Part 22

2.3K 219 23
                                    

Jeno terbangun beberapa jam lebih pagi dari biasanya. Penyebabnya satu, tempat di sampingnya terasa dingin dan kosong.

Ia meraba dan menyadari Renjun tidak ada disana.

Kemana istrinya?

Beberapa saat Jeno hanya membuka matanya dan menatap langit-langit kamarnya hingga pintu kamarnya terbuka dan menampakkan istrinya yang sudah rapi dalam pakaian casual untuk keluar rumah. 

"Ingin pergi ke suatu tempat?"

"Oh Jeno!" istrinya tampak terlonjak kecil. "Sejak kapan kau bangun?"

"Sejak menyadari kau tidak disampingku sayang," Jeno membenarkan posisinya menjadi duduk dengan bersandar pada headboard kasur mereka. "Nah, sekarang, mau kemana?" Jeno mengulang pertanyaannya.

"Ke apartemen Nana."

Jeno langsung menahan nafas karena jawaban istrinya. Sama sekali tidak menyangka bahwa jawaban itu yang akan ia dapatkan.

Memang sudah lama sekali sejak Renjun bertemu Jaemin. Setelah di rumah sakit, perempuan itu masih enggan memperbolehkan Renjun menjenguknya. Dan sekarang tiba-tiba Renjun berkata akan pergi ke apartemen Jaemin.

Pantas saja. Bahkan dalam keadaan kamar mereka yang minim pencahayaan karena masih pagi buta, Jeno bisa melihat binar bahagia dan rona kemerahan di wajah istrinya itu.

"Oh? Tiba-tiba?"

"Nana mengirimiku pesan setengah jam yang lalu. Katanya sedang ingin memakan tahu mapo buatanku."

Jeno mengerjabkan matanya beberapa kali. Ingin bertanya lebih lanjut, tapi semua kalimatnya tertahan di pangkal lidahnya.

"Sepertinya dia mengidam," lanjut Renjun dengan senyum penuh arti.

"Oh.. mengidam." Ada perasaan hangat yang terselip dalam relung hatinya. 

Saking lamanya Jeno tidak bertemu Jaemin, atau bahkan mendengar kabarnya, ia sampai lupa bahwa wanita itu sedang mengandung, mengandung anaknya. Dan orang-orang mengandung bisa mengidam tanpa kenal waktu seperti ini.

Sungguh sebuah fenomena yang indah. Namun Jeno tersenyum kecut, karena ia tidak bisa mendampingi ibu dari calon anaknya itu melewati segala macam hal selama masa mengandungnya.

Dan Renjun menyadari rasa sedih suaminya itu.

Ia menggigit bibirnya. Ia tau, walau bagaimanapun Jaemin sedang mengandung anak Jeno. Sebagai laki-laki dan juga calon ayah dari janin tersebut, Jeno pasti memiliki perasaan ingin berada di samping Jaemin dan menemani perempuan itu selama masa kehamilannya. Hanya saja, demi menjaga perasaannya, Jeno sama sekali tidak mengatakan keinginan terpendamnya itu sama sekali.

"Jeno.."

"Ya sayang?"

"Mau mengantarku?"


-0-


Bukan disambut oleh Jaemin seperti dalam bayangan Renjun, ia malah disambut oleh Haechan dengan wajah lelahnya.

"Hai Haechan," sapa Renjun.

"Hai Renjun, silahkan masuk."

Renjun agak merasa bersalah melihat Haechan menguap beberapa kali dengan sangat lebar. Kantung matanya juga terlihat jelas. "Apa aku terlalu pagi untuk datang? Maaf mengganggu tidurmu."

Haechan tertawa kering. "Kau tidak mengganggu tidurku sama sekali Huang. Karena aku bahkan belum tidur sama sekali.

"Kenapa?"

Both / Norenmin ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang