SPECIAL PART 4

2.9K 261 16
                                    

"Satu kata yang mampu meruntuhkan segalanya. Maaf."

😭

"Ya, aku menyuruhnya untuk menjemputmu." Aku mendesah kesal. Dugaanku ternyata benar, Hazan yang menyuruh lelaki itu menjemputku di bandara.

"Kamu tahu sendiri, kan..." aku mengerang frustasi. Apa Hazan lupa dengan yang baru kualami saat ini? Mengapa ia justru menjerumuskanku ke kandang macan. Argh!

Aku dapat mendengar helaan nafas diujung sana. "Rama berhak tahu, Lin," ucapnya beralasan.

"Lalu berapa banyak yang dia tahu?" aku sedikit menduga bahwa Hazan menceritakan segalanya, mengingat bahwa wanita itu yang meminta Rama menjemputku di bandara. Sejak awal aku sudah merasa aneh, mengapa saat di bandara Edinburgh Hazan begitu antusias mengantar kepulanganku. Juga, saat baru saja mendarat di bandara Halim Perdana Kusuma, setelah aku melewati pengecekan surat-surat, aku langsung dipertemukan dengan lelaki itu, Rama. Dan lagi, sikap lelaki itu juga berubah drastis saat bersamaku. Aku menduga Hazan benar-benar menceritakan segalanya kepadanya.

"Tidak banyak, hanya..."

"Hanya apa?" todongku tak sabar.

"Aku hanya menceritakan keadanmu selama di sini, di Edinburgh. Tentang kamu yang tersiksa, kesakitan setiap malam, dan sering menangis tanpa perduli waktu dan tempat. Aku menceritakan bagaimana penderitaanmu, bagaiamana usahamu untuk bangkit, bagaimana usahamu untuk bertahan, dan seberapa besar keinginanmu untuk sembuh." jelasnya.

Aku memijat pelipisku yang tiba-tiba berdenyut. Itu bukan 'hanya', tapi 'segalanya'. Kini bagaimana caraku menjelaskan semuanya kepada Rama tentang kondisiku saat di sana. Lelaki itu pasti mengira bahwa aku benar-benar sakit jiwa. "Hazan..." erangku.

"Why?" Suara di ujung sana terdengar melengking. Ini kali pertamaku bertelepon dengan Hazan setelah 4 hari kepulanganku ke Indonesia. "Apa yang kamu khawatirkan, dear?"

"Kamu tahu?" aku menyugar rambutku. "Everything getting worse now,"

"I know." balas Hazan. "That's why i told him everything about you." tambahnya.

Alisku menukik tajam. Hazan tahu segalanya? Lalu mengapa ia malah semakin menjerumuskanku ke permasalahan? Tindakan yang Hazan lakukan benar-benar tak bisa kupahami. Dengan wanita itu yang menceritakan segalanya kepada Rama justru membuatku semakin frustasi.

"Kenapa?" seruku marah. Tak dapat kupungkiri, mendengarnya mengucapkan kalimat dengan semudah itu mengundang amarahku. Dia tidak tahu saja tindakan kekanakan yang dilakukannya justru mengundang permasalahan baru untukku.

"'Cause i trust him,"

Aku menggebrak meja kuat. "Itu bukan alasan yang kuat, Hazan!" sanggahku.

Terdengar gelak tawa di ujung sana. Aku mendengus kesal. Bagaimana bisa wanita itu tertawa cekikikan sedangkan aku di sini berusaha mengontrol telingaku agar tak mengeluarkan asap. "Hold on, babe! Don't get mad," pintanya agar aku tak emosi duluan.

"Aku memberitahunya tentangmu karena aku tahu segalanya. Se-ga-la-nya." ucapnya yang mengundang kernyitan di dahiku.

"Jangan berpikir karena kita berada di Edinburgh lalu aku melupakan keadaan di Indonesia sana. Hampir setiap tiga hari sekali kakakmu menelepon untuk menanyakan keadaanmu. Kamu tidak tahu itu kan?" Alisku terangkat tinggi. Mas Akmal menelepon setiap tiga hari sekali? Benarkah? Aku tidak tahu itu. Bahkan kami-aku dan Mas Akmal-saja jarang berkomunikasi, hanya sesekali lewat pesan singkat dan email. "No..." jawabku.

"Sudah kutebak kamu tidak tahu." Terdapat jeda sebentar sebelum Hazan melanjutkan kalimatnya. "Aku mencari tahu keadaan di Indonesia lewat Akmal, dan Akmal menceritakan segalanya kapadaku." aku masih anteng mendengar penjelasan selanjutnya dari Hazan.

Kenapa Harus Bapak? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang