"Na ... Nana ...." samar-samar aku mendengar suara Yuta memanggilku.
Aku membuka mata, pipiku terasa basah. Apa aku menangis? Yuta membantuku untuk duduk. Aku meringis kecil, uh, kepalaku terasa sangat pusing.
"Kamu baik-baik saja, Na?" tanya Yuta khawatir.
Aku bersandar di dada Yuta. Melihat Yuta cemas seperti ini membuatku tersenyum, senang bisa melihat Yuta lagi.
"Aku baik," jawabku pelan. "Jangan cemas."
Yuta tampaknya tidak percaya padaku. "Kamu menangis, apa sesuatu terjadi?" tanyanya. Ia mengusap pipiku.
Aku menggelengkan kepalaku pelan, "Tidak. Aku hanya bermimpi dan itu mimpi yang sangat indah." Aku melingkarkan tanganku untuk memeluk Yuta. Ia membalas pelukanku lembut seperti tidak ingin menyakitiku.
Aku tersenyum. Hangat sekali. Aroma tubuh Yuta menenangkanku. Membawaku kembali ke kenyataan bahwa kesempatan keduaku masih berlangsung dan belum berakhir. Aku masih di izinkan untuk bersama Yuta. Aku memeluknya semakin erat.
"Jangan pergi lagi, Yuta." gumamku.
"Aku tidak akan pergi kemana-mana," suaranya sangat menenangkan. Ia menepuk punggungku pelan.
Pintu di buka keras membuatku kaget dan tanpa sadar mendorong Yuta agar menjauh. Aku melihat pelakunya. Troy. Ia menggaruk kepalanya. "Sorry, kayaknya kami datang di waktu yang salah." ucap Troy diam di depan pintu.
Aku berdeham. Menormalkan detak jantungku. "Tidak apa, masuklah." kataku. Lagi pula akan aneh jika berduaan dengan Yuta di situasi ini. Aku melirik Yuta, ia sepertinya kesal. Lucunya.
Troy masuk ke dalam. Di susul Karin, Ilham dan juga ... Desna. Aku tersenyum ramah menyambut mereka.
"Na, kamu baik-baik saja?" Karin menghampiriku, ia memelukku pelan. "Aku sangat khawatir karena kamu pingsan selama berjam-jam. Dokter bilang tidak ada yang salah tapi kamu tetap tidak sadarkan diri."
Aku tersenyum, "Tenanglah, aku hanya tertidur sebentar tadi."
"Aku membawakan batagor kesukaanmu," Ilham menghampiriku dan menyerahkan sebungkus batagor.
Aku tertawa pelan, "Terima kasih."
"Lain kali jangan langsung berlari ke arah mobil seperti itu," Troy mengomel. "Kamu hampir ke tabrak tahu."
"Mm, baiklah" Kadang-kadang si ketua kelas menjadi sangat cerewet. Seperti sekarang ini. Ia menceramahiku panjang lebar tanpa henti. Mengatakan betapa bahayanya jika aku tidak bisa menarik Desna ke arahku. Atau bagaimana jika aku terjatuh dan malah ke tabrak oleh mobil.
"Sudah. Sudah. Nana lagi sakit dan kamu menceramahinya?" Karin membungkam mulut Troy agar tidak berbicara lagi. Ia lalu mendorong tubuh Troy dan Ilham agar keluar. "Istirahatlah, Na." kata Karin sebelum menutup pintu.
Sekarang hanya tinggal aku, Yuta dan Desna. Desna sedari tadi hanya diam, aku lihat ia merasa sedikit tidak nyaman. Aku menatap Yuta. "Keluarlah dulu, aku ingin berbicara dengan Desna."
Yuta tampak ragu tapi ia mengiyakan dan pergi keluar.
Saat pintu tertutup, aku menatap Desna. "Aku mau minta maaf padamu." seruku serius. Desna tampak terkejut.
"Maafkan aku karena salah paham padamu."
Desna semakin tidak mengerti. Aku hanya membalasnya dengan senyuman. Desna tidak perlu tahu yang sebenarnya.
"Se ... seharusnya aku yang minta maaf. Aku bersikap kasar padamu. Tapi kamu ... menolongku." Desna menundukkan kepalanya. "Jika kamu tidak menolongku ta-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis Touch (END)
Teen Fiction(FOLLOW DULU YUK SEBELUM MEMBACA! JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTE DAN COMMENT JUGA BUAT PENYEMANGAT!) . . . "Aku akan menjadi antagonis untuk memilikimu." Bagaikan sebuah anugerah, Nana kembali ke masa lalu. Kembali ke kehidupan SMA-nya yang menjadi awa...