Beberapa jam sebelum aku menyesali pilihanku.
Aku melihat diriku sekali lagi di cermin. Aku memakai rok kotak-kotak selutut berwarna hitam dengan garis-garis putih yang aku padukan dengan blouse putih tanpa lengan. Rambut sepunggungku aku ikat kuncir kuda. Aku memakai bedak tipis dan sedikit perona bibir. Oke, aku sudah cantik.
Aku memakai sepatu kets putih hari ini. Aku tidak terbiasa memakai heels, baik dulu maupun sekarang. Lebih baik memakai sesuatu yang membuatmu nyaman. Aku keluar dari rumah dan pandanganku berhenti pada Karin yang berlari kearahku.
"Nana, kamu cantik sekali hari ini." pujinya tulus. Ya, aku tahu bahwa kemarin-kemarin aku tidak secantik hari ini. Aku bercanda. Aku tersenyum akan pujiannya.
"Kamu juga," balasku.
Karin segera memeluk lenganku. "Ayo, kita sudah hampir terlambat."
Café tempat kami membuat janji tidak terlalu jauh dari rumahku. Jadi kami hanya perlu berjalan kaki sebentar. Karin membuka pintu café dan terdengar suara lonceng, aku mengikuti masuk. Karin tersenyum ceria, beberapa cowok membalas sapaannya. Aku berdiri canggung ditempat bahkan Karin sampai menarikku untuk duduk bersamanya dan tidak melarikan diri.
Aku dan Karin saat ini sedang kencan buta. Aku terkejut saat Karin mengirim pesan dan mengatakan itu, aku sempat menolak ajakannya tapi kemudian ia mengirim pesan lain.
Karin : Kamuu harus datang, Na. Bukankah kamu harus mencari pacar daripada menjadi pengasuh Yuta terus-menerus? Yuta saja tidak mengajakmu berpacaran, kamu harus move on.
Huh, aku bukan pengasuh Yuta!! Aku juga tidak mengharapkan Yuta mengajakku berpacaran. Demi membuktikan itu pada Karin, aku menerima ajakannya untuk kencan buta ini. Aku meneguk es kopiku dengan tenang. Karin dan satu gadis lain, Emili, mereka bercengkerama dengan cowok yang ada didepan mereka. Hanya aku yang terdiam. Aku hanya merespon kecil saat... Hm, Kota? Atau Kouta? Entahlah, Kota mungkin. Aku lupa. 'Kota' terus mengajukan pertanyaan padaku yang hanya aku balas 'Ya' dan 'Tidak' atau sekadar senyum dan anggukan kecil. Aku canggung oke. Dan dibandingkan Yuta, si 'Kota' benar-benar tidak menarik minatku.
"Jadi, Nana?" aku mengangguk. "Kamu terlihat sangat cantik." Puji 'Kota'.
"Terima kasih," balasku sembari tersenyum.
Karin menyenggol lenganku sedikit. Aku menatapnya dan ia memainkan alisnya seakan menggodaku.
"Semangat, Na. Kota sepertinya tertarik denganmu." gumam Karin kecil hingga hanya aku yang bisa mendengarnya.
Oke, namanya Kota. Aku meminum es kopiku lagi. Sedikit berdeham.
Kota tersenyum kecil, "Sepertinya sedikit canggung disini, bagaimana kalau kita keluar?" tawarnya.
Teman-temannya Kota mendorong cowok itu seakan bangga. Karin dan Emili mendorong sedikit tubuhku. Sepertinya mereka memaksaku untuk menerima tawaran Kota. Kota berdiri didepanku dengan tangan yang terulur, aku memandangi yang lain, sedikit canggung.
Kota masih betah diam dalam posisi itu, aku menghela napas. Menerima uluran tangan Kota yang dibalas hirup pikuk oleh yang lain. Kami berdua pergi keluar dari café. Aku sedikit menjaga jarak dari Kota walaupun cowok itu sepertinya tidak mengerti dan semakin mendekat sementara aku harus menjauh berulang kali.
"Apa yang kamu suka?" tanyanya.
Aku memainkan jariku. Ingin sekali berkata bahwa aku menyukai Yuta. Tapi itu sedikit kejam. "Hm, sesuatu yang netral."
Alis Kota terangkat, ia lalu tertawa. Hm, aku tidak tahu lucunya di mana. Sepertinya ia termasuk orang yang receh.
"Apa kamu suka es krim."
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis Touch (END)
Teen Fiction(FOLLOW DULU YUK SEBELUM MEMBACA! JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT JUGA BUAT PENYEMANGAT!) . . . "Aku akan menjadi antagonis untuk memilikimu." Bagaikan sebuah anugerah, Nana kembali ke masa lalu. Kembali ke kehidupan SMA-nya yang menjadi awa...