TERTI

3.4K 372 15
                                    

"Dalam pertemanan antar lawan jenis, sangat mustahil jika hati tidak memiliki peran di dalamnya."

🐀🐀🐀

Linda mengaduk kopinya dengan lesu. Sorot matanya tak bersemangat, seakan gairah hidupnya hilang entah kemana. Berulangkali wanita itu menghela nafas berat. Sambil menopang dagu, mata Linda menatap kopinya tanpa minat.

"Kenapa lo beli tuh kopi kalau nggak lo minum?" Linda menengadahkan kepalanya, menatap seseorang yang tiba-tiba muncul di hadapannya.

"Nggak apa-apa, lagi pengen beli kopi aja." Jawabnya.

"Udah sini gue minum," Arsa langsung menarik cangkir kopi milik Linda. Tanpa bertanya, lelaki itu langsung menyesap kopinya hingga setengah.

"Ck, udah dingin. Kurang enak rasanya," Arsa mengambil selembar tisu lalu mengelap bibirnya yang tertutup creamer. "Betewe, ngapain lo ngajak ketemuan gue di sini? Kenapa nggak dirumah aja?" Selorohnya langsung.

Linda menegakkan tubuhnya sebelum menjawab pertanyaan Arsa. Wanita itu menatap Arsa masih dengan pandangan lesu. "Kepengen cari udara segar aja." Jawab Linda sekenanya.

Alis Arsa menukik, lelaki itu menatap Linda dengan mata menyipit. "Lo lagi ada masalah?"

"Ya, begitulah."

"Sama dosen setan itu?" Tembaknya.

Linda mengangguk sebagai jawaban. "Gue bingung." Ungkapnya.

"Bingung gimana?" Arsa memajukan tubuhnya, bersiap mendengar cerita yang keluar dari mulut gadis itu.

"Apa gue cuma dianggap pelampiasan aja?" Tanya Linda lebih kepada dirinya sendiri.

"Maksudnya?"

Linda tersenyum kecut. Bibirnya bergetar tak kuasa mengeluarkan kalimatnya, disusul dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. "Gu-gue cuma dimainin, Sa." Luruh sudah bulir air mata Linda. Wanita itu menenggelamkan wajahnya ke dalam lipatan tangannya.

Arsa yang tak tahu apa-apa hanya diam mematung, antara bingung dan tidak tahu berbuat apa apa. Setelah beberapa saat, lelaki itu mulai peka dengan keadaan sekitar mereka yang memperhatikan keduanya dengan pandangan aneh. Terlebih lagi, orang-orang disekitar memandangnya sebagai seorang bajingan yang tega membuat wanita menangis.

Arsa menggeser kursinya ke samping kanan Linda. Lelaki itu melepas jaketnya lalu menyampirkannya pada pundak Linda. "Nangis aja, keluarin semuanya." Sambil menatap jalanan yang lengang, lelaki itu menepuk lembut punggung Linda, mencoba memberi ketenangan pada gadis itu.

"Dia-dia mainin gue, Sa." Ucapnya di antara isak tangisnya.

"Gue cuma dijadiin pelampiasan,"

"Gue-gue,"

Arsa mendesah berat, telapak tangannya masih setia menepuk punggung gadis itu. Lelaki itu menatap Linda dengan pandangan nanar. Ingin rasanya Arsa meneriakkan hal yang sama pada gadis itu, namun ia tahu hati gadis itu bukan miliknya lagi. Dan ia menyesali itu.

Hah, mengingat itu membuat jantungnya nyeri.

Setelah dirasa lebih tenang, Linda mengangkat wajahnya. Dengan hidung memerah, mata bengkak dan wajah kusut, wanita itu menyenderkan kepalanya ke bahu Arsa. Arsa terkekeh sekilas saat mendapati ingus Linda yang meleleh. Tanpa diminta, lelaki itu langsung menyeka ingus Linda dengan tisu. "Imut banget sih kalau habis nangis,"

"Udah tenang?" Tanya Arsa lembut. Linda mengangguk sebagai jawaban.

"Mau cerita? Gue dengerin."

Kenapa Harus Bapak? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang