Touch 18

5.6K 698 12
                                    

Keesokkan harinya, aku kembali seperti biasa. Bangun pagi, pergi mandi, bersiap ke sekolah, memakan roti tanpa selai, dan, "Ma, Nana berangkat dulu. Nana, sayang Mama." aku menggigit bibirku, menahan senyum dan menutup pintu rumah yang kosong.

Yuta sudah menungguku, aku setengah berlari menghampirinya.

Aku tersenyum, "Selamat pagi, Yuta."

Yuta mengulurkan tangan ke pipiku, membelai singkat, terasa jejak basah di pipiku. Ternyata aku menangis tanpa aku sadari, "Aku baik-baik saja. Hanya masih sedikit tidak rela." kataku sambil menggenggam tangan Yuta. "Ayo berangkat."

Yuta mengangguk pelan, ia kemudian naik ke motor dan aku memeluknya seperti biasa di belakang. Angin dingin menerpa kulitku. Aku tidak ingin kehilangan pemilik punggung hangat ini. Aku tidak ingin kehilangan Yuta, tapi aku masih tidak tahu harus melakukan apa. Untuk saat ini, aku hanya bisa menghargai setiap detik kebersamaan singkat kami.

Ya, hargailah.

Hanya itu yang bisa aku lakukan untuk Yuta dan diriku sendiri.

Aku berjalan bersama Yuta, masuk ke kelas dan duduk di tempatku. Tidak ada yang berbeda sama sekali. Karin menghampiriku dan tersenyum, "Nana, apa kamu sudah mengerjakan PR? Para guru benar-benar menyiksa murid tahun terakhir seperti kita." keluhnya.

Aku mengangguk, "Ya, Yuta membantuku mengerjakannya."

Karin menatap Yuta, "Yuta, kamu tidak boleh tidak adil sep-"

Sebelum Karin selesai berbicara, Yuta memberikan buku catatannya pada Karin.

"Yuta, kamu yang terbaik!"

Karin kembali ke kursinya dengan tenang.

Troy menghampiriku, "Na, wali kelas ingin bertemu nanti. Aku akan menemanimu."

"Baiklah," setujuku. Aku menatap Troy yang masih belum kembali ke kursinya. "Ada yang lain?"

"Pohon mangga di rumahku berbuah, aku dan Karin merencanakan untuk makan bersama sepulang kelas tambahan. Apa kamu mau ikut?"

"Iya. Terima kasih sudah mengajakku."

"Tidak masalah." kemudian Troy kembali ke kursinya.

Aku menatap punggung Karin dan Troy kemudian menatap Yuta, "Terima kasih telah mengkhawatirkanku."

Guru masuk dan kelas pun dimulai. Aku mendengarkan dan mencatat dengan fokus. Saat jam istirahat, aku dan Troy pergi ke ruang guru untuk bertemu wali kelas sementara Karin dan Yuta pergi ke kantin untuk memesan makanan duluan.

Aku duduk di depan Bu Indah, wali kelasku. Bu Indah tersenyum hangat, meski sudah berumur garis wajah Bu Indah masih terlihat sangat lembut, "Nana, apa kamu sudah jauh lebih baik?"

Aku mengangguk, "Iya, Bu."

"Syukurlah," Bu Indah menggenggam tanganku dan sebuah amplop masuk ke dalam tanganku. "Ini yang di kumpulkan teman-teman sekolahmu. Terimalah. Ibu, turut berduka cita untuk kepergian orang tuamu."

Aku mengembalikan amplop itu pada Bu Indah, "Terima kasih, Bu. Nana hanya akan menerima niat baik semua orang. Akan lebih baik jika diberikan ke orang yang lebih membutuhkan."

Bu Indah mengangguk, "Ibu akan melakukannya sesuai permintaanmu."

"Terima kasih, Bu."

Antagonis Touch (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang