Hidup tidak selamanya kaku. Hanya saja tergantung dirimu yang menjalani. Terserah padamu bagaimana cara menikmati hidupmu, serius atau santuy. Semua ada akibat dan jalannya.
•~♡~•
"Wah, gado-gado." Mata Linda langsung berbinar kala menatap tiga porsi gado-gado di meja makan.
"Mama bikinin kamu gado-gado, kalau sampai nggak dimakan, mama racunin ikan cupang mu." Ibunya menuangkan sambal kacang di atas sayuran.
"Nenek sihir kejam banget sih. Pasti Linda makan lah, masakan mama itu kayak masakan hotel bintang lima. Perfect!" Linda bergelayut manja. "Eh, kok ada tiga porsi? Buat siapa, bu?" Tanyanya.
"Buat gue." Linda mendongak menatap siapa gerangan yang menyahut ucapannya.
"Mas Akmal?" Mata Linda melebar saat melihat kakaknya berdiri kokoh dengan seragam loreng-loreng kebanggaannya.
"Gila lo! Masih inget rumah? Gue kira udah gentayangan jadi hantu di Papua." Linda memeluk erat kakak tercintanya.
"Jadi hantu pala lo! Masa ada hantu cowon yang ganteng kayak gue." Mas Akmal menoyor kepala adik tergebleknya.
"Kalian mau berdiri di sono sampai kapan, hah?" Keduanya meringis kala mendengar suara menggelegar ibunya.
"Iya ini Akmal sama curut mau kesana, ibu negara." Akmal menyeret adiknya dengan cara yang tidak manusiawi.
"Heh, aduh! Bego banget sih lo jadi abang," jerit Linda kala kakinya terantuk meja.
"Heh, mulutnya itu lho. Ibu jahit nanti pake jarum suntik gajah, mau?" Ibunya mengacungkan pisau buah kepadanya.
Linda menelan ludah susah payah kala menatap ujung runcing pisau di depan wajahnya. "Ma-mama punya cita-cita jadi kriminal dalam waktu dekat, ya?"
"Mutilasi aja, Ma. Biar sekalian lenyao dari dunia ini." Linda mendelik menatap kakaknya.
"Jangan jadi kompor, lo!" Ucapnya.
Pandanganya angsung teralihkan pada pisau di hadapannya. "Ma-mama yang cantik, nanti Linda beliin masker tai kebo lagi deh." Ia menatap mamanya was-was. "Kebonya kebo bule yang ada di alun-alun, yang pake baju pink, kukunya warna ungu." Tambahnya saat mamanya sama sekai tak berniat menurunkan pisaunya.
"Oke. Mama tunggu besok. Atau..."
"Atau apa? Apapaun yang mama minta bakalan Linda kasih asalkan turunin pisaunya dulu." Linda meringus ngeri.
"Atau mama nikahin kamu sama temen Mas Akmal itu."
"Wah, iya ma. Aku denger-denger dia udah balik ke Indo. Akmal dukung tuh." Akmal menatap Linda mengejek.
"Te-temen Mas Akmal yang sekolah di Vienna itu?" Aku masih berjaga-jaga jika pisau itu menancap di wajah mulusku. Sia-sia dong aku selana ini menghabiskan duit buat beli skincare. Skincare muahal broh.
"Iyalah. Siapa lagi emang temen gue emang selain dia?"
Aku semakin susah bernapas. Jangan bilang teman Mas Akmal yang galaknya kayak Herder milik tetanggaku yang merupakan anggota polisi. Hih, membayangkannya saja sudah membuat bulu kudukku naik dua senti, apalagi menikah dengannya.
"Iya-atau-enggak?" Ucap mama sembari menekankan tiap kata-katanya.
"I-iya." Akhirnya Mama menurunkan pisaunya. Aku langsung bernafas lega melihat wajah mulusku tak menjadi sasaran kekejaman nenek sihir.
Belum selesai kelegaanku, Mas Akmal kampret itu malah mengejekku dengan kalimatnya. Meskipun suaranya tak terdengar jelas, namun aku dapat menangkap jelas maksudnya. "Mampus lo!" Ucapnya.
Haih! Punya Mama galaknya kayak nenek lampir, ini lagi di tambah abang yang otaknya sengklek. Nasib lo emang terlalu indah untuk di lalui, Lin.
•~♡~•
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenapa Harus Bapak? (END)
AléatoireDosen - Mahasiswa series. Humor - Romance - Spiritual - Perjodohan Dua sosok manusia dengan rahasia kelam masa lalu harus dipertemukan karena keadaan. Keadaan yang membuat mereka 'dipaksa' mengikat komitmen suci yang tak pernah dibayangkan sebelumny...