Musim bulan desember sepertinya sedang satu frekuensi dengan musim hati gracia. Sama sama mendung, sama sama hujan, sama sama dingin.
Dalam fikiran gracia sekarang, sedang berkecamuk banyak sekali hal. Ya pekerjaannya, juga hatinya. Gracia sedang rindu. Rindu yang entah terbalaskan atau tidak. Rindu yang membuncah tanpa bisa diungkapkan. Terlalu takut juga ragu atas gambaran terakhir pertemuan yang harusnya bahagia, malah berbalik duka. Kecewa bercampur amarah yang dikekang ego dan gengsi satu sama lain untuk mengungkapkan perasaan di hati.
"Kak? Kamu kok ngelamun? Ada apa?".
Suara lembut itu mengembalikan gracia pada kesadarannya yang sempat melanglang buana ke suatu tempat bersama orang yang terkasih.
"E-engga kok bunda", elak gracia.
"Kamu bisa bilang engga, tapi kamu gabisa boongin bunda, kak".
Ya, bagaimana pun gracia menutupi ketidak baikan hatinya, sang bunda akan dengan mudah menebak apa yang salah pada dirinya. Gracia berniat untuk bercerita tentang keresahan hati yang belakangan melandanya. Keresahan hati karena sudah dua hari shani tak mau membalas pesan yang ia kirimkan. Jangankan terbalas, terbaca pun tidak. Berpuluh telfon juga videocall pun semua diabaikan. Membuat gracia merasa kalut.
Didiamkan shani membuat hari harinya terasa hampa. Sekalipun niko semakin hari semakin gencar mendekatinya, spam chat yang diterimanya dari niko pun tak mampu membuat hari harinya bersemangat. Tidak seperti jika gracia menerima chat dari shani walaupun hanya berisi peringatan untuk jangan lupa makan, minum air mineral dll, itu bisa membuat pipi gracia bersemu merah.
Tergelitik seperti ada ribuan kupu kupu berterbangan di perut dan dadanya, juga debaran yang semakin kencang juga cepat. Tanda tanda seseorang jatuh cinta. Tapi bagaimanapun gracia harus jujur pada naomi. Setidaknya gracia punya pandangan akan bagaimana kedepannya jika gracia memutuskan untuk hidup bersama shani.
"Bunda, gre pengen cerita", rengeknya yang mendekat pada tubuh wanita yang melahirkannya itu.
"Sini, kamu mau cerita apa, hm?", tanya naomi sambil memeluk putrinya yang sekarang justru menenggelamkan wajahnya diceruk leher milik bundanya.
"Gre minta maaf, bunda", empat kata yang terlontar itu mampu membuat dirinya bingung. Hal apa yang terjadi pada gracia hingga dirinya meminta maaf.
"Emang gre bikin salah apa sama bunda?".
"Gre mau jujur, tapi gre takut bunda marah"
"Gapapa, coba bilang sama bunda. Gre bikin salah apa?".
"Bunda, kalo gre suka sama shani, apa bunda bakal marah sama gre?", ucapnya yang semakin merapatkan pelukannya. Takut jika sang bunda marah dan tidak terima atas penyimpangan yang dia alami.
Sedangkan naomi hanya diam. Sedikit terkejut karena penuturan anak sulungnya itu.
Menyadari reaksi sang bunda, gracia mulai terisak dalam pelukannya. Kecewa, pasti itu yang sang bunda rasakan. Sesak, rasa itu menjalar kesemua rongga hatinya. Belum juga memulai hubungan, gracia harus terluka lebih dulu, setidaknya lukanya belum seberapa besar. Mungkin. Gracia ragu. Rasanya pada shani sepertinya sudah terlampau besar. Juga dalam.
"Gre minta maaf bunda.. hiks".
"Kalo bunda mau marah, gre terima. Bunda mau gre gimana, gre bakal turutin".
Sejujurnya naomi bukanlah tipe orang tua yang konservatif. Pikirannya luas, termasuk untuk menyikapi perbedaan yang ada dalam diri gracia. Pasti ada alasan, kenapa anaknya bisa terjebak dalam lingkaran cinta yang terlarang.
"Bunda ga marah, kak", ucapnya lembut.
Gracia mengendurkan pelukannya, mendongakkan wajahnya yang sedari tadi tenggelam ke arah wajah teduh nan ayu sorang Shinta naomi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEDICAL LOVE 💉 (final)
Teen FictionGxG 18+ (beberapa part) Medis Romance Fiksi Shani Indira natio Shania Gracia