BAB 13

583 52 37
                                    

Marine terlihat tidak menikmati acara minum minuman beralkohol di salah satu ruang VIP di club malam milik Ric. Acara itu direncanakan oleh suami Tasya dan Ric. Sedari tadi Marine hanya memilih duduk tenang di sudut ruangan sembari menyaksikan semua orang yang sibuk dengan minuman beralkohol. Ric tentu sadar akan sikap yang ditunjukkan Marine itu. Ia sebenarnya sangat mengkhawatirkan kondisi Marine yang sedang hamil tetapi diminta hadir di ruangan penuh asap rokok.

Namun egonya berkata bahwa ia harus membuat Marine cemburu dengan membiarkan Airin bermanja - manja pada dirinya. Ya, kini Ric tengah memangku Airin yang tampil cukup seksi. Selain Tasya dan suaminya, Ric juga mengajak beberapa temannya untuk ikut dalam pesta minuman keras malam ini.

Galang nampak prihatin melihat Marine yang terlihat kesepian. Begitu pula dengan Nanda yang khawatir melihat Marine yang mulai nampak kesakitan. Tak lama kemudian Marine keluar ruangan setelah izin dengan Tasya. Nanda tanpa basa basi segera menyusul Marine. "Sebaiknya kita ke ruangan Ericko." ucap Nanda seraya memapah Marine ketika ia berhasil menyusul Marine ke arah lorong ruangan VIP.

"Mbak perut aku sakit ditendang sama anaknya Ric. Dia nendangnya bertubi - tubi." ucap Marine dengan ekspresi meringis sembari memegang perutnya.

"Ayo ikut aku!" ucap Nanda seraya memapah Marine menuju ruangan Ric. Mereka harus menaiki lift menuju lantai 20 karena di sanalah ruangan pribadi Ric berada. Tidak ada satu pun bodyguard melarang Nanda dan Marine yang menaiki lift prioritas di club milik Ric.

"Selamat malam nyonya Marine dan nyonya Nanda." ucap seorang bodyguard yang berjaga di dekat lift ruangan Ric.

Nanda memilih tidak menyahuti ucapan si bodyguard dan lekas masuk ke dalam ruangan Ric sembari memapah Marine. "Kamu tiduran dulu di kasur ini. Aku mau pesan makanan dulu." ucap Nanda seraya meminta Marine tidur di kasur.

Marine menganggukkan kepalanya dan lekas berbaring di atas kasur. Sedangkan Nanda yang hendak duduk di sofa sembari memesan makanan lewat ponselnya langsung terkejut saat melihat kehadiran Ric yang baru keluar dari lift. "Di mana Marine, Nan?" tanya Ric pada Nanda dengan raut wajah cemas.

"Di kamar. Anakmu itu bandel mas. Kewalahan itu si Marine ditendang." ucap Nanda.

"Kamu balik aja ke room biar aku yang urus Marine." ucap Ric yang langsung dibalas anggukkan oleh Nanda.

Setelah itu Ric berjalan menuju kamar yang berada di ruangan kerjanya. Pria itu tertegun usai membuka pintu saat mendapati Marine menangis tersedu - sedu sembari memegang perutnya. Setelah tersadar, Ric segera menghampiri Marine dan mengusap perut Marine yang membuncit. "Ini akibat kamu mau menutup - nutupi perut buncit. Jadi sakit kan kalau harus pakai sabuk penahan perut." omel Ric.

"Anakmu nendang berkali - kali Ric! Aku enggak ada pakai sabuk segala macam!" ucap Marine seraya menahan sakit karena perutnya ditendang sang bayi.

Ric kemudian duduk di pinggiran ranjang lalu membangunkan Marine dan membawa wanita itu ke dalam dekapannya. Setelahnya ia langsung mengelus perut Marine dengan gerakan teratur. "Langit, anak papi sayang. Jangan sakitin mami ya!" ucap Ric dengan lembut.

Ajaibnya Marine sudah tak merasakan tendangan sang bayi. Sang bayi langsung memberi respon gerakan memutar di dalam perut maminya. Ric merasakan semua itu karena tangannya dengan setia berada di atas perut Marine yang masih tertutup dress. "Marine, jelaskan saja pada Tasya bahwa kamu sudah hamil. Kehamilan ini akan membesar sayang." ucap Ric dengan hati - hati.

Marine memilih bungkam, ia terlalu enggan mengatakan kehamilannya pada orang lain. "Marine, menikahlah denganku. Apa lagi yang kamu tunggu? Ayo kita besarkan anak - anak kita!"

Marine kemudian menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bisa menikah sama kamu." ucapnya.

Ric menghela napasnya lalu mengusap wajahnya. "Kamu mau nunggu apa lagi sayang? Aku di sini sudah siap menikahi kamu. Aku yang membuatmu hamil dan aku siap bertanggung jawab atas kehamilanmu." jelas Ric yang terlihat frustasi atas sikap Marine.

"Aku enggak cinta sama kamu!" ucap Marine seraya menatap tajam Ric.

"Aku enggak mau mengucap sumpah sehidup semati jika rasa cinta itu tidak ada. Semua akan jauh lebih berantakan dari yang terjadi saat ini." sambungnya.

Ric kemudian mencium bibir Marine dengan ciuman menuntut. Tanpa diduga Marine membalas ciuman pria yang mencintainya itu. "Aku tulus Marine." bisiknya lalu mencium bibir Marine dengan lebih menuntut. Ciuman panas itu berakhir dengan percintaan yang tak kalah panas.

Marine meringis saat Ric tak menjeda pelepasannya. Pria itu secara tidak sadar melakukan klimaks di dalam tubuh Marine. "Kamu!" geram Marine sesaat setelah Ric menyudahi pelepasannya.

"Mas tahu ini salah sayang. Tapi jujur mas terlalu bersemangat sehingga lupa." bisik Ric tepat di telinga kanan Marine.

"Semua sudah menjadi bubur. Anak kita sudah berusia 7 bulan di kandunganmu. Dosa? Kita sudah pernah melakukannya dan kita sama - sama sudah dewasa." bisik Ric.

Marine menghela napasnya dan seketika merasa bodoh dengan apa yang telah ia lakukan tadi. "Udah kan? Aku mau kembali ke room." ucap Marine dengan ekspresi wajah kesal.

Melihat hal itu Ric tertawa kecil. "Maminya Langit jual mahal. Sayang, aku enggak mau sebatas ONS hari ini. Aku mau lebih lama lagi sama kamu." bisik Ric disusul mencium leher ibu dari anaknya itu.

Marine memejamkan matanya, apalagi ketika Ric dengan lihai membelai kedua payudara wanita itu. "Aku mencintaimu sayang." bisik Ric di depan bibir Marine kemudian pria itu mencium wanitanya dengan lembut.

...............

Marine kembali lebih dulu ke ruangan VIP dan membuat Tasya yang tadi khawatir langsung merasa lega. Tasya langsung memeluk Marine setibanya temannya itu di ruangan VIP. "Aku cemas banget, Mar. Kamu ke mana aja sih?" ucap Tasya.

Marine tersenyum tipis. "Tadi aku buang air di toilet luar." ucapnya.

Belum sempat Marine duduk, Ric telah kembali ke ruang VIP dengan raut wajah gembira. Ia segera duduk di sisi Airin dan wanita itu segera memeluk Ric. "Habis ngapain kamu sama dia?" tanyanya dengan berbisik pada Ric.

Ric hanya tersenyum penuh arti. Ia terlalu malas menjelaskan apa yang telah ia lakukan dengan Marine. Sedangkan Marine memilih untuk bersikap seolah tak terjadi apa - apa antara dirinya dan Ric. "Kamu beneran buang air kan?" tanya Tasya seraya mengajak Marine untuk duduk di sofa.

"Iya Tasya sayang. Kamu ini enggak percaya banget." ucap Marine seraya memegang tangan bosnya itu.

"Bau bajumu sekilas tercium bau rokok. Apa mungkin karena asap rokok di sini ya?" ucap Tasya.

Ric tersenyum karena menahan tawa setelah mendengar ucapan rekan bisnisnya itu kepada Marine. Setelah selesai merokok di balkon ruangannya tadi, Ric sempat menyentuh Marine di beberapa titik tubuh wanita itu. Terutama di perut wanita itu, Ric mengusapnya sembari berbicara dengan sang anak yang berada di rahim Marine.

"Gimana gak bau rokok, Sya. Ini club malam." ucap Marine.

Tasya menghela napasnya lalu menganggukkan kepalanya. "Ya juga ya."

Marine of SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang