Aku mengacak-acak rambutku. Berguling-guling disekitar kasur hingga akhirnya aku terjatuh dilantai. Suara gedebuk memenuhi kamarku. Aku mengusap punggungku yang kesakitan. Aku menatap kalender, memastikannya sekali lagi. Ini masih tahun yang sama seperti delapan tahun yang lalu. Rupaku juga masih muda. Aku belum kembali!!!
Aku menutupi wajahku yang berubah memanas seketika. Mengingat saat dengan beraninya aku mencium pipi Yuta. AAAAA!!!!!! AKU MAU BERSEMBUNYI DI GUA SAJA!!!!
Aku menutupi wajahku dengan bantal. Mama pasti akan mengomeliku karena teriak-teriak di pagi hari. Setelah cukup lama berteriak, aku segera ke kamar mandi. Hari ini aku harus berangkat lebih cepat sebelum Yuta menjemput. Masih pukul 06.30, Yuta biasanya menjemputku tepat pukul 07.00 masih ada tiga puluh menit untuk bersiap-siap.
Aku mengambil handuk yang aku gantung. Baru sadar. KAMU 'KAN SATU KELAS DAN SATU TEMPAT DUDUK SAMA YUTA!!!! YA PERCUMA DONG!!!!
Aku terduduk ditempat. Seketika malas sekolah. Sayangnya, Mama paling tidak suka jika melihat anaknya tidak berangkat sekolah. Ia akan menyeretku ke sekolah jika perlu. Aku bergidik sendiri mengingat bayangan saat Mama menyeretku ke sekolah waktu SD. Saat itu semua murid mentertawakanku bahkan Yuta. Ia tertawa dengan manisnya dan aku tidak mengajak bicara Yuta selama seminggu.
KENAPA SENYUM YUTA DARI DULU MANIS KAYAK MADU SIH?!!!
Aku melanjutkan perjalanan ke kamar mandi. Masih bersiap-siap untuk menghindari Yuta. Di sekolah, aku bisa menghindari Yuta dengan pura-pura lupa ingatan. Kalau perlu, aku izin ke UKS saja. Apa pun untuk menghindari Yuta. Hatiku masih belum siap untuk bertemu cowok itu.
Mama kaget mendapatiku yang sudah siap, padahal biasanya harus dibangunkan dulu. Ya, jam kerjaku di Rumah Sakit Fiksi tidak membiarkanku tidur dengan terlelap. Aku sudah terlatih. Aku mencium pipi Mama.
"Pagi, Ma. Nana, sayang Mama." Setiap aku bertemu Mama aku akan mengucapkan kata sayang padanya. Aku tidak mau penyesalanku yang lalu terulang lagi.
Mama masih saja terkejut. Sepertinya kata-kata omelan yang biasanya ia keluarkan terpaksa tertelan tanpa terucap. Aku tersenyum.
"Nana, harus berangkat lebih pagi hari ini, Ma. Nana, dapat jadwal piket." Alasanku. Padahal, kalaupun ada aku tidak mungkin melaksanakan jadwal piketku. Mending memperpanjang waktu tidurku di rumah.
Sebelum Mama sempat mengucapkan penolakan, aku segera berlari keluar. Memakai sepatuku dan dengan setengah berlari aku menuju keluar. Tas yang aku rangkul terjatuh ke tanah. Yuta menghampiriku dan menyampirkan kembali kepundakku setelah membersihkannya sedikit. Mulutku terbuka lebar menatap Yuta yang sudah berada didepan rumah.
Aku melihat arloji, masih ada dua belas menit sebelum pukul 07.00 dan Yuta sudah ada disini.
DIA DISINI!!!! OH, TOLONG SEMBUNYIKAN AKU!!!!
Yuta tersenyum, ia mengusap pucuk kepalaku. "Kamu berangkat lebih cepat hari ini."
INI KARENA KAMUUUUUUU!!!!!!!!
"Aku datang lebih cepat karena khawatir. Kata-katamu kemarin terus terngiang dikepalaku, Na."
Aku terdiam. Bingung merespon apa. Aku juga tidak paham dengan situasi ini.
"Apa kamu akan menghindariku?" tanyanya. Raut wajah Yuta berubah cemas. Ia memegang kedua bahuku. Menatap mataku lurus.
Aku meneguk ludah. Rasanya tenggorokanku berubah kering. Pegangan Yuta dibahuku sedikit mengencang, ia pasti menginginkan jawaban dariku. Aku tersenyum, memegang kedua telapak tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis Touch (END)
Teen Fiction(FOLLOW DULU YUK SEBELUM MEMBACA! JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT JUGA BUAT PENYEMANGAT!) . . . "Aku akan menjadi antagonis untuk memilikimu." Bagaikan sebuah anugerah, Nana kembali ke masa lalu. Kembali ke kehidupan SMA-nya yang menjadi awa...