Part 20

2.4K 214 7
                                    

Mark menggaruk rambutnya yang memang gatal. Bagaimana tidak? Ia belum sempat mencuci rambutnya sejak empat hari yang lalu karena terlalu banyak hal yang terjadi dalam waktu singkat.

Dan rasanya seperti deja vu. Ia berlarian di pagi hari bersama Haechan dalam keadaan setengah sadar karena satu orang. Jaemin.

"Haechan, kalau jalan jangan cepat-cepat."

Mark berusaha meraih lengan sahabatnya yang berjalan dengan cepat di depannya. Tapi baru juga menyentuh, Haechan sudah menghempaskan tangan Mark dengan kuat.

"Jangan sentuh aku Mark!"

Haechan cemberut dan kini semakin mempecepat langkahnya.

Mark hanya bisa menghela nafas dan membiarkan mereka berjalan dengan jarak yang cukup jauh.

Ia cukup sadar diri dengan penyebab sahabatnya marah dan agak sensi padanya sepagian ini.

Mungkin karena mereka terlalu lelah, atau Mark lah yang cukup lelah, ia tidak sadar bahwa ia tertidur di kamar Haechan sambil memeluk tubuh Haechan semalaman. 

Mereka sama-sama terbangun saat ada panggilan di ponsel Haechan. Dan betapa kagetnya Haechan saat ia terbangun malah menemukan Mark sedang memeluknya erat dengan posisi wajah Mark yang menelusup di perpotongan lehernya.

Haechan sontak melepaskan diri dari Mark dan sedikit menendang sahabatnya.

Bukannya mereka tidak pernah tidur bersama satu ranjang. Tentu saja mereka sering melakukannya. Jika itu hanya tidur.

Hanya saja, ya hanya saja, untuk sekarang, semua terasa berbeda sejak kejadian beberapa hari lalu di apartemen Jaemin saat mereka hampir saja melewati batas menjadi seorang 'teman'. Haechan jadi tidak bisa memandang Mark dengan sama lagi sejak saat itu.

Mark berlari kecil untu mengejar ketertinggalannya dari Haechan. Ia menarik lengan sahabatnya lagi dan kini lebih kearah mencengkram pergelangan tangan anak itu.

"Jangan begini," jujur Mark sudah berusaha menjelaskan situasinya sejak tadi pagi tapi Haechan malah terus menerus menghindarinya dan bersikap kekanakan ini membuat Mark lama-lama jengah juga.

"Kita bicarakan lagi ini di rumah. Sekarang jangan bersikap seperti ini. Tenanglah dan berjalan disampingku."

Haechan hanya bisa melotot saat Mark memberi titah yang tidak bisa dibantah seperti itu. 

Ia terpaksa menjadi berjalan di samping pemuda itu sekarang.

Mark menghentikan langkahnya di meja resepsionis untuk menanyakan keberadaan bosnya.

"Kamar VIP nomor 312 Tuan."

"Terimakasih."

Mark berjalan ke kamar inap bosnya dengan tetap menggandeng Haechan erat.

Sebuah keajaiban dunia sahabatnya juga hanya diam sedari tadi tanpa ada kalimat-kalimat bantahan seperti biasanya.

Mark tersenyum tertahan.

Haechan-nya manis sekali jika sedang mode dipaksa jinak begini.

"Aku masih tidah paham kenapa pihak rumah sakit menghubungimu bukannya aku. Padahal hampir setiap urusan yang berhubungan dengan Jaemin pasti langsung terhubung padaku."

Haechan mendecih. "Tidak suka sekali kau hanya karena tidak menjadi orang yang dikabari pihak rumah sakit? Cemburu?"

"Bukan begitu Haechan, hanya aneh saja." Oke Mark, sabar. "Jaemin pernah bilang bahwa ia menjadikan nomorku sebagai salah satu nomor panggilan darurat. Jadi jika sewaktu-waktu ada apa-apa terjadi padanya mereka pasti menghubungiku. Ingatkan aku ini lebih terlihat seperti baby sitter Jaemin daripada sekretarisnya."

Both / Norenmin ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang