Part 47

6.9K 660 41
                                    

Setelah selesai melakukan beberapa pemeriksaan, akhirnya Shani bisa dipindahkan ke kamar inap biasa.
Shani menempati salah satu kamar VVIP, yang berada di lantai 8, rumah sakit tersebut. Ia sendirian dikamar itu, ditinggal oleh Boby yang harus ke kantor karena ada meeting yang tak bisa dibatalkan, Shania pulang karena harus mengambil beberapa pakaian ganti untuk Shani. Sedangkan Yona dan Desy, mereka berdua harus ke kampus untuk presentasi, sekalian mengurus ijin Shani untuk tidak kuliah beberapa hari ke depan.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Waktu yang sudah dinanti nanti oleh Gracia. Beberapa rekannya yang berjaga pagi pun sudah datang, sebentar lagi waktunya operan jaga, kemudian pulang. Tentu saja, Gracia tak akan pulang ke rumah, melainkan ke kamar rawat Shani. Tak sabar rasanya untuk segera bersua dengan kekasih hatinya.

Nafas lega bisa sedikit dilonggarkan Gracia. Sedikit bocoran, untungnya tak ditemukan trauma yang berat di kepalanya, tak ada tulang yang patah pula. Jadi, Gracia juga tak perlu repot mengotori tangannya untuk melukai atau bahkan mencelakai Niko. Sebagai pembalasan karena ulahnya sampai Shani menjadi korban ke egoisannya.

"Jadi bagaimana? Rekan jaga pagi ada yang mau ditanyakan ke rekan yang jaga malam?" ucap Natalia sebagai kepala ruang.

"Sementara ini, cukup." ucap Cindy.

"Oke, sebagai penutup, mari kita bersatu dalam doa. Agar kita diberi berkat dalam segala hal yang kita lakukan untuk pasien kita. Kiranya Tuhan memberi kekuatan dan kesembuhan bagi pasien kita. Memberi kekuatan, kesehatan dan juga semangat untuk rekan rekan yang akan berjaga pagi, serta perlindungan, kasih dan kesehatan bagi rekan jaga malam yang habis ini akan pulang ke rumah masing masing untuk beristirahat. Berdoa, dimulai." tuntun Natalia.

(hehehe... kalo dulu pas masih jadi mahasiswa, thothor emang dibiasain begini, ya maklum yayasan ya. So, buat kalian, apapun yang mau kalian lakukan, sebisa mungkin buat berdoa dulu ya!)

"Nitip salam ya buat Shani." ucap Mario yang berpisah dengan Gracia di depan lift.

"Iya, bang. Bang Mario hati hati ya bawa motornya."

"Siyap dek."

Perlahan, Gracia membuka pintu kamar yang tertera angka satu, beserta nama dokter penanggung jawab didepannya itu. Berhati hati agar tak menimbulkan suara yang bisa mengganggu Shani, jika saja Shani belum bangun.

Tebakannya sepertinya benar. Walaupun lampu dikamar Shani tak di padamkan, gadis itu masih terlelap dalam tidurnya. Sinar matahari lamat lamat menembus melewati celah gorden yang terbuat dari tirai bambu.

Menatap rona sang pemilik hati yang masih terpejam, membuat hatinya mengernyit resah. Rasa di hatinya bercampur baur, bahagia karena bisa memiliki wanita yang sangat mencintainya dengan luar biasa seperti Shani, lega karena keadaan Shani tak begitu buruk, marah karena situasi yang sangat tak berpihak pada hubungan keduanya, juga sedih karena ia yang jadi penyebab Shani kembali harus merasakan tragedi yang sama untuk kedua kali.

Gracia merasa gagal menjadi pasangan Shani. Merasa jika ia tak cukup pantas untuk bisa bersanding bersama Shani dengan segala kesempurnaannya. Setitik air matanya lolos begitu saja. Tak ia sadari jika air matanya jatuh tepat dipunggung tangan Shani yang ia genggam erat. Pergerakan kecil, dirasakan oleh Gracia. Cepat cepat ia seka air matanya, jangan sampai Shani melihatnya.

"H-hai. Good morning, prince charming" goda Gracia yang dibalas datar saja oleh Shani.

"Kenapa, hm? Ada yang kerasa nyeri sekarang? Di mananya? Coba tunjukkin."

Shani hanya diam menatap mata Gracia yang terlihat sembab. Berusaha menyelam sedalam mungkin pada netra kecoklatan indah seperti cantiknya telaga. Ia merasa, selain sembab yang disebabkan karena Gracia baru selesai jaga malam, rasa sedih tertampung dalam telaga pandang itu.

MEDICAL LOVE 💉 (final) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang