TUWENTI SIKS (1)

4.7K 478 23
                                    

Seperti anyelir merah terang, kau abadi dalam kenangan.
~aku yang gagal move on~

~~~

Linda menempelkan sticky notes pada lembar kertas yang ia tulis saat seseorang dari seberang jalan membunyikan klakson mobilnya. Wanita itu bergegas memasukkan barang-barangnya kedalam tas punggung dengan sedikit tergesa. Dari kejauhan, lelaki pemilik mobil itu mengangkat tangannya tinggi, melambaikannya dengan semangat kearah Linda. Wanita itu sedikit meringis mendapati betapa riangnya lelaki itu menyapanya dari kejauhan hingga mau tak mau wanita itu juga ikut melambaikan tangannya untuk membalas sapaan lelaki itu.

Linda berjalan sedikit tergesa, bermaksud menghindari banyak pasang mata yang mulai menatap mereka dengan minat. Sudut bibir lelaki itu tertarik saat menatap Linda dari kejauhan. Dimatanya, Linda terlihat sangat menggemaskan, apalagi dengan raut wajah malu-malunya. Melihatnya membuat Rama teringat akan peristiwa pagi tadi saat lelaki itu bermaksud untuk menjemputnya.

"Ayo!" Linda sedikit tertawa mendapati lelaki itu sudah berdiri di depan pagar rumahnya saat ia hendak membuka kunci pagar. Tak seperti biasanya, wajah lelaki itu nampak berseri, entah memang karena suasana hatinya sedang baik atau karena efek skincare mahal yang sering membuat jiwa missqueen Linda meronta.

"Sudah berpamitan dengan ibumu?" Tanya lelaki itu.

Linda mengagguk dalam. "Tadi udah pamitan kok sama mama, sekalian minta uang jajan, hehe." Wanita itu menunjukkan deretan gigi putihnya pada Rama.

"Oke," Rama mengangguk paham. Dengan gerakan bola matanya, lelaki itu memerintahkan Linda agar segera masuk ke dalam mobil.

"Ada yang tertinggal?" Tanya Rama lagi saat mereka sudah berada di dalam mobil.

Dahi Linda berkerut, "Kayaknya enggak deh, Pak." Jawabnya dari kursi penumpang bagian belakang.

"Yakin? Hari ini matkul saya ada presentasi jurnal loh." Ingatnya.

Linda mengedipkan mata berulang kali. Benar juga, bukankah hari ini jadwal presentasi jurnalnya. Wanita itu langsung mengobrak-abrik tas punggungnya, bermaksud mengecek kelengkapan barang-barangnya.

"Paper(jurnal)?"

"Ada, pak."

"Alat tulis?"

"Ada."

"Biology Campbell (kitab dasar anak jurusan biologi)?"

"Ada."

"Laptop?"

"Ada."

"Laporan praktikum?"

"Ada."

"Hati kamu untuk saya?"

"Ada. Eh?" Linda mengangkat kepalanya cepat. Wanita itu menatap Rama garang lewat kaca tengah mobil. Rama yang ditatap hanya cengengesan sambil menunjukkan tanda peace lewat kedua jarinya.

"Bapak ngapain senyum-senyum kayak orang gila?" Rama sedikit terlonja saat Linda sudah berada di hadapannya hingga ia refleks mundur selangkah. Adegan itu tak luput dari sorotan mata Linda. Wanita itu terkikik geli menatap Rama yang tertangkap basah tengah memandanginya.

"Hah? Oh, enggak," Rama mengedipkan matanya berulangkali, mencoba mengembalikan kesadarannya. "Udah, cepetan masuk mobil!" Titah lelaki itu.

Linda mengangguk mengiyakan. Wanita itu langsung bergerak menuju pintu mobil belakang, namun sebelum tangan wanita itu mencapai gagang pintu, Rama langsung mencegahnya. "Siapa yang nyuruh kamu duduk disitu?" Serunya.

Kenapa Harus Bapak? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang