Part 21

2.3K 214 32
                                    

"Jeno kelihatannya juga bahagia sekali Na."

Jaemin memperhatikan Renjun yang sibuk bercerita sedari tadi sambil mengupas apel untuknya.

Raut wajahnya memang tidak menunjukkan ekspresi yang berarti selain Renjun terus tersenyum kecil sembari bercerita.

Tapi Jaemin tidak yakin. Apa sahabatnya benar-benar baik-baik saja mengetahui ia hamil anak suaminya?

Jika memang iya, satu kata untuk Renjun.

Gila.

"Dengan satu syarat."

Renjun mengangkat wajahnya dan menatap Jaemin yang akhirnya mau membuka suara sejak Renjun memberitahu soal kehamilannya.

"Syarat apa?"

"Aku akan merawat janin ini sebaik mungkin tapi dengan satu syarat," Jaemin menghembuskan nafas kasar. "Aku tidak mau melihat Jeno sedetik pun selama masa kehamilanku."

Renjun terdiam. Ia bahkan menghentikan tangannya yang mengupas apel.

"Kenapa?"

"Apa itu sulit dilakukan? Aku hanya tidak mau bertemu Jeno saja."

"Tapi-"

"Padahal saat-saat sekarang ini sangat tidak tepat bagiku untuk mengandung. Jika saja kalian tidak tau perihal kehamilanku, aku akan menggugurkannya. Aku benar-benar tidak bisa hamil di waktu ini. Ada terlalu banyak hal penting yang perlu kulakukan..

"Tapi semua orang sudah terlanjur tau. Dan aku hanya mengajukan syarat itu. Apa itu sangat sulit? Kumohon jangan membuat hidupku semakin sulit."

Jaemin menatap sahabatnya dengan tatapan memohon.

Renjun menunduk dalam. Ia merasa dunia tidak adil padanya. Tapi apa tanpa ia sadari ia malah menyakiti sahabatnya karena ketidakmampuannya ini?

"Baiklah, aku akan bicarakan dulu ini dengan Jeno. Bagaimanapun dia ayah-"

"Aku tidak sedang meminta persetujuan kalian. Tapi aku mengajukan syarat," potong Jaemin. "Jika kalian tidak setuju, bayi ini hilang. Begitu cara kerjanya."

Renjun menggigit bibirnya. Ia tidak nyaman dengan percakapan ini. Jaemin terasa begitu jauh dan sangat keras kepala. Ucapannya adalah mutlak. 

Tapi biasanya, sikap itu hanya ditujukan Jaemin pada orang asing dan orang-orang yang tidak disukainya. Ini pertama kalinya Jaemin juga memperlakukannya demikian.

"Baiklah," Renjun akhirnya mengalah. 

Jaemin mengangguk kemudian membalik tubuhnya membelakangi Renjun. "Jika kau sudah selesai bisa tinggalkan aku? Aku ingin istirahat."

Air mata menggenang di pelupuk mata Renjun. Entah kenapa kebencian Jaemin padanya yang sama sekali tidak berusaha untuk ditutupi ini terasa sangat menyakitkan.

Renjun sebisa mungkin menahan air matanya agar tidak terjatuh.

Sebelum meninggalkan kamar inap Jaemin, Renjun menyempatkan memeluk sahabatnya sekali lagi. Ia mengecup puncak kepala Jaemin berkali-kali.

"Aku minta maaf untuk segalanya. Tapi aku juga berterimakasih."

Walau tidak ada balasan dari sahabatnya, Renjun semakin mengeratkan pelukannya dan membenamkan wajahnya pada helai rambut Jaemin.

"Aku sayang Nana. I always do. Semoga kita bisa menjadi seperti dulu lagi."

Kemudian Renjun berlalu.

Dan Jaemin akhirnya menitikkan air matanya begitu Renjun menghilang di balik pintu.

-0-

Both / Norenmin ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang