part 39

5.4K 566 148
                                    

Shani duduk mematung sendiri. Merasa menjadi orang asing disekitar orang orang yang ia cintai, kecuali Niko dan Andela tentunya. Ia masih bergumul dengan akal sehat yang ia miliki. Saat luka yang ia punya, diberikan oleh orang terkasihnya sendiri.

Kelenjar Lakrimal Shani nampaknya tak dapat lagi bereproduksi, ditandai dengan tidak ada lagi air mata yang bisa menetes. Sudah tak ada lagi kesedihan yang bisa ia ungkapkan lewat cairan bening dari kelopak matanya yang indah. Hanya ia sendiri, memeluk diri dalam dekapan belas kasih yang cuma dirinya sendiri yang memberi.

Gelak tawa menggema. Senyum mengembang sempurna. Shani hanya bagai angin lalu. Tak ada satu orang pun yang melirik sedikit padanya.

"Kak Gre?" panggilnya, cukup membuat beberapa tawa mereda. Beralih pandang pada Shani yang menunduk, sambil meremas tangan sendiri.

"Iya, Shan?"

"Boleh Shani ngomong sebentar?"

"Sok aja."

"Kak Gre udah yakin sama pilihan kak Gre?"

"Sangat, Shan. Aku sangat yakin sama pilihanku."

"Terus hati aku gimana, kak?" tanya Shani lirih. Kata yang terlontar itu, terdengar begitu pilu.

Senyum Gracia luruh. Tetapi, secepatnya ia menaikkan lagi segaris senyumnya. Melepas genggaman laki laki yang sebentar lagi akan jadi suaminya, mendekati Shani yang matanya kini semakin memburam.

"Shani sayang kan sama aku?" Tanya Gracia, bersimpuh didepan Shani.

"Banget. Sayang banget."

"Shani cinta sama aku?" Shani mengangguk mantap tanpa keraguan.

"Shani pernah denger ga? Level tertinggi kita menyayangi dan mencintai seseorang itu apa?"

Gadis itu menggeleng. Bukannya ia tak tau, namun ia sedang mencoba untuk meyakinkan dirinya jika bukan itu yang akan Gracia jadikan senjata. Ia tau, arah omongan wanita dihadapannya ini mengarah kemana. Shani sedang melawan kenyataan.

Gracia menghela nafas panjang. Sedikit mengumpulkan kesabaran untuk menjelaskan pelan pelan. Berharap Shani mau mengerti dan menerima, sampai dirinya tak harus terus terusan merasa bersalah dan berdosa pada Shani. Senyum Gracia lagi lagi mengangkat.

"Shani, level tertinggi seseorang dalam menyayangi dan mencintai, adalah mengikhlaskan. Setidaknya kalo kamu ikhlas aku sama kak Niko, aku bakal tau seberapa dalam cinta dan sayang kamu ke aku, Shan." ucap Gracia lirih namun penuh penekanan. Ia tau jika Shani keras kepala, tapi ia tak menyangka jika Shani se keras kepala ini. "Ikhlasin aku, ya, Shan?" pintanya penuh permohonan. Mata yang teduh itu biasanya menenangkan dan begitu candu untuk ditatap, tapi kini sama sekali tak ada keteduhan itu.

Tidak. Shani benci kalimat itu. Mengikhlaskan kekasihnya diperistri oleh seseorang lain yang bukan dirinya? Mengikhlaskan jika nanti ia harus melihat biduk rumah tangga kekasihnya bersama dengan kakak kandungnya?. Ikhlas model apa yang harus Shani pakai dalam keadaan seperti itu?

"Tapi, ga ada teori macam begitu kak Gre. Ga ada literatur manapun, jurnal apa pun yang bisa mengabsahkan Ikhlas sebagai bentuk tertinggi mencintai?"

Gracia tertegun, gadis di depannya semakin mature fikirannya. Berbeda jauh saat awal mereka berdua saling pendekatan.

"Itu cuma buah fikiran manusia yang sedang berusaha berdamai dengan keadaan dan dirinya sendiri kak. Usaha seseorang untuk bisa berhenti mencintai dan berjuang untuk hatinya sendiri."

Gracia semakin terpojok. Mati langkah menghadapi fikiran Shani yang terlampau logis. Sialnya, Shani menangkap gelagat Gracia yang sudah tak bisa melakukan pembelaan apapun. Menghela nafas panjang walaupun sulit, Shani mencoba sedikit mengalah. Mundur satu langkah agar Gracia tak lemas karena tercekik oleh pertanyaan dan pernyataannya.

MEDICAL LOVE 💉 (final) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang