Touch 10

7.3K 946 18
                                    

Napasku tersengal-sengal. Aku mengelap keringat yang mengalir dengan punggung tangan. Diantara semua murid yang berlari aku berada di posisi terakhir. Ini terlalu melelahkan buatku. Yuta sudah berlari duluan, ia berada di posisi pertama seperti yang selalu aku ingat. Yuta berlari lebih cepat dari yang lain agar ia bisa selesai lebih cepat dan menghindari kontak fisik yang kemungkinan terjadi jika ia berlari pelan.

"Jadi? Bagaimana akhirnya? Kalian berciuman?" tanya Karin penuh semangat. Berbeda dengan tenaga yang ia gunakan untuk berlari, Karin lebih semangat mendengarku bercerita tentang kejadian kemarin.

Aku menggeleng. "Tidak." Bisikku agar yang lain tidak mendengar.

"Hei, jangan kecewa seperti itu." kata Karin. "Itu artinya Yuta menghargai dirimu. Tidak banyak cowok yang menghargai gadis sekarang. Kebanyakan cowok bejatnya."

Aku mengangguk setuju. Tetap saja... Huh! Aku kecewa karena tidak jadi ciuman dengan Yuta. Pikiran Yuta yang menikah dengan Desna kembali menghantuiku. Walaupun Yuta tidak suka bersentuhan tapi tidak menutup kemungkinan mereka sudah melakukan kegiatan seorang suami istri. Lagipula mereka menikah karena suatu kesalahpahaman 'kan?

Aku terduduk ditanah, meluruskan kedua kakiku. Akhirnya kami selesai berlari. Napasku masih tidak beraturan. Yuta memberiku air minum, aku menerimanya cepat dan meneguk isinya banyak hingga tersisa setengah. Aku mengembalikannya pada Yuta.

"Thanks." Ucapku.

Yuta ikut duduk disebelahku, ia meminum air dari bekas botolku. Aku meneguk ludaku susah.

TUNGGU!!!! BUKANKAH INI CIUMAN TIDAK LANGSUNG?!

Pipiku seketika memerah. Karin menyenggol bahuku, membuatku berhenti menatap Yuta. "Itu tidak termasuk hitungan, Na." katanya yang sepertinya paham dengan apa yang aku pikirkan.

Apa sejelas itu?

"Aku tahu," balasku pada Karin. Menutupi kegugupanku.

Aku melihat Desna yang berjalan menghampiri kami. Ia membawa satu botol minum. Desna tersenyum manis, ada semburat merah dipipinya. Ia berjalan dengan malu-malu. Huh, semua cowok pasti langsung jatuh cinta jika melihat pemandangan ini. Aku melirik Yuta dan ternyata ia memandangku. Aku tersenyum mengacak rambut Yuta agar berantakan.

Hanya Yuta yang tidak tertarik dengan Desna. Pandangan matanya selalu tertuju padaku. Itu membuatku senang. Ini membuktikan bahwa baik dulu ataupun sekarang Yuta tidak pernah berubah.

Desna mengulurkan botol minum yang ia bawa pada Yuta. Yuta memandang botol itu dengan alis terangkat. "Untukmu." Bahkan suara Desna terdengar seperti nyanyian saat ini.

Yuta mengangkat botol minum bekasku, "Aku sudah punya." Katanya datar.

Aku mengulum senyum.

Desna menarik kembali uluran tangannya. Ia menatapku tajam untuk sekian detik sebelum berubah menjadi senyuman. "Na, kita perlu bicara!"

"Bicara saja." Kataku enteng.

"Kamu yakin? Ini tentang Ilham?" Desna bertampang lugu. Ia pasti sengaja menyebut Ilham didepan Yuta, mengingatkan bahwa aku punya sejarah kelam dengan Ilham. Ingat? Aku mendapat julukan budak cinta Ilham.

Julukan itu tidak mudah menghilang meskipun aku semakin lengket dengan Yuta dan hampir tidak pernah lagi mendekati Ilham. Beberapa murid masih menjulukiku dengan itu.

Aku mengedikkan bahu. Jangan kira aku akan mengikuti permainanmu Desna. "Kamu bisa bicara disini lagipula itu tidak penting bagiku." Kataku enteng. Lebih baik berbicara disini. Langsung didepan Yuta. Daripada menimbulkan kesalahpahaman yang tidak berarti. Aku tidak mau bertengkar dengan Yuta.

Antagonis Touch (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang