Part 10

2.3K 243 8
                                    


"Kurasa kau sedikit keterlaluan," Mark membuka pembicaraan diantara orang-orang yang tersisa di meja makan. Hanya ada Mark, Renjun, dan Jeno disana.

Renjun tampak menyembunyikan wajahnya diantara telapak tangan. Bahunya agak bergetar, dan Jeno segera membawa istrinya pada pelukan. 

Makan malam benar-benar kacau. Tidak ada yang menyentuh makan malam itu. Tuan dan Nyonya Huang langsung pamit undur diri karena merasa malu atas perbuatan Renjun selepas kepergian Jaemin. Tuan dan Nyonya Lee juga tidak berkata apa-apa, dan hanya pergi menuju kamar mereka.

"Tadi siang, Tuan Besar Im, kakek Jaemin, tiba-tiba datang ke kantor. Selama lima tahun aku bekerja dengan Jaemin, itu adalah pertama kalinya aku melihat Tuan Besar." Renjun mengangkat kepalanya mendengar informasi itu.

Tuan Besar Im? Orang yang membuat Nana harus berkecimpung di dunia bisnis yang penuh jalan terjal sejak dini? Bukankah itu pertanda buruk?

"Dan kau tau apa yang dibicarakan kakek Jaemin itu? Tuan Im meminta Jaemin untuk segera menikahiku," Renjun kini benar-benar terkejut. "Mereka bertengkar hebat, bahkan Tuan Im hendak melayangkan pukulan pada Jaemin. Jadi bisa kau bayangkan seberantakan apa perasaan Jaemin hari ini? Dan kau, di penghujung harinya malah memperburuk dengan menyuruhnya menikah dengan Jeno? Serius Renjun, bukankah kau sahabatnya?"

Renjun kini menangis di pelukan Jeno. Ia menangis dengan keras karena penyesalan yang mulai merayapi hatinya.

"Aku tau kau kalut. Entah karena perasaan bersalah sebab tidak bisa memberikan keturunan, atau karena mengira Jeno memiliki ketertarikan pada Jaemin," Jeno kini ikut melayangkan tatapan pada kakaknya. "Hanya saja, itu salah adik ipar. Caramu salah. Dan kau benar-benar menyayat perasaan Jaemin dengan mendorong sampai pada batasnya."

"Apa yang harus kulakukan sekarang? Aku benar-benar bodoh.."

"Biarkan dia sendiri. Kalian butuh waktu untuk sendiri."


-0-


Jaemin mengetuk jarinya pada meja kerjanya sembari mata menatap pada layar ponsel. Kegiatan mari mengetuk jari pada meja dan menatapi ponsel itu sudah berlangsung selama satu jam ini.

Jaemin ragu, bimbang.

Satu jam yang lalu Mama Huang mengiriminya pesan untuk makan malam bersama keluarga Huang.

Bukan sesuatu yang aneh dilakukan sebenarnya. Jaemin memang diminta untuk ikut makan malam bersama keluarga Huang setidaknya satu kali dalam sebulan. 

Masalahnya sudah satu bulan sejak acara makan malam di kediaman Lee yang berujung kekacauan itu, dan satu bulan pula Jaemin sama sekali tidak pernah menghubungi keluarga Huang. Termasuk Renjun. Apalagi Renjun.

Bagaimana mereka harus bertatap-tatapan nanti padahal masalah satu bulan yang lalu ditinggalkan mengambang begitu saja. Tanpa kejelasan. Renjun juga sama sekali tidak berniat menghubunginya terlebih dahulu. Mama Huang juga baru hari ini menghubunginya dan tiba-tiba mengundangnya makan malam. Seakan-akan mereka melupakan kejadian yang lalu.

Jaemin jadi berpikir, disini bukan hanya dia yang merasa bahwa mereka melakukan kesalahan bukan?

Rasanya aneh sekali melihat semua orang tetap bungkam. Tentu kecuali Mark Lee. Satu-satunya orang dalam lingkaran makan malam itu yang mengecek kondisinya di tengah malam diam-diam. Jaemin tidak bisa tidur semalaman itu, dan ia tau bahwa Mark datang ke apartemennya. 

Dan keesokan harinya, Mark justru meminta maaf. Entah untuk apa. Itu kan bukan salahnya. Pun bukan dia yang diseret dalam percakapan malam itu untuk menikah dengan Jaemin.

Both / Norenmin ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang