Part 26

2.3K 224 12
                                    


Jaemin melepas kacamatanya dengan gerakan agak dramatis. Ia juga sedikit mengibaskan rambut sebahunya yang kini sudah berubah menjadi warna asli rambutnya, hitam.

"Kau merasa seperti idol yang baru turun dari pesawat dan disambut ribuan penggemar ya?" tanya Haechan agak dongkol melihat Jaemin yang tiba-tiba berubah menjadi narsis begitu menginjakkan kaki di Seoul.

"Ya, semacam itulah," Jaemin agak menyunggingkan senyum pada beberapa orang yang memang terpana melihat senyumnya.

Melihat beberapa orang yang terlihat seperti terkena serangan jantung mendadak setelah melihat Jaemin membuat Haechan makin menekuk wajahnya.

"Aku tidak tau ternyata bisa bersikap begini," Haechan merujuk pada sikap Jaemin beberapa tahun terakhir yang hanya dihiasi kemarahan, keras kepala, dan kesedihan yang dipendam.l

"Kau kan memang baru mengenalku di saat-saat terburukku. Jika kau tau aku sebelum banyak badai menerpa, kau tidak akan terlalu terkejut." Jaemin semakin mengembangkan senyum saat melihat mantan sekretarisnya yang setengah berlarian menuju titik ia dan Haechan berdiri sekarang, "Tanya saja Minhyung."

Haechan mengikuti arah pandang Jaemin dan menemukan pandangannya bertubrukan dengan tatapan dalam milik sahabatnya.

"Haechan.." Mark langsung merengkuh Haechan dalam pelukannya, sepenuhnya mengabaikan Jaemin yang berdiri satu langkah di depan haechan.

Jaemin menganga ketika keberadaannya diabaikan begitu saja sedang ia sudah merentangkan tangannya menyambut Mark dalam pelukan.

Haechan menatap Jaemin tidak enak karena wajah sahabatnya itu sudah benar-benar masam. Tapi ia juga tidak bisa melepas pelukan Mark yang kelewat erat. Atau lebih tepatnya ia juga tidak ingin melepaskannya. Ia juga sangat merindukan sahabat sejak masa kecilnya itu.

"Haechan, aku. benar. benar. merindukanmu." Mark menekankan setiap katanya untuk menunjukkan betapa seriusnya rasa rindunya itu.

"Apa aku benar-benar akan diacuhkan?" Mark sama sekali tidak menghiraukan pertanyaan Jaemin membuat perempuan itu naik pitam. "LEE MINHYUNG!"

"Apa Na Jaemin? Kau bukan bos ku lagi, berhenti menyuruhku ini dan itu," balas Mark dengan nada yang malas. "Sudah untung aku mau kau repoti pagi-pagi buta untuk menjemputmu di bandara."

Baik Jaemin dan Mark saling beradu tatapan sengit.

Mark menghela nafas jengah, ia kemudian merentangkan tangannya kembali. "Ayo sini. Kalau mau pelukan bilang saja. Jangan sok jual mahal begitu."

"Lee Min-"

Teriakan Jaemin tertahan begitu Mark menarik tangannya dan membuatnya berakhir dipelukan pemuda Lee itu.

"Jangan kabur lagi ya. Susah sekali mencarimu jika sudah berniat kabur begitu," Mark mengelus rambut Jaemin. "Kenapa kau tidak mau membagi masalahmu? Kau punya aku. Jangan pernah merasa sendirian dan memangku beban sendiri."

Jaemin mengangguk dalam pelukan mantan sekretarisnya. "Akan kucoba. Terima kasih banyak Mark."


-0-



"Kau serius? Mereka sekarang punya penthouse di apartemen termewah di Seoul?!"

Mark mengangkat bahunya, "Begitulah."

"Setelah lima tahun tidak bertemu memangnya sekaya apa Jeno sekarang? Wah benar-benar gila si Jeno itu. Kalau dia tertarik padaku sih, aku tidak masalah menjadi istri keduanya."

Both / Norenmin ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang