Touch 22

5.2K 700 13
                                    

Aku mengumpulkan pekerjaan rumahku dan Yuta, menatap Desna sebentar sebelum mendatanginya. "Mari kita bicara saat jam istirahat nanti. Ada yang harus kamu tahu tentang kejadian di museum Fiksi itu."

Desna terlihat tidak senang, namun guru matematika masih ada sehingga Desna hanya diam. Aku sudah memberitahunya. Pergi atau tidak, aku akan tetap meluruskan kesalahpahaman ini. Ini demi Yuta juga. Demi hidupnya.

Aku kembali ke tempat duduk. Yuta tengah menatapku. Aku tersenyum padanya, menopang daguku dan membalas tatapannya.

"Ada apa? Aku tahu aku cantik, kamu terlihat seperti ingin memakanku."

"Tidak!" elaknya. Pensil di tangan Yuta bahkan jatuh ke lantai.

"Aku tidak cantik?"

"Bukan seperti itu," Yuta tampak kusut dan aku hanya tertawa.

Aku mengambil pensil yang jatuh, memberikannya kembali pada Yuta. "Jangan khawatir. Kami hanya akan berbicara, apa yang bisa terjadi?"

"Aku akan menemanimu." ucapnya.

"Dengarkan penjelasan guru." alihku.

Yuta kembali fokus pada guru yang sedang menjelaskan. Aku menghela napas. Yuta-ku terlalu lucu. Aku tidak tahan untuk tidak menggodanya. Jika fobia Yuta tidak ada dan ia akrab dengan semua orang, mungkin Yuta tidak akan bersamaku sekarang. Aku harus melindungi keimutan Yuta dari para betina!

"Yuta, kerjakan soal nomor satu. Helene, kamu nomor dua." panggil guru.

Yuta berdiri dari duduknya. Begitu pula Helene. Aku memandangi punggung Yuta yang sedang menulis di papan tulis. Seharusnya aku menyalin soal di depan tapi hei? Siapa yang bisa tahan pesona Yuta? Seluruh gadis di kelas bahkan memandang Yuta seperti ingin memangsanya. Itu Yuta-ku. Tidak ada yang boleh memilikinya.

Mataku memicing. Helene, dasar betina! Kenapa kamu dekat-dekat Yuta?! Papan tulis tidak sekecil itu hingga kamu harus menempel. Aku bangkit dari dudukku. Suara kursi yang cukup nyaring membuat aku menjadi pusat perhatian.

"Nana?" Karin menatapku dengan mata membelalak.

Aku mengabaikannya berjalan ke meja guru. Aku berdeham, "Ibu, saya izin ke toilet." ucapku.

"Baiklah."

Aku berjalan ke arah Helene, menyenggol dengan sengaja dan itu membuat tulisannya di papan tulis jadi berantakan. "Maaf, tidak sengaja." kataku polos. Aku mengeluarkan semua tatapan tajamku padanya. Kemudian pergi keluar kelas.

Aku mendengar kegaduhan di kelas, sedikit mengintip hanya untuk melihat Yuta yang tersenyum saat kembali ke kursinya.

///

"Aku tidak cemburu!" kataku. Menatap Karin di depan cermin. Kami sedang mengganti seragam karena setelah ini ada pelajaran penjasorkes.

Karin menghela napas, "Kamu masih mengelak, Na? Satu kelas melihatmu."

"Itu ... tetap saja, aku tidak cemburu," aku berdeham. "Ini karena Helene mendekati Yuta, aku hanya khawatir fobia Yuta kambuh karenanya. Iya, hanya karena itu."

Karin tertawa. "Baiklah, aku akan percaya saja."

Aku cemberut. Kami keluar dari toilet dan segera pergi ke lapangan. Yuta dan Troy sedang memegang bola basket. Aku menatap Yuta dan berkata langsung, "Yang di kelas matematika tadi, aku tidak cemburu tapi khawatir."

Yuta tersenyum, "Iya, aku tahu."

Tidak. Raut wajahmu jelas tidak percaya kata-kataku.

Aku mengambil bola basket yang ada di tangan Troy, "Apa kita main bola basket hari ini?"

Antagonis Touch (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang