SPECIAL YUTA 1

6.5K 767 31
                                    

Banyak orang yang bertanya-tanya, mengapa dari semua gadis hanya Nana yang bisa menyentuhku. Hanya sentuhannya yang tidak membuatku marah. Ini terjadi saat kami masih duduk di bangku sekolah dasar. Saat itu aku baru mengenal Nana. Giginya ompong satu dan gaya rambutnya selalu di kepang. Ia gadis yang sedikit berantakan, hm, mungkin bisa di bilang gadis yang jorok.

Aku akui ia gadis yang sangat lucu walaupun aku belum jatuh cinta padanya saat itu.

Kami awalnya tidak dekat. Aku termasuk anak yang penyendiri. Tidak memiliki teman. Aku khawatir bisa mengamuk kapan saja saat anak lain menyentuhku. Yang semakin membuatku menjadi 'aneh'. Aku tidak mau itu terjadi jadi aku semakin menutup diri dan hanya membaca buku.

Setiap hari libur, aku selalu duduk di ayunan yang ada di taman dekat rumah. Taman itu sedikit sepi jika masih pagi hari jadi aku bisa bebas bermain. Tapi aneh rasanya saat kamu bermain sendiri. Aku bermain hanya sebentar di sana lalu saat aku memutuskan untuk pergi, aku melihat Nana berlari ke arahku.

Ia segera duduk di ayunan yang ada di sebelahku. Nana mencoba menggerakan tubuhnya tapi kakinya terlalu pendek sehingga ia tidak bisa berayun. Nana cemberut, ia lalu beralih menatapku. Aku ingin segera pergi dari sana, tapi terlambat karena Nana mengajakku berbicara.

"Hei, bantu aku mendorongnya, ya?" katanya.

Aku diam, bingung merespon apa. Aku jarang berbicara dengan anak yang lain jadi ini terasa aneh.

"Heiii? Kamu dengar aku? Yuta?"

Aku terkejut, "Kamu tahu namaku?"

Nana mengangguk, "Tentu saja. Kamu anak yang paling pintar di sekolah kita."

Aku sedikit tersipu mendengarnya. Baru kali ini ada orang lain yang memujiku selain Bunda dan juga guru.

Tindakan Nana selanjutnya adalah memaksaku. Ia memegang tanganku. Aku reflek menghempaskan tangannya.

Ini terjadi lagi. Aku tidak bisa menyentuh orang lain. Nana pasti akan segera menjauhiku juga.

"Heii, coba lihat, tanganku tidak kotor." kata Nana sambil menunjukkan telapak tangannya. "Aku tidak main tanah tadi. Jadi tidak apa-apa jika kamu memegang tanganku."

Telapak tangannya kecil jika dibandingkan dengan tangan Bunda. Tangannya memang tidak kotor, sepertinya ia salah paham terhadapku. Pada akhirnya, aku hanya memandangi telapak tangannya dalam diam.

"Kalau kamu tidak percaya. Sentuh saja. Tidak ada kotoran." Ia meyakinkanku sekali lagi.

"Bukan itu," kataku pelan. "Aku tidak berani menyentuhmu."

Nana memiringkan kepalanya, "Kenapa? Tanganku tidak kotor."

"Aku hanya tidak bisa menyentuhnya."

Nana turun dari ayunan dan berdiri di depanku. "Coba saja dulu. Kamu tidak akan tahu jika tidak menyentuhnya."

Aku ragu, kakiku mundur beberapa langkah tapi Nana semakin maju karenanya.

"Sentuh saja. Aku tidak akan marah padamu," ucapnya. Tangannya masih terulur padaku.

"Bukan kamu, tapi aku yang akan marah. Aku bisa melukaimu."

Nana kelihatan semakin tidak mengerti. "Kamu terlalu penakut." Ya, aku membenarkan itu, sama sekali tidak menyangkalnya. "Kalau begitu aku yang akan menyentuhmu!"

Nana mengambil kedua tanganku. Buku yang aku pegang terjatuh ke tanah. Aku terkejut menatap Nana, "Lihat? Tidak ada yang terjadi!"

Tanganku mulai bergetar. Keringat dingin membasahi tubuhku. Aku mencoba melepas tangan Nana tapi gadis itu menahannya dengan kuat. Aku mulai tidak stabil. Rasanya sangat menakutkan. Sentuhan itu menakutkan. Ia bisa melukaiku kapan saja. Aku mulai berteriak kencang memaksa Nana untuk melepaskan tanganku. Hingga kehangatan itu datang. Tubuhku kaku.

Aroma sampo yang Nana pakai masuk ke indra penciumanku. Aromanya sangat melekat. Kedua tangan Nana melingkari tubuhku. Ia memelukku begitu saja. "Kata Mama, kalau orang marah itu artinya kamu butuh kasih sayang. Pelukanku selalu bisa meredakan amarah Mama. Jadi, kalau kamu marah, aku akan memelukmu." kata Nana, ia memelukku semakin erat.

Pipiku merona dibuatnya. Jantungku juga berdetak tidak normal. Apa aku harus pergi ke dokter bersama Bunda? Ini tidak normal, 'kan? Aku mendorong tubuh Nana pelan membuat pelukannya terlepas.

Nana tersenyum menatapku. "Sudah tenang?"

Aku mengangguk. Nana lalu naik lagi ke ayunan yang tadi ia duduki. "Sekarang bantu dorong." pintanya. Aku mengambil bukuku yang terjatuh di tanah, melirik Nana yang tampaknya sudah tidak sabar. Aku melihat bukuku lagi, apa aku pulang saja? Meski otakku berpikir untuk pulang tapi kakiku mengarah ke belakang Nana. Mendorong tubuh gadis itu agar bisa berayun. Ia tampak sangat gembira. Bibirku menyunggingkan sebuah senyuman tanpa aku sadari.

Aku rasa, itu pertama kalinya aku jatuh cinta pada seorang Nana. Tidak bisa jauh dari Nana. Tidak bisa untuk tidak menyentuh tangan Nana. Ia menjadi orang yang istimewa di hatiku. Aku tidak bisa melepaskannya.

Jadi, saat Nana mulai menjauh dariku saat kami duduk di bangku SMA. Itu benar-benar membuatku terluka. Bukan karena kata-kata kasarnya. Bukan juga karena ia mencintai cowok lain dan bukannya diriku. Aku terluka semata-mata karena Nana tidak pernah lagi tersenyum saat berada di sampingku. Ia menjauh dariku. Benar-benar menjauh.

Puncak pertengkaran kami terjadi saat Nana mulai menjodohkanku dengan Desna. Sahabatnya yang entah mengapa dari awal aku sudah tidak menyukainya tapi selama Nana senang aku tidak masalah jika ia dekat dengan kami. Nana bersikeras bahwa aku harus bersama Desna.

Aku menolak dengan tegas saat itu. Mengatakan dengan jelas pada Nana bahwa aku mencintainya. Sayangnya, Nana menolakku. Ia juga mengatakan sesuatu yang kasar dan berjanji pada Desna untuk menjauhiku jika aku menolak lagi. Aku khawatir saat itu. Khawatir bahwa Nana benar-benar akan menjauhiku. Selama ini aku bertahan karena ia masih ada di sisiku jika ia pergi aku tidak tahu bagaimana lagi aku bisa menjalani hari.

Keesokkan harinya, aku memutuskan untuk menjemput Nana lebih pagi dari biasanya. Aku menunggu dengan harap-harap cemas. Beberapa kata penjelasan sudah aku rangkai di dalam otakku. Aku tidak bisa berpikir jernih kala itu. Saat Nana keluar dari rumah. Aku segera berdiri. Kata-kata yang aku rangkai sudah siap aku keluarkan tapi Nana berlari ke arahku dan langsung memelukku. Aku bingung dan juga terkejut. Tubuhku kaku. Ia semakin mengeratkan pelukannya dan itu membuatku malu.

Apa yang baru saja terjadi?

Apa ini mimpi?

Aku mencoba memanggil Nana, ia menatapku. Dan senyum yang tidak pernah ia tujukan padaku kembali. Ia tersenyum padaku. Aku benar-benar bingung.

Apa yang terjadi pada Nana?

Ia seperti dua orang yang sama namun juga berbeda secara bersamaan. Nana tidak melepaskan tanganku hari itu. Bahkan saat aku pikir Nana akan kembali menjodohkanku dengan Desna, ia tidak melakukannya dan meminta maaf padaku. Aku benar-benar senang. Rasanya aku kembali mendapatkan Nana yang aku kenal.

Nana semakin hari semakin menempel padaku. Aku tidak keberatan untuk itu. Ia juga mulai menjauh dengan Desna dan aku tidak keberatan untuk itu. Nana berhak untuk mendapatkan teman yang benar-benar tulus padanya. Saat Nana menyelamatkan Karin. Jujur saja, aku sangat terkejut Nana bisa bersikap seperti itu. Ia terlihat sangat keren. Sikapnya sangat tenang seolah sudah biasa melakukannya.

Beberapa hal membuatku tidak mengerti dengan sikap Nana. Kadang ia terlihat sangat sedih tanpa sebab. Memelukku dan menggumamkan kata maaf yang aku sendiri tidak tahu apa salahnya. Nana berubah tapi itu membuatku semakin dekat dengannya. Aku semakin menyukainya.

01 Desember 2020

.

Happy Desember😁 Semoga ada kabar baik buat kita semua di bulan ini, apa pun itu😁

.

Red

Antagonis Touch (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang