Tujuh hari sudah berlalu. Terhitung sejak Shani dengan amarah membara meninggalkan ruang tamu keluarga. Shani masih saja menundukkan kepala. Hal itu terjadi setidaknya sudah selama lima hari belakangan.
Sesekali menegakkan badan hanya untuk memutar sedotan yang ada pada gelas isi es teh favoritnya. Tanpa meneguk satu mili pun air itu. Kantin sekolah itu ramai, bahkan bisa dibilang terlalu ramai, karena beberapa murid yang datang belakangan terpaksa harus makan di gazebo karena tak kebagian tempat duduk. Riuh candaan bahkan tawa terbahak sama sekali tak membuat Shani bergeming. Dirinya masih tenggelam dalam pikiran pikiran yang hanya dia yang tau.
Hal itu membuat Desy dan Yona yang melihatnya merasa iba. Keduanya hanya bisa saling bertukar pandang. Mereka berdua tau, dan amat paham dengan apa yang sedang melanda Shani. Teringat beberapa hari kemarin, Shani begitu semangat dan antusias menceritakan bagaimana akhirnya anak SMA itu mendapatkan seluruhnya dari Gracia. Memamerkan kissmark di beberapa titik di leher jenjangnya, dengan sangat bangga. Walaupun ia juga harus menerima pukulan dari Desy, dan jeweran yang cukup membuat telinga bahkan lehernya merah dari Yona. Bahkan kedua sahabatnya itu terheran, darimana Shani belajar hal hal semacam itu, namun tak apa. Kedua sahabatnya itu tak akan meninggalkannya sendiri.
Namun, tak lama ingatan Shani pada rencana Niko yang ingin mempersunting Gracia, kekasihnya kembali menyerang. Berakhir dengan Shani yang menangis terisak dalam diam karena takut akan masa depannya bersama Gracia yang sewaktu waktu dapat berubah.
Mata desy kembali berkaca kaca, saat melihat bahu shani yang bergetar, bergerak naik turun. Walaupun tak bersuara, tapi ia tau, Shani sedang kalut. Sisi overthinking gadis berwajah dingin itu pasti kambuh. Ia yakin, wanitanya itu tak akan meninggalkannya. Tapi jika diingat lagi, amat mudah bagi Tuhannya membolak balikkan hati hambaNYA.
Mungkin saat ini wanitanya itu ada dalam dekapan erat asmara miliknya, namun belum tentu besok dia masih ada dalam kuasanya. Belum tentu lusa dia masih akan mendambanya sepenuh cinta. Tak ada yang bisa memastikan. Hanya waktu yang bisa menjawab. Shani hanya bisa berlaku sealur jalan yang sudah ditetapkan. Lagi.. Shani takut kembali. Sedangkan Yona bahkan sudah beberapa kali menyeka air matanya karena tak tahan melihat Shani yang hopeless seperti sekarang.
Selama 11 tahun, Yona dan Desy mengenal Shani, tentu saja mereka sangat paham dengan sifat gadis ayu itu. Si cuek, yang walaupun beberapa kali gagal dalam urusan asmara, Shani sama sekali tak pernah menangis. Selain karena Shani tak sepenuhnya mencintai kekasihnya, atau karena saat dia begitu mencinta, kekasihnya berkhianat. Tapi untuk kali ini, berbeda. Kedua sahabat itu bisa menyimpulkan kalau Shani sudah se jatuh itu pada suster kesayangannya.
"Lu kenapa, Shan? Masih kepikiran sama rencana si sipit?", ucap Yona yang tak tahan terlalu lama diam.
"Shani ga apa apa kok, mah". Jawab Shani menghela nafas panjang.
"Lu jangan bohong, Shan."
"Shani ga bohong, mah".
"Mana ada ga apa apa tapi lu nangis begini. Kreatif dikit kalo mau ngebohong, bego", umpat Desy.
"Ck! Pada bala!", protes Shani
"Kita bakal bantu lu, Shan. Lu ga usah khawatir". Yakin Desy sambil mengacak pelan rambut Shani. Namun, hal itu sepertinya tak juga cukup membuat Shani tenang.
"Tapi semua kemungkinan itu bakal selalu ada, Ci".
"Iya gue tau tap.....si anjir, bukannya hibur anaknya yang lagi sedih, malah ngegares aje. Bakso anak lu, lu embat juga?! Bener bener!" Tegur Desy yang melihat Yona justru menusuk baso milik Shani lalu dimasukkan kedalam mulutnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEDICAL LOVE 💉 (final)
Teen FictionGxG 18+ (beberapa part) Medis Romance Fiksi Shani Indira natio Shania Gracia