Aku membuka pintu balkon, menarik napas dan meneriakannya dengan keras. "Pantaaiiii, aku datang!" teriakku nyaring. Aku berbalik badan, menatap Yuta yang sedang merapikan barang bawaan kami. "Sayang, kemarilah."
Yuta berhenti merapikan barang dan menghampiriku. Memelukku dari belakang. Aku menunjuk ke arah pantai yang airnya terlihat biru. "Pantainya cantik sekali. Sudah aku bilang, kita bulan madu ke pantai saja."
"Mm." Yuta menggigit telingaku kecil. "Karena itu kita di sini." bisiknya.
Pipiku memanas. Semenjak menikah, Yuta sering kali menggodaku. Aku jadi lebih sering olahraga jantung karenanya. Yuta-ku yang polos saat di sekolah dulu sudah menghilang berganti dengan pria dewasa yang sering kali mencuri-curi kesempatan. Aku tidak bisa lagi menggodanya seperti dulu. Jika aku melakukannya itu hanya akan menjadi senjata makan tuan.
Aku berdeham. "Sayang, ayo kita berenang."
Yuta membalik tubuhku hingga aku bisa menatapnya. "Tidak lelah? Kamu barusan mabuk kendaraan lagi."
Aku menggeleng. "Aku baik-baik saja. Ke pantai tanpa berenang itu tidak menyenangkan." seruku.
"Sayang, jangan jauh-jauh dariku. Kamu tidak bisa berenang."
Aku manyun mendengarnya. "Aku bukan anak kecil yang harus diawasi."
"Iya, kamu istriku." Yuta mengusap pucuk kepalaku. "Istriku yang manis."
Aku tersenyum lebar mendengarnya. "Tunggu aku. Aku akan mengganti baju dulu."
Yuta mengangguk.
Aku mengambil pakaian ganti yang sudah aku siapkan untuk dipakai di pantai. Berlari ke kamar mandi untuk berganti pakaian. Aku melihat diriku sendiri. Hm, ini sedikit terbuka di bagian atas. Bodo amatlah. Ini sudah yang paling 'tertutup' dari semua bikini yang aku coba di toko baju. Desna dan Karin saja sampai menyerah untuk menemaniku saat mencari bikini. Dan sebenarnya, ini bahkan bukan bikini, ini swimdress!
Aku keluar dari kamar mandi. "Bagaimana? Cantik, bukan?" tanyaku.
Yuta menatapku dari atas dan bawah. "Aku tidak menyukainya."
"Kenapa?" Aku melihat diriku di cermin. "Ini cantik kok."
"Iya." Yuta mendekat padaku. "Kamu cantik. Tapi aku tetap tidak menyukainya."
Yuta menyentuh pundak dan punggungku yang terbuka lebar lalu pahaku yang tidak tertutup. "Ini milikku. Aku tidak ingin orang lain melihatnya."
Aku memegang pelipisku. Menghela napas. Aku mengambil baju kaus Yuta dan segera memakainya. Kaus itu menutupi tubuh bagian atasku sepenuhnya. "Sudah?" Yuta mengangguk. Aku tersenyum, kebahagiaan Yuta adalah kebahagianku. Meskipun kadang suamiku itu 'sedikit' manja. Dan seperti anak kecil.
"Ayo kita pergi ke pantai!" Aku memeluk lengan Yuta.
Yuta mengikuti dengan tenang. Saat kami keluar dari hotel, aku melepaskan Yuta dan berlari duluan. Berlari ke arah air dengan riang.
"Hati-hati, Sayang!" teriak Yuta. Aku menatap ke arahnya. Melambaikan tanganku agar Yuta segera menghampiri.
Yuta berlari kecil, aku menyemburkan air ke arahnya. Pakaian yang Yuta pakai jadi basah karenanya. Yuta tersenyum, mengangkat tubuhku dan membawanya ke air bersama dengan dirinya. Yuta tahu bahwa aku tidak bisa berenang, jadi dia memelukku dengan erat. Dapat aku rasakan tangan Yuta yang melilit tubuhku.
"Sudah. Sudah." Aku manyun. "Kamu curi-curi kesempatan."
Yuta tertawa mendengarnya. Ia mengusap pucuk kepalaku. "Tidak akan ada kesempatan kedua jadi harus dimanfaatkan sebaik mungkin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis Touch (END)
Teen Fiction(FOLLOW DULU YUK SEBELUM MEMBACA! JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT JUGA BUAT PENYEMANGAT!) . . . "Aku akan menjadi antagonis untuk memilikimu." Bagaikan sebuah anugerah, Nana kembali ke masa lalu. Kembali ke kehidupan SMA-nya yang menjadi awa...