TUWENTI NAIN

4.3K 446 37
                                    

"...(Isi kuotes ini dengan kuotes versimu sendiri)..."

"Kita mau kemana, Pak?" Rama melirik wanita itu sekilas. Entah sudah keberapa kalinya Linda menanyakan hal yang sama, Rama sampai bosan mendengarnya.

"Kamu itu tanya terus," sinisnya.

Linda memutar bola mata malas. Cih, jika saja lelaki itu menjawab pertanyaan Linda, pastilah wanita itu tak akan bertanya terus.

"Lagian dari tadi kenapa bapak diam aja pas saya tanya? Lidah bapak putus?" Sahut Linda ketus.

Rama menginjak rem pelan, mobil yang mereka tumpangi itu berhenti di sebelah kios yang menjual buah-buahan. "Seharusnya saya yang tanya kamu. Urat malu kamu udah putus sampai-sampai mau dipeluk sembarang lelaki, hah?" Balas Rama tajam.

Mulut Linda menganga sempurna. "Kan, kan! Tadi kan saya udah minta maaf, pak. Kenapa masih dibahas lagi, sih?" Dahi Linda mengerut. Wanita itu melayangkan tatapan sebal padanya.

Rama melirik Linda sekilas, sedetik kemudian lelaki itu melengos. Sambil merogoh sakunya, lelaki itu berkata, "Kenapa? Mau protes?" Tantangnya.

Linda menarik nafas dalam. Berurusan dengan Rama memang selalu membuat urat lehernya menegang. Sabar! Orang sabar pantatnya lebar. "Enggak kok, pak. Hehe." Ucapnya diakhiri senyum terpaksa.

Rama menggigit bibirnya menahan tawa. Mempermainkan Linda asik juga, pikirnya.

"Nih!" Lelaki itu menyodorkan beberapa lembar uang pada Linda. Kedua alisnya terangkat, memberi isyarat pada Linda untuk mengambil uang yang ada ditangannya.

"Saya dapet uang jajan nih, pak?" Ucap Linda sumbang, antara senang dan curiga.

Rama berdecak tak sabar. "Sana beli buah!"

"Ck, panas pak." Tolak Linda.

Rama menghela nafas berat. "Bukannya kamu punya hutang janji sama saya?"

Linda mendesah tertahan. "Iya-iya." Wanita itu menerima uang yang Rama sodorkan dengan berat hati. "Mau beli buah apa aja?" Tanyanya malas.

"Terserah kamu."

Alis Linda terangkat, "Buat siapa sih, pak?"

"Kepo kamu."

Linda menghela nafas sekali lagi. Menghadapi Rama harus dengan kesabaran yang besar. "Ya kan saya menyesuaikan dengan kondisi si penerima buah, pak."

"Emm," Rama menjeda kalimatnya. "Buat wanita sih. Umurnya sekitar 50-an lah."

Linda mengangguk paham, "Bapak ada reques buah apa gitu?"

"Terserah kamu."

"Oke." Linda melepas sabuk pengamannya. "Sisa uangnya buat jajan saya ya, pak?" Mata Linda menyipit. Wanita itu melebar-lebarkan senyumnya, berusaha membujuk Rama agar mengiyakan permintaannya.

Senyum Rama mwngembang sekilas, namun ia langsung berusaha mati-matian menahannya. "Terserah kamu." Ucapnya sambil mencoba mempertahankan image sangarnya.

"Yess," sejurus kemudian Linda langsung melompat keliar dari mobil dan berlalu memasuki kios buah teraebut.

Beberapa saat kemudian wanita itu kembali sambil membawa dua kantong besar buah buahan dan satu kantong kecil plastik berwarna hitam. Wanita itu nampak kesulitan membuka gagang pintu mobil katena banyaknya barang yang ia bawa. Linda berdecak kesal. Wanita itu berulang kali memanggil-manggil nama Rama agar membantunya membukakan pintu, namun si empunya nama malah sibuk bermain handphone. Karena kesal, Linda akhirnya mencoba cara brutal dengan menendang pintu mobil Rama keras-keras. Dan.... berhasil. Lelaki itu menengok ke arah dimana Linda berada. Dengan wajah tanpa dosanya, lelaki itu berseru, "Mobil saya mobil mahal. Mau kamu tendang sekeras apapun nggak akan rusak. Yang ada malah kakimu yang retak,"

Kenapa Harus Bapak? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang