Saat ini y/n sedang duduk bersama Dylan di taman depan rumah. Tidak, lebih tepatnya tiduran di atas rumput taman depan rumah.
Mereka sedang bertukar cerita tentang keseharian Dylan di sekolah dan bersama teman-temannya.
"Oh iya, Dylan penasaran gimana awal bunda bisa suka sama ayah?". Tanya Dylan.
"Awal suka ya?". Ulang y/n.
"Dulu itu terjadi kaya cepet banget, kita udah jarang ketemu karena beda universitas, terus bunda ada problem dan ayah yang bantu, kita deket lagi, terus ayah bikin bunda nyaman, dan yaa.. kita pacaran terus lanjut sampai sekarang". Sambung y/n.
Dylan terkekeh mendengarnya. Y/n jadi merasa malu sendiri.
"Kamu sendiri ada orang yang di sukain gak?". Tanya y/n.
"Ada Bun". Jawab Dylan.
"Ciee, kira-kira gimana orangnya?". Tanya y/n.
"Baik, asik juga". Jawab Dylan.
"Ihh, siapa namanya? Kok kamu gak pernah bilang sama bunda?". Tanya y/n.
"Hehehe, paman Jeno Bun". Jawab Dylan.
Senyuman y/n luntur seketika dan menatap Dylan dengan datar. Ya gak salah sih, lagian y/n ngomongnya gitu, bukannya "ada perempuan yang lagi kamu sukain gak?".
"Iya, bunda yang salah". Celetuk y/n. Sedetik kemudian Dylan tertawa terbahak-bahak.
"Aku bercanda bunda, ahahaha". Sahut Dylan.
Mereka pun tertawa bersama, namun tawa mereka berhenti ketika melihat Jena datang.
"Sore bunda, Dylan..". Sapa Jena.
"Belum inget berarti". Batin y/n.
"Suami saya gak rumah". Sahut y/n.
"Loh? Kok bunda tau kalau aku cari ayah?". Tanya Jena.
"Ya pasti tau, kan kamu suka sama suami saya, iya kan?". Jawab y/n.
Jena terdiam entah memikirkan apa, y/n bangkit dari posisinya dan berdiri menghadap Jena.
"Sadar! Ayah Jaemin itu paman kamu! Suami saya!". Sambung y/n.
"Bagus deh kalau lu udah tau, gue jadi gak perlu repot untuk pura-pura lagi". Sahut Jena.
Wow primitif, pasti tata Krama belum ditemukan disini.
"Gila ya, gue yakin sih kalau iblis pasti iri sama lu, Jen". Celetuk Dylan yang kini telah berdiri di samping y/n.
Jena yang kesal dan tak bisa membalas ucapan Dylan pun hanya mampu mengacungkan jari tengahnya.
"Ayah Jaemin bakal jadi milik gue secepatnya! Inget itu bitch". Jena.
Dylan hendak menampar Jena namun y/n sudah terlebih dahulu mencekal tangan Dylan.
"Gak perlu diingat pun semua itu sudah nempel di otak saya".
"Berubahlah selagi masih ada kesempatan Jena, saya gak mau kamu menyesal ataupun terluka".
"Tolong tempelkan kalimat saya di otak kamu, itupun kalau kamu masih punya otak".
"Ehh tapi kayanya kamu gak akan bisa deh, kamu kan gak punya otak, karena kalau kamu punya otak kamu gak akan ngelakuin ini".
Jena semakin emosi mendengarnya, dirinya pun berbalik arah dan berjalan keluar dari pekarangan rumah y/n.
"Bye!! Hati-hati di jalan ya! Jangan lupa tengok kanan-kiri!".
"Oh iya! Nanti kalau kamu ketabrak mobil, itu saya yang nabrak. Canda nabrak".
KAMU SEDANG MEMBACA
Adek Abang~BTS 3
Fanfic[DIMOHON UNTUK MEMBACA S1 DAN S2 TERLEBIH DAHULU SUPAYA MEMAHAMI ALURNYA] hidup memang bagaikan roda, tak selamanya kita akan di atas terus, terkadang kita di bawah, terkadang kita di tengah, dan terkadang kita di atas. dan seperti itulah gambaran...