SPECIAL YUTA 2

5.6K 772 57
                                    

Aku dan Nana tidak bisa lagi bertemu sesering dulu. Jarak dan kesibukan masing-masing membuat kami tidak bisa melakukan itu. Di awal-awal kuliah, aku masih menyempatkan waktu untuk bertemu Nana meskipun waktu perjalanan menghabiskan banyak waktu istirahatku. Demi Nana, aku tidak keberatan.

Tapi sepertinya Nana menyadari kelelahanku. Ia menyarankan kami untuk bertemu satu minggu sekali saja jika tidak sibuk. Aku sempat menolaknya tapi ia memandangku dengan sangat tajam. Membuatku tidak bisa menolak keinginannya. Aku juga khawatir Nana akan kembali menangis jika aku terlalu memaksakan diri.

Ah, Nana tidak menangis di depanku. Aku mendengarnya dari Troy bahwa gadisku sering curhat padanya karena ia sangat mengkhawatirkan diriku. Nana khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk saat aku pergi menemuinya di kondisi lelah.

Troy satu kelas dengan Nana, jadi terkadang aku bertanya padanya tentang kondisi Nana. Aku mempercayai Troy, aku yakin ia tidak akan menggoda Nana seperti Ilham dulu.

Meskipun tidak bisa menemuinya setiap hari, aku selalu mengirim pesan padanya. Jika Nana sedang tidak sibuk kami akan berteleponan ataupun video call untuk melepas rindu.

Tanpa Nana di sisiku, aku harus benar-benar beradaptasi di kampus. Aku masih segan jika bersentuhan dengan orang lain tapi jika hanya sekadar tersenggol ataupun berjabat tangan, aku masih bisa menahannya. Aku tahu sentuhan orang lain tidak akan melukaiku tapi itu masih terasa tidak nyaman.

Jadi jika mereka sudah mulai merangkul ataupun memegang tanganku, aku akan melepaskan tangan mereka dan mencari-cari alasan untuk menjauh. Sejauh ini tidak ada yang curiga jika aku mengidap haphephobia.

Seperti janjiku pada Nana, aku pergi ke psikiater dan menjalani tahap pengobatan. Seharusnya, fobiaku akan segera membaik. Demi Nana, aku pasti akan sembuh.

Jangan katakan hal ini pada Nana, tapi di sini banyak gadis yang mencuri-curi kesempatan untuk mendekatiku. Aku sudah menolak mereka dengan halus dan menjaga jarak sebisa mungkin bahkan aku sudah mengatakan bahwa aku memiliki calon istri. Ya, calon istri. Meskipun tidak terlalu resmi tapi aku sudah melamar Nana. Seharusnya aku mengajak Nana untuk berpacaran terlebih dahulu tapi aku tidak ingin hubungan kami hanya sebatas itu. Rasanya itu menghina ketulusanku pada Nana selama ini. Aku serius pada Nana dan aku tidak mau main-main dengan perasaannya.

Tetap saja, para gadis yang mendekatiku tidak mempercayai hal itu. Ah, satu hal yang perlu kalian tahu, Desna juga kuliah di kampus yang sama denganku. Kami beda jurusan hanya saja Desna selalu mendatangiku untuk bercerita tentang Ilham yang sebenarnya tidak ingin aku dengarkan.

Lagi pula hubungan kami pernah buruk tapi jika Nana saja bisa dekat dengannya kenapa aku tidak. Gadis itu juga berhenti mendekatiku dan sepertinya benar-benar jatuh cinta pada Ilham. Ia juga membantuku menjelaskan pada gadis yang lain bahwa aku sudah ada yang punya. Beberapa gadis segera mundur secara teratur. Desna sangat membantu sebagai seorang teman.

"Jadi, kapan kamu akan menikah dengan Nana?" tanya Desna saat kami sedang mengerjakan tugas di perpustakaan. Selama tahun-tahun di kampus, Desna menjadi teman yang paling akrab denganku. Kalian jangan khawatir, tanggal pernikahan Desna dengan Ilham sudah ditentukan. Mereka akan menikah setelah wisuda.

"Aku tidak tahu." jawabku jujur.

Desna mendengus, "Hubungan kalian dari dulu itu tidak pernah jelas." Aku mengabaikan Desna dan sibuk mengerjakan tugasku. "Kita sudah mau lulus dan kamu masih belum tahu. Kamu serius 'kan dengan Nana?"

"Tentu saja aku serius."

Desna melipat kedua tangannya di dada. "Baguslah. Jika tidak aku akan memukulmu."

Antagonis Touch (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang