Part 5

2.6K 276 7
                                    

Badai memang selalu datang tanpa peringatan. Setelah sehari sebelumnya mereka masih menghabiskan waktu bersama, tertawa bersama, tiba-tiba hari ini suasana sunyi senyap.

Jaemin agaknya merasa dia juga ikut andil didalam situasi canggung ini. Dia lah yang meminta agar mereka tidak memberitahu keadaan Renjun yang sebenarnya, setidaknya sampai Renjun pulih. Tapi ia tidak menyangka bahwa Jeno juga tidak memberi tahu keluarganya.

Berkali-kali Jaemin menengok ke meja sekretaris yang kosong selama empat hari ini. Mark ijin, atau mengambil cuti. Jaemin tidak terlalu paham.

Ia jadi uring-uringan setiap saat. Bukan karena ia tidak sanggup bekerja sendiri. Hanya saja, setelah Mark meminta ijin cuti, dia benar-benar tidak bisa dihubungi. Apakah keadaan di kediaman Lee separah itu? Apa mereka sangat terguncang dengan fakta ini dan tidak bisa menerima kenyataan? Lalu bagaimana nasib Renjun kedepannya?

Jaemin juga masih belum berani untuk muncul ke kediaman Huang.

Sekali lagi ia masih seorang Na, seorang Im, bukan Huang. Dan Jaemin masih merasa sangat bersalah seakan ia lah penyebab semua ini.

Ditengah perasaannya yang bimbang dan bingung, pintu ruangannya dibuka tanpa ada ketukan sebelumnya.

"Hai bos! Tolong gaji aku secara penuh hari ini meskipun aku masuk setelah jam makan siang ya? Lagipula kan aku masih terus membantumu meskipun aku tidak berangkat ke kantor kemarin-kemarin."

Disana, berdiri sekretaris paling tengil sedunia yang sanggup membuat Jaemin sakit kepala dalam sekejap. Tertawa lebar, dengan mulut tanpa saringan. Entah mengapa, melihat Mark akhirnya ada disini, sebagian beban dipundaknya terangkat, dan merasa lemas tiba-tiba.

Pasti karena mereka jadi terlalu sering bersama, dan Mark Lee selalu ada untuk membantunya menghadapi setiap masalah. Ketidakhadirannya membuat Jaemin sedikit kebingungan melakukan banyak hal.

Mark Lee terasa seperti zona aman untuknya. Tidak perlu menjadi cucu keluarga Im yang dituntut kuat dan sempurna. Tidak perlu berlaku baik dan anggun karena menjadi bagian keluarga Huang. Tidak perlu memakai topeng seperti menghadapi musuh. Ia bisa menjadi seorang yang pemarah dan ceroboh dihadapan sekretarisnya. Karena Mark pasti mengerti dan akan membantu memperbaiki kesalahannya.

Jaemin menelungkupkan kepalanya pada lipatan tangan yang ia letakkan dimeja kerja. Tidak lama pundaknya bergetar, isakan-isakan kecil yang lolos terdengar oleh Mark. Membuat sekretaris kecilnya itu kelabakan menghampiri meja kerja Jaemin.

"Loh? Bos? Kau menangis? Demi APA?!"

Itu adalah pertama kalinya Jaemin membiarkan orang lain melihat sisi lemah miliknya. Dan orang itu malah menertawakan dirinya. Jaemin menangis makin kencang dan tidak ragu meraung-raung. Mark tertawa terbahak-bahak tapi sambil menepuk punggung Jaemin yang menangis sambil menyumpah serapahi Mark.

Situasi yang sungguh aneh.

Dasar Lee Minhyung! awas saja! Tidak ada gaji untuknya selama tiga bulan!

-0-

"Eomma marah besar," cerita Mark. Tentu saja, orang tua mana yang tidak marah ketika anaknya menyembunyikan hal sebesar ini dari dirinya.

Menurut Mark, ibunya memang kecewa karena sudah tidak ada harapan akan menimang cucu dari Jeno. Tapi ia lebih kecewa pada Jeno, atau pada dirinya sendiri lebih tepatnya, sudah dengan semangat menyuruh menantunya untuk segera mengandung lagi. Nyonya Lee merasa buruk karena tidak mengetahui yang sebenarnya.

"Bukan salah ibumu bersikap demikian, beliau kan tidak tau. Renjun saja baru tau."

"Aku tidak paham kenapa kalian menyembunyikan hal itu. Aku sangat tidak tega melihat eomma murung selama beberapa hari ini."

Both / Norenmin ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang