Touch 23

5K 678 28
                                    

Aku membuka mataku. Hanya ada warna putih sepanjang aku melihat. Aku mencoba menelusuri sekeliling tapi tempat ini tidak memiliki tempat berhenti. Tidak ada belokan, tidak ada apa pun, hanya ada putih tanpa dasar.

"YUTA?!" panggilku. Suara menggema di sekitarku.

Aku takut!

Sebuah sinar terlihat, aku segera berlari ke arah sana. Cahaya itu memenuhi penglihatanku membuatku terpaksa memejamkan mata. Aku membuka mata, lingkungannya sedikit samar dalam ingatanku tapi aku tahu bahwa ini adalah sekolah dasarku bersama Yuta.

Aku melihat Yuta yang terlihat sangat muda, ia duduk di kursi paling belakang sendirian. Sedang membaca buku sementara murid yang lain sedang bermain.

APA YANG TERJADI?!

Yuta jadi anak kecil lagi? Imutnya. Aku berdeham, mengamati sekeliling, apa aku kembali ke masa lalu lagi?

Aku berjalan ke arah Yuta kecil, ingin menyentuh tubuhnya namun tanganku melewatinya begitu saja. Aku melihat kedua tanganku yang tembus pandang. Aku menjadi hantu!

Apa aku sudah mati saat menolong Desna?

Astaga! Ingin menyelamatkan masa depan tapi justru aku yang mati?! Huh, tenang, Nana! Kamu harus tenang dan berpikir dengan jernih. Jangan panik dulu.

Aku melihat kalender yang ada di kelas, melihat judul buku yang sedang di baca Yuta. Jika aku tidak salah ingat, ini hari pertama setelah liburan sekolah dan aku datang terlambat sehingga tidak mengikuti jam pertama. Benar saja, di pintu, seorang gadis ompong dengan rambut yang di kepang masuk ke dalam kelas dengan napas terengah-engah. Baju Nana kecil berantakan, seragam putih sekolah penuh kotoran.

Aku menutupi mataku, tidak ingin melihat penampilanku dulu. Aku datang terlambat karena bangun kesiangan, belum lagi di pertengahan jalan saat sedang berlari ada anjing besar yang mengejarku. Jika pemilik anjing tidak datang tepat waktu aku mungkin sudah digigit.

Nana kecil berjalan ke kursinya dan duduk di samping Yuta. Yuta yang awalnya fokus membaca buku, menutup bukunya dan memberikan air pada Nana yang langsung di minum habis.

"Terima kasih, aku benar-benar haus." Nana mengembalikan botol air Yuta.

Yuta kecil mengulurkan sapu tangan untuk membersihkan wajah Nana yang kotor. "Apa yang terjadi padamu?"

"Yuta, kamu mungkin tidak percaya, aku di kejar anjing saat pergi ke sekolah. Besarrr sekali, lebih besar dari kamu," Nana kecil bercerita, "Aku berlari sangat cepat sampai tidak sadar kalau ada gerobak di depan, saat mau menghindarinya aku terjatuh dan hampir digigit anjing besar itu. Syukurlah, pemiliknya datang."

Aku melihat Yuta yang memandang Nana kecil dengan wajah khawatir. Setelah insiden itu, Yuta selalu menungguku untuk berangkat ke sekolah bersama-sama. Kebiasaan itu terus berlanjut hingga kami SMA.

Tubuhku terasa ditarik, saat aku membuka mataku lagi. Aku melihat Nana yang mengenakan seragam putih biru. Di depannya berdiri seorang siswa cowok yang sedang menyerahkan bunga dan coklat. Oh, ini pasti saat aku mendapatkan pernyataan cinta untuk pertama kalinya. Penampilanku saat SMP tidak jorok seperti waktu SD. Aku tumbuh menjadi gadis yang lucu.

"Nana, aku tertarik padamu sejak pertama kali kita bertemu. Tolong terima perasaanku."

Nana menatap siswa di depannya. Tidak jauh di sana berdiri Yuta.

"Maaf, aku tidak menyukaimu." tolak Nana dan segera berlari ke arah Yuta. "Ayo ke kantin."

"Iya."

Nana duduk setelah memesan, Yuta duduk di depannya. "Kamu tahu Yuta, jika siswa itu sedikit lebih tampan atau mungkin aku mengenalnya cukup baik, tidak buruk untuk menerima perasaannya."

Yuta menatap Nana serius. "Jika ia masih mendekatimu, apa nanti kamu akan menerima perasaannya?"

Nana memikirkannya, "Mungkin saja wajahnya berubah sedikit lebih tampan saat dewasa nanti kalau ia masih mengejarku aku akan memikirkannya." katanya santai.

Aku mengingat siswa itu, tidak, wajahnya tidak berubah banyak bahkan setelah ia dewasa. Syukurlah aku menolaknya saat itu. Setelah itu aku menerima banyak surat cinta dari para cowok namun aku selalu membuangnya. Menjadi populer terlalu melelahkan buatku.

"Mereka masih saja memberikan surat cinta berapa kali pun aku menolaknya. Aku lelah." keluh Nana.

"Jika kamu punya pacar mungkin mereka akan berhenti." saran Yuta.

"Apa aku harus menerima salah satu cowok itu?"

"Tidak!" teriak Yuta yang membuat Nana terkejut.

"Kamu bilang aku harus cari pacar."

Telinga Yuta memerah. "Iya, tapi bukan di antara mereka."

"Lalu siapa?"

"A ... aku juga bisa." Wajah Yuta sangat merah saat ini. Ia bahkan bicara tergagap.

Nana tertawa. "Kamu? Haha, tidak mungkin ada yang percaya. Kamu sahabat baikku. Kita selalu berdua." Nana melambaikan tangannya. "Sudahlah, aku akan menyerahkan surat cinta ini pada guru biar mereka berhenti."

Ah, Yuta-ku yang malang. Aku terlalu muda saat itu dan tidak bisa menyadari perasaanmu. Aku pikir kamu hanya sedang bercanda. Maaf, Bang Yuta.

Saat aku membuka mata lagi aku berada di depan rumah. Aku melihat Yuta dengan jaket merah muda sedang menungguku dengan motor merahnya seperti biasa.

"Pagi, Nana." Yuta berbicara. Ia tersenyum hangat. Aku mengikuti arah pandangnya. Aku membulatkan mataku. Itu ... itu aku? Aku melihat diriku sendiri. Wajahku terlihat sangat menyebalkan dan sepertinya sangat marah. Nana mengerikan.

Nana berjalan mengabaikan Yuta. Menganggapnya seperti tidak ada.

Hei, Nana tidak boleh seperti itu!

Yuta naik ke motornya dan segera mengejar Nana. Aku melihat Yuta tersenyum sendu. Ia pasti merasa terluka. Yuta berusaha mengajak Nana berbicara tapi selalu tidak di respon kalaupun di balas hanya akan terdengar kata-kata makian.

"Nana, aku hanya mencintaimu. Aku tidak bisa mengikuti keinginanmu untuk bersama Desna. Kamu tahu bahwa aku memiliki fobia, tidak akan ada yang bahagia dalam hubungan itu."

"Aku akan bahagia. Desna akan bahagia. Jangan jadikan fobiamu sebagai alasan!"

Nana kamu jahat!

Kamu orang terburuk yang pernah aku kenal! Bagaimana mungkin kamu menyakiti Yuta seperti itu?! Uh, aku merasa sangat buruk!

Kemudian aku berpindah tempat, tidak lagi di halaman depan rumah. Aku melihat sekeliling, ini di sekolah. Di koridor kelas. Nana berlari ke arah Ilham, pipinya terlihat sangat merona. Ilham mereaksinya biasa. Aku melihat Yuta yang ada di belakang, ekspresinya semakin terlihat terluka.

Desna menghampiri Yuta dan mengatakan beberapa hal, "Yuta, Nana tidak mencintaimu. Ia mencintai Ilham. Nana sudah bukan Nana yang kamu kenal, ia berubah dan kamu juga harus berubah, Yuta."

Yuta menggelengkan kepalanya, "Nana tetaplah Nana. Ia tetap gadis yang aku cintai."

Aku mendengar apa yang Yuta katakan. Tidak bisa menahan haru, Yuta, kamu cowok terbaik dalam hidupku! Aku menatap Desna yang terlihat sangat kesal karenanya. Kemudian, aku melihat diriku sendiri yang mendekati Ilham dengan manja. Merasa muak sendiri. Apa Nana begitu buta hingga tidak bisa melihat Yuta?

Yuta terlihat jauh lebih tampan!


23 November 2020

.

Kita flashback bentar ya

.

Red

Antagonis Touch (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang