TUWENTI FOR

5.1K 541 40
                                    

Tak perduli sekeras apapun aku mencoba untuk menghilangkan rasa ini, pada akhirnya aku malah semakin jatuh dalam rasa yang tak semestinya ada.

~aku~

~~~

2 Desember 2020
Mana tugas kamu? Semuanya sudah mengumpulkan, hanya kamu yang belum.

3 Desember 2020
Kamu mau dapat nilai E, hah?

4 Desember 2020
Saya benar-benar akan memberi kamu nilai E!

5 Desember 2020
Tahun depan kamu mengulang semester ini!

6 Desember 2020
Tidak sopan sekali kamu mengabaikan pesan saya.

7 Desember 2020
Linda...

8 Desember 2020
Kamu baik-baik saja Linda? Saya khawatir.

Wanita itu menghela nafas kasar. Dilemparkannya ponsel ke tengah-tengah ranjang. "Cih, bohong," keluhnya.

Dengan rambut setengah basah, wanita itu menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang. Matanya terpejam sebentar menikmati empuknya kasur, tubuhnya serasa dibawa terbang ke kumpulan awan-awan putih. Untuk sekejap otaknya ikut rileks bersamaan dengan tubuhnya yang semakin terhanyut dalam bayang kenikmatan.

Akhir-akhir ini Linda sama sekali tak bisa merasakan nikmatnya ketenangan. Beberapa hari terakhir hidup wanita itu dibayangi rasa takut dan kegelapan. Lagi-lagi trauma masa lalunya kembali menari dipikirannya, seakan ia enggan melepaskan Linda dari genggaman alam bawah sadarnya. Beberapa kali wanita itu ditemukan menangis dan meringkuk sendirian dalam kegelapan di sudut kamar atau di dalam kamar mandi. Tak hanya itu, wanita itupun juga menolak untuk makan dan minum. Hal itu membuat Akmal, sang kakak kewalahan mengatasi adik tersayangnya itu. Laki-laki itu sampai rela tidur di depan pintu kamar Linda untuk berjaga-jaga jika rasa panik kembali menyerang adiknya itu. Berkat kerja keras dan ketulusan hatinya, akhirnya Linda berangsur membaik.

Drrttt! Drrttt!
Linda mendesah keras karena acara bersantainya terganggu. Tangganya bergerak meraba kasur, mencari keberadaan benda sialan yang mengganggu acara bersantainya. Matanya terbuka dengan ogah-ogahan saat ponsel sudah berada di tangannya.

Linda berdecak kesal saat menemukan dosen meemyebalkan itu lagi-lagi mengiriminya pesan. Wanita itu heran sekaligus bingung, mengapa lelaki itu terus saja mengiriminya pesan walau tak digubris sama sekali. "Kalau nggak penting, gue block nomer lo!" Serunya kesal sembari mengeklik notifikasi pesan dari Rama.

Bapak Dosen Rama
Cokelat atau vanila? Mana yang kamu suka?
Atau, kamu lebih suka saya?

Linda memutar bola matanya lelah. Sudah ia duga sebelumnya, lelaki itu pasti mengiriminya pesan tak bermutu seperti ini. "Ck, nggak penting banget." Komentarmya tak suka. "Block nggak ya, tapi kalau diblock, nilai gue gimana wey?" Tangannya sudah bersiap untuk memencet tombol block namun diurungkannya saat dosen menyebalkan itu mengiriminya pesan lagi.

Bapak Dosen Rama
Saya hanya bercanda.
Tapi, tolong jangan abaikan saya. Saya tidak suka diabaikan.

Linda terhenyak di tempatnya. Benar juga, akhir-akhir ini ia selalu mengabaikan lelaki itu. Bukan karena ia benci atau semacamnya, tetapi wanita itu merasa malu. Tak seharusnya Rama menonton drama kehidupan keluarganya, tak seharusnya lelaki itu menonton pertengkaran berujung perpisahan itu, dan tak seharusnya lelaki itu hadir ditengah-tengah keluarganya, atau... lelaki itu akan sama hancurnya seperti dirinya. Ia malu, pada Rama dan dirinya sendiri.

Wanita itu menghela nafas berat. Benar juga, tak seharusnya Rama berada di tengah-tengah keluarganya. Laki-laki itu terlalu sempurna untuk disandingkan dengan keluarganya. Rama yang sempurna tanpa cela tak patut disandingkan dengan dirinya yang penyakitan dan gila. Ia tak mau menyeret lelaki itu dalam pusaran masalahnya. Rama laki-laki baik dan berasal dari keluarga baik pula, tak seharusnya ia menodai kehormatan dirinya dengan bergabung dalam keluarga hancurnya ini. Tidak! Tidak boleh!

Kenapa Harus Bapak? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang