang pun yang melukainya, karena ada shani yang akan selalu disisinya. Dan tak akan pernah ada seorang pun yang akan membuatnya membagi hati, karena shani sudah merebut seluruh yang gracia punya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEDICAL LOVE 💉 (final)
Novela JuvenilGxG 18+ (beberapa part) Medis Romance Fiksi Shani Indira natio Shania Gracia