Hari ini adalah hari perpisahan. Kami—murid kelas 12 akan berpisah dengan sekolah dan juga para guru sebelum melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Aku dan yang lain memakai seragam sekolah untuk terakhir kalinya hari ini. Yuta sebagai perwakilan kelas 12 maju ke depan untuk mengucapkan satu dua patah kata. Ia menjadi lulusan terbaik tahun ini, aku sangat bangga pada Yuta.
Yuta menatap semuanya satu persatu, ia memulai pidatonya, "Selama tiga tahun terakhir ...."
Aku menjalani kehidupan keduaku dengan perasaan tidak menentu. Melakukan sesuatu yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya. Merasakan rasa penyesalan yang begitu mendalam pada orang yang aku cinta. Memendam perasaan sedih ini sendiri.
Setiap bangun di pagi hari, akan ada perasaan cemas dan juga lega yang aku rasakan. Aku cemas apakah penyesalanku sudah terbayarkan dengan benar. Di satu sisi aku juga lega, aku bisa merasakan kembali hari-hari yang sempat aku sia-siakan.
Kehidupan SMA-ku tidak seindah yang lain. Tapi di sini aku merasakan sesuatu yang berbeda. Teman yang tidak pernah mengajakku berbicara ternyata dapat menjadi tempatku untuk bercerita. Teman yang tidak pernah aku duga ternyata datang padaku untuk membuka mata bahwa kehidupan di penuhi dengan warna. Teman yang aku pikir tidak pernah serius ternyata bisa berubah demi cinta. Dan sahabat yang paling aku benci ternyata yang memberikanku kehidupan.
Di kehidupan kali ini, aku hanya membuka sedikit mataku dan semuanya terasa sangat berbeda dari sebelumnya. Terasa sangat hangat dan begitu menyentuh. Hari-hariku tidak selalu indah, ada kalanya aku menangis. Merasa hampa dan juga kecewa. Dan tidak semua hal bisa diperbaiki begitu saja.
Hadirnya dalam hidupku merupakan anugerah terindah yang pernah ada. Ia orang yang sangat keras kepala. Tidak ingin melepasku. Tidak ingin aku sendirian. Tidak ingin aku merasa sedih. Ia selalu ada di sampingku. Memberikan aku hak istimewa di hatinya. Aku pernah kehilangannya dan itu terasa sangat menyakitkan. Tapi jangan salah, aku juga orang yang keras kepala. Aku tidak akan membiarkannya pergi. Aku akan selalu berada di sisinya.
"... Terima kasih untuk tiga tahun terakhir." Yuta menyudahi pidatonya. Aku bertepuk tangan dengan keras. Begitu juga dengan yang lain.
Benar, terima kasih untuk kehidupan keduaku. Aku akan menjaganya dengan benar kali ini.
Para murid berbondong keluar dari aula. Kami dinyatakan lulus. Dan kehidupan SMA-ku sekali lagi berakhir.
"Jadi, kamu memutuskan untuk kuliah keperawatan?" tanyaku pada Troy.
Ia menganggukkan kepalanya, "Setelah melihatmu yang menolong Karin saat itu, aku sudah memutuskan ingin menjadi perawat." Troy tersenyum, "Aku rasa itu impianku."
Aku tersenyum, "Kalau begitu kita akan bertemu lagi usai liburan berakhir."
Troy mengangguk.
"Ah, mengapa rasanya begitu cepat. Belum ada satu tahun kita berteman dan sekarang kita harus berpisah," Karin cemberut. "Aku akan merindukan kalian semua."
"Aku juga,"
"Jangan seperti itu, ini bukan akhir. Kita masih bisa bertemu," ucap Ilham. Ia berjalan ke arah Desna dan menggenggam tangan gadis itu.
Pipi Desna berubah menjadi merah. Oh, aku rasa kencan buta terakhir kali berhasil. Aku mengancungkan jempol pada Ilham. Cowok itu terkekeh pelan. Ilham bisa berhenti menjadi buaya ke depannya. Desna terlihat lebih bahagia dibanding saat ia mengejar Yuta. Ia mendapatkan hadiah dari permintaannya. Aku turut bahagia untuk mereka.
"Mari kita berfoto!" teriak Karin nyaring. Kami segera mengatur posisi. Yuta berdiri di sisi kiriku. Desna di samping kananku, Ilham berdiri di sisi satunya Desna. Sementara Troy dan Karin berdiri di depan kami dengan sedikit menunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis Touch (END)
Teen Fiction(FOLLOW DULU YUK SEBELUM MEMBACA! JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT JUGA BUAT PENYEMANGAT!) . . . "Aku akan menjadi antagonis untuk memilikimu." Bagaikan sebuah anugerah, Nana kembali ke masa lalu. Kembali ke kehidupan SMA-nya yang menjadi awa...