Kami baru saja selesai upacara pembukaan. Para murid kebanyakan kembali ke tenda mereka masing-masing. Aku mencari keberadaan Yuta di bagian cowok. Hm, di mana Yuta? Tubuh Yuta yang tinggi serta jaket merah jambunya yang mencolok itu membuatku semakin mudah untuk menemukannya.
"Hei!" sapaku. Yuta fokus menabur garam di sekitar tenda. "Biar aku bantu!"
Tanganku terulur untuk mengambil alih tapi Yuta menjauhkannya, "Tidak perlu! Aku bisa!"
Hm... Ini hanya perasaanku atau Yuta barusan menolak?
"Ta?!" ia diam. "Yuta!"
Yuta berhenti dengan kegiatannya, ia membalas tatapanku.
"Kamu kenapa? Marah?"
"Tidak!"
Aku semakin curiga. "Tatap mataku saat kamu berbicara!"
Yuta memilih pergi. Huh!!! Apa yang membuat Yuta marah?
"Nana?!" Aku menoleh kearah Karin. "Temani ke toilet! Aku takut."
Karin segera menarikku. Aku menatap punggung Yuta, ia bahkan tidak menatapku. Ah, hatiku terluka. Bang Yuta kenapa?! Dedek ada salah?
Aku berdiri di depan pintu toilet. Menunggu Karin dengan waktu pribadinya. Aku menatap langit yang berwarna biru. Perasaanku aneh saat ini. Untuk pertama kalinya dalam dua kehidupanku, Yuta bersikap aneh seperti ini. Aku tidak tahu cara menanggapinya.
"Na, mau ke toilet juga?" Karin keluar dari toilet.
Aku menggeleng. "Kita balik saja."
Acara resmi hari itu berlangsung sangaaatttt lama untukku dan terasa membosankan. Aku tidak menyukai acara kemping yang sudah disusun oleh anggota OSIS dan ekstrakulikuler pramuka. Aku mengamati Karin dan yang lain. Mereka tampak sangat bahagia dan menikmati. Apa hanya aku yang tidak menikmati acara ini?
Aku hanya ... entahlah ... merasa aneh. Abainya Yuta kepadaku menimbulkan efek sebesar ini.
Aku melirik ke bagian tenda cowok. Menatap Yuta yang sedang memasak di depan tendanya sendirian. Hm, mungkin ia berbagi tugas dengan anggota kelompoknya. Aku melihat Karin dan yang lain lagi, mereka masih sibuk menyiapkan makan malam. Aku melirik kearah Yuta lagi.
Aku berdiri dari tempatku dan mengendap-endap lari dari Karin dan yang lain. Aku menghampiri Yuta dan duduk disampingnya. Ia melirik sebentar sebelum kembali mengabaikanku. Ya, meskipun Yuta menutupinya dengan gaya fokus memasak. Aku menusuk lengannya dengan jariku.
"Ta?"
Ia mengambil piring dan memindahkan masakannya perlahan dan menaruhnya di dalam tenda. Yuta mengambil air minum dan menaruhnya di dalam panci.
"Mau masak air panas?" tanyaku lagi. "Masak lebih, Ta. Aku mau buat mie instan."
Yuta masih diam tapi ia menuangkan airnya lebih banyak. Aku tersenyum senang.
"Ta, kalau kamu marah padaku harusnya kamu bilang supaya aku bisa menjelaskannya." kataku. "Jangan diam kayak gini. Aku tidak suka."
Yuta menatapku. "Aku tidak marah."
Aku manyun, "Kamu bohong lagi."
"Tidak." Yuta menambahkan kayu bakar ke dalam api. "Aku hanya khawatir."
Aku membolakkan mataku, "Khawatir?!" Jujur saja aku terkejut, rasanya aku tidak melakukan apa pun yang akan membuat Yuta khawatir seperti ini dan apa-apan, ia mengabaikanku hingga membuat perasaanku tidak tenang hanya karena khawatir?
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis Touch (END)
Teen Fiction(FOLLOW DULU YUK SEBELUM MEMBACA! JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT JUGA BUAT PENYEMANGAT!) . . . "Aku akan menjadi antagonis untuk memilikimu." Bagaikan sebuah anugerah, Nana kembali ke masa lalu. Kembali ke kehidupan SMA-nya yang menjadi awa...