Touch 19

5.2K 741 21
                                    

Yuta menarik tubuhku untuk berdiri di belakangnya, aku melirik mata Yuta sedikit. Penuh waspada. Oh, ayolah, bukankah aku sudah mengatakan bahwa aku hanya jatuh cinta padanya?

"Kenapa Ilham ikut bersama kita?" tanya Yuta masih tidak mengendurkan rasa waspadanya.

"Aku mengajaknya." kataku santai.

Yuta menatapku dengan mata membelalak. Wajahnya menunjukkan jelas kata-kata yang ingin ia tanyakan. Aku mengabaikan keduanya, pergi menuju Karin dan Troy. Aku melihat pohon mangga yang berbuah banyak. Semuanya tampak matang. Mataku sangat kenyang hanya dengan menatap buah mangga itu.

"Kalian ambilah piring di dapur. Biarkan para cowok yang memanjat."

Apa sebenarnya kami dimanfaatkan oleh Troy? Hm, tidak apalah. Lagi pula pohon mangga itu milik Troy. Aku dan Karin masuk ke dalam rumah, kami bertemu dengan Bunda Troy.

"Bibi, Troy meminta kami untuk mengambil piring."

Bibi mengangguk, "Kemarilah. Bibi membuatkan kalian sambal rujak, bawalah sekalian."

Aku dan Karin mengangguk bersamaan, "Terima kasih, Bibi."

"Tidak masalah. Pohon mangga itu berbuah banyak tapi Ayahnya Troy tidak bisa memanjat karena baru saja terluka. Sayang sekali jika tidak di makan."

"Paman terluka apa, Bi? Apa paman baik-baik saja?" tanyaku.

"Ini hanya luka bakar," kata Bibi, "Selain mengeluh karena tidak bisa bekerja, Ayahnya Troy sehat."

"Syukurlah."

Aku dan Karin keluar dengan membawa piring dan sambal rujak yang dipersiapkan Bunda Troy. Aku bertemu dengan Ayah Troy yang sedang duduk santai di perkarangan depan. Luka bakar yang disebutkan Bunda Troy terlihat dengan jelas, meski tidak terlalu besar itu juga tidak bisa dianggap kecil. Tanganku gatal ingin menutupi luka yang terbuka lebar itu dengan perban.

Aku menghampiri Troy yang sedang berdiri di depan pohon mangga.

"Nana, tolong hentikan pertengkaran kedua orang ini." keluh Troy menunjuk Ilham dan Yuta yang saling membuang muka.

"Yuta! Ilham! Berperilakulah dengan baik, petik mangga itu agar kita bisa makan." kataku.

Keduanya cemberut. Namun berhenti bertengkar dan mulai memanjat pohon.

"Nana, kamu keren." puji Karin mengancungkan jempol padaku. Troy juga mengangguk.

Karin mengambil satu per satu buah mangga yang jatuh.

Aku menarik Troy untuk menyingkir dan segera bertanya, "Mengapa luka bakar ayahmu tidak diperban?"

"Awalnya di perban tapi itu berubah kotor karena Ayah tidak bisa diam makanya dilepas."

"Kenapa tidak diganti?"

"Tidak ada yang bisa menggantinya. Ada apa? Apa itu berbahaya?"

"Bisa memperlambat penyembuhan dan mudah terkena infeksi jika dibiarkan terbuka seperti itu. Aku akan mengajarimu memasang perban, bagaimana?"

Troy tersenyum, mengangguk penuh semangat, "Baiklah. Perban dan obat luka ayah ada di dalam rumah. Aku akan mengambilnya."

Sementara Troy mengambil obat, aku menghampiri Ayahnya Troy yang masih duduk di perkarangan depan. "Sore, paman." sapaku ramah.

"Sore. Teman sekelasnya Troy, 'kan?"

Aku mengangguk. "Iya, Paman."

"Musim ini pohon mangga itu berbuah banyak, sayang sekali Paman tidak bisa memetiknya. Paman jadi harus merepotkan kaum muda."

Antagonis Touch (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang