part 37

6.7K 643 118
                                    

Hati Gracia terasa nyeri, seperti ada sesuatu tak kasat mata yang dengan lancangnya meremas lalu memporak porandakan hatinya.

Isakan Gracia semakin kencang, terlihat dari tubuh yang gemetar, dan bahunya yang naik turun semakin intens. Dirinya kalut, takut akan hal hal yang diluar kendalinya, yang kini malah mulai bersliweran. Bahkan untuk berfikir sedikit lebih tenang dan jernih pun rasanya tak mudah bagi Gracia.

Untuk sekedar bernafas, mengisi rongga ribuan kantong alveoli yang harus melakukan tugasnya menukar karbon dioksida dengan oksigen pun rasanya sulit baginya. Semua ini tak pernah terlintas sedikit pun di benak Gracia. Membayangkan saja, ia juga tak pernah.

"Shani, bangun Shan. Please, Shan." ucapnya meminta belas kasih pada semesta dan juga Pemiliknya, ditengah tengah rasa putus asa yang mulai menyerang. Ia sangat takut atas kehilangan. Tak terkecuali takut kehilangan tambatan hatinya yang sudah menyembuhkan luka yang menganga bertahun tahun lamanya disalah satu sudut hatinya.

Dulu, bahkan hingga sekarang, tidak sedikit orang yang menawarkan diri sebagai penawar luka, penyembuh lara. Mendekati Gracia dengan berbagai cara, dengan berbagai bualan dan bukti bukti tak penting sebagai penguat niatan. Sayangnya, 99,9% manusia itu, harus rela balik kanan, lalu pergi dengan cinta yang tak bersambut. Gracia selalu menolak dengan halus. Namun rasanya  tetap saja bagaikan pedang yang menghunus.

Namun, seorang Shani Indira hadir dalam hidupnya tanpa di duga duga. Tanpa banyak cara, bahkan tanpa usaha apa apa, ditengah kesadarannya yang hilang, Shani justru bisa mengambil keseluruhan hati Gracia, tak lagi hanya separuh. Menjadi penyembuh yang dahsyat atas segala lara Gracia.

Rapalan kali ini Gracia panjatkan untuk kekasihnya. Tangan Gracia pun kini sudah terselimut darah yang anyirnya semakin kencang menusuk penghidunya, hal itu bahkan sama sekali tak bisa memukul mundur Gracia, barang satu senti pun. Beberapa kali ia memanggil, sesekali menepuk pelan pipi Shani untuk mengembalikan kesadaran gadis itu, namun tak kunjung mendapatkan respon. Ia semakin takut. Putus asa kini mulai menyerang logikanya.




Ctek!! (itu suara kek aktifin peluru kalo mau nembak pake pistol, kek gt kan suaranya?)




"Siapa disitu?" Suara itu terdengar cukup keras, membuatnya terlonjak kaget.

Tak ada jawaban, Gracia melihat sekelilingnya, berjaga jika ia akan jadi korban selanjutnya atau malah Shani yang kembali akan mendapatkan kesakitan. Sekelilingnya hanya ada gelap, sunyi dan dingin. Kesabarannya seolah dipermainkan oleh keadaan malam ini.

"Siapa disitu?! Keluar!!"

"Kamu ada dendam sama saya? Kalo iya, kenapa harus Shani yang jadi korban? Kalo ada masalah sama saya, anda bisa bicarakan baik baik dengan saya, bukan gini caranya!!" Teriak Gracia yang nafasnya memburu karena sudah begitu tersulut emosi.

Lagi dan lagi, hening kembali meraja. Sedangkan ia masih memutar tubuhnya kesembarang arah. Mencari keberadaan sang tuan pemilik suara yang tadi ia dengar. Tapi, matanya sama sekali tak menangkap sosok lain, selain dirinya sendiri dan juga gadisnya yang sudah lunglai tak sadarkan diri di kursi.

Rasa rasanya Gracia hampir gila, terjebak dalam keadaan yang baru pertama kali seumur hidupnya seperti ini.



"DUUUUUUAAAARRRRR!!!"







"Shani!!!!"























Gracia masih diposisi jongkok sambil menenggelamkan wajahnya di tekukan lututnya. Tubuhnya bergetar hebat karena ketakutan. Rasa rasanya ia ingin lepaskan kedua bola matanya, jadi ia tak usah repot repot melihat kejadian yang ada dihadapannya.

MEDICAL LOVE 💉 (final) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang