Touch 8

8.4K 1K 13
                                    

Aku menikmati batagorku dengan tenang. Yuta memakan baksonya disampingku. Aku menusukkan satu batagor dan menyerahkannya pada Yuta. "Buka mulutmu." Yuta menurut dan menerima suapanku. Mulutnya kesulitan mengunyah karena aku memberikannya potongan yang cukup besar. Aku menutupi bibirku yang tersenyum dengan punggung tangan.

Saat aku memandang ke kiri, aku melihat Desna yang memandangku dengan mata yang mungkin bisa keluar kapan saja. Aku mengedikkan bahu. Mengabaikannya. Yuta memberikan salah satu pentolnya padaku. Aku menerimanya dengan senang hati. Cibiran disekitar semakin terdengar. Aku tidak tahu Yuta mendengarnya atau tidak tapi sepertinya itu tidak menggangu Yuta sama sekali. Yuta mencomot salah satu batagorku lagi.

"Dasar! Ini sekolah, oke." Troy duduk didepanku. Ia menatapku dengan Yuta secara bergantian. "Kalian menjadi pusat perhatian daritadi."

"Oh." Itu reaksiku. Tanpa Troy memberi tahu aku sudah menyadarinya. Ya, Yuta memang bisa menarik perhatian dimanapun ia berada. Aku harus membiasakan diri 'kan, untuk itu?

Troy mendecih. Ia memutar bola matanya. WOW!! Aku tidak bisa melakukan itu. Aku mencobanyya beberapa kali dicermin tapi aku tidak tahu hasilnya bagaimana. Setelahnya aku tidak pernah mencoba memutar bola mata lagi karena mataku sedikit terasa aneh jika melakukannya.

Huh, ini ketua kelas tumben-tumbennya mendatangiku. Dulu ia bahkan tidak menyapaku. Bertegur sapa saja kami tidak pernah. Dan sekarang ia mengajakku bicara duluan. Apa ada yang salah dengan otaknya? Aku ini orang jahat, oke! Kecuali Yuta, satu sekolah menjauhiku. Aku dianggap plin-plan. Kemarin mendekati Ilham sekarang Yuta. Aku mendekati semua most wanted disekolah ini. Dan, great, sekarang ada Troy. Aku lupa kalau ia juga salah satu most wanted di Fiksi High School ini.

"Apa maumu?" tanyaku langsung.

Troy sepertinya belum siap, ia menggaruk kepalanya. Hm, mungkin gatal. "Ja... jadi gini, aku terpukau pada caramu menyelamatkan Karin. A... Aku-"

"Kamu jatuh cinta padaku?"

Yuta yang masih memakan baksonya. Terbatuk begitu saja. Aku menepuk belakang punggungnya dan memberikan ia segelas air putih. "Pelan-pelan makannya." Ingatku.

Aku kembali menatap Troy, ia terkejut dengan kata-kataku. Ia mengerjapkan matanya, "TIDAK!!!" katanya nyaring. Aku sampai harus menutup kedua telingaku karena suaranya sangat nyaring. Aku melihat kiri kanan, para murid mulai memandangi kami.

"Oke-oke. Kalem ya."

Troy berdeham. "Aku terpukau padamu tapi tidak sampai jatuh cinta, paham?"

Aku mengangguk-angguk saja. "Jadi?"

"Karena sepertinya kamu cukup memiliki keahlian, aku mau kamu mengajariku."

Beruntunglah kamu Troy karena air putihnya sudah diminum Yuta, jika tidak mungkin aku akan menyirammu. HUH!!!

"Kamu tinggal kuliah keperawatan atau kedokteran untuk belajar. Aku tidak bisa mengajarimu." Tolakku langsung. Ya, aku juga masih perlu banyak belajar. Kamu tidak tahu saja betapa khawatirnya aku saat menolong Karin. Bagaimana jika tindakan yang kulakukan terjadi satu kesalahan kecil. Jika ia meninggal dunia, maka aku yang akan disalahkan. Aku saja seperti ini apalagi orang seperti Troy. Tidak mungkin aku sok tahu mengajarinya.

Troy menghela napas. "Aku sudah menduga jawabanmu tapi itu tetap menyebalkan."

"Hm,"

"Baiklah, aku akan menjadi temanmu. Jika 'sesuatu' terjadi lagi, aku bisa belajar secara perlahan." Ucapnya. "Kamu juga sepertinya tidak memiliki teman lain selain Yuta."

Oke, aku membenarkan perkataan terakhirnya.

Dan... mulai hari itu, Troy selalu berkumpul bersamaku dan Yuta. Ia juga sudah tahu tentang fobia Yuta dan menganggapnya bukan masalah. Troy merupakan pemain voli jadi ia tidak selalu bersama kami. Hanya saja, aku merasa sedikit bahagia karena mendapatkan seorang teman. Walau aku masih gengsi untuk mengakuinya. Tapi kehadiran Troy membuatku merasakan rasanya memiliki seorang teman sejati.

Yuta?! Ia awalnya sedikit jengkel karena kami tidak bisa berduaan sesering biasanya. Tapi aku lihat, ia juga tidak menolak jika Troy menghampiri kami.

Ah, satu lagi orang yang aku lupakan. Karin. Semenjak aku menolongnya ia selalu mengekori kemanapun aku pergi. Banyak hal yang ia ceritakan padaku. Aku baru sadar ternyata di kelasku ada Karin yang sekali ngomong tidak berhenti. Karin bilang, setelah kejadian itu orang-orang tidak mau menemaninya. Ya, yang lain pasti terkejut. Mereka pasti khawatir, bagaimana jika Karin kambuh lagi? Mereka pasti tidak mau membuat diri mereka berada dikondisi yang membahayakan.

Jadi begitulah, bagaimana dunia yang awalnya hanya ada aku dan Yuta bertambah personilnya dengan Troy dan Karin. Aku senang, aku tidak sendirian lagi.

"Jadi, apa yang biasanya kalian lakukan dihari libur?" Karin bertanya dengan semangat. Aku rasa ia memiliki cukup banyak energi dan sudah benar-benar pulih dari sakitnya.

"Latihan." Jawab Troy.

"Tidur." Jawabku.

"Belajar." Jawab Yuta.

Karin memukul jidatnya sendiri. Seakan jawaban kami barusan merupakan hal baru yang sangat ajaib. Oh, ayolah, itu kegiatan murid SMA pada umumnya. Tidak ada yang aneh tentang itu. Hanya saja, bagi Karin yang memiliki banyak kegiatan dalam sehari. Kegiatan yang kami lakukan terdengar sangat membosankan. Kelihatan dari wajahnya yang merengut.

Karin menatapku dengan Yuta, ia menunjuk kami berdua secara bergantian. "Apa kalian pacaran?"

Aku terbatuk-batuk. Kulihat Yuta memalingkan wajahnya. Aku menepuk meja keras, "TENTU SAJA TIDAK!" kataku mengegas.

"Oke, santai saja, Na. Aku hanya bertanya." Karin berkata pelan.

Troy sedikit tertawa, ia membisikkan sesuatu pada Karin yang dibalas anggukan oleh gadis itu. Aku memandang Troy tajam dan cowok itu kembali terdiam.

"Kami tidak berpacaran," balas Yuta.

Yah, kalau diakui langsung oleh Yuta seperti ini kenapa rasanya sakit. Tolong, aku butuh dokter cinta.

"Kalian seperti sepatu, kemana-mana selalu berdua. Aku jarang melihat Nana tanpa Yuta disisinya," kata Karin.

"Betul. Aku juga berpikiran hal yang sama." Troy menimpali.

Karin menyatukan kedua tangannya, seakan punya ide bagus. "Besok kita libur. Bagaimana kalau kita berjalan, Na? Khusus para gadis?" ajaknya.

"Ah, baiklah." Balasku. Lagipula aku tidak ada agenda besok. Daripada Mama menyuruhku menjaga RuMak lagi lebih baik aku berjalan-jalan dengan Karin. "Kita akan pergi kemana?"

Karin menempelkan jarinya dibibir, "Rahasia. Aku akan memberitahumu lewat pesan. Takutnya ada yang menyusul nanti," ia mengatakan itu sambil menatap Yuta dan juga Troy.

Troy mendesis, "Siapa juga yang penasaran dengan kegiatan kalian! Kami para cowok juga akan jalan-jalan besok."

"Aku tidak ikut. Aku mau belajar." Tolak Yuta.

Aku dan Karin mentertawakan Troy bersamaan. Kasihan cowok itu, sepertinya Yuta sedikit kejam dengan menolak langsung seperti ini. Bahkan ia tidak menjaga wajah Troy sama sekali. HAHAHA!!

"Yuta, kamu harus berolahraga sedikit. Jangan terlalu sering belajar oke?" keluh Troy.

"Mm," Yuta merespon malas.

"Aku tidak sabar untuk besok." Kata Karin tersenyum riang.

"Ya," balasku singkat.

Keesokkan harinya, aku benar-benar menyesal telah menyetujui keinginan Karin. Jika tahu akan berakhir seperti ini lebih baik aku menolaknya. Seharusnya aku menjaga RuMak saja bersama Mama.

EH?! SESEORANG TOLONG AKU!!!!

01 Mei 2020

.

Hayo, apa yang terjadi pada Nana? Chapter selanjutnya aku jamin sama kalian bakal baper, aku yang nulis saja baper :)

.

Aku sayang Yuta <3

.

Red

Antagonis Touch (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang