SIKS

12.7K 943 12
                                    

Linda diam seribu bahasa. Tangannya ia lipat ke depan dada. Wajahnya tertekuk dengan bibir yang monyong 3 senti. Ia gondok setengah hidup dengan kakaknya. Tega sekali kakaknya mengumpankan dirinya pada Singa kelaparan macam om-om di sampingnya ini.

Sedari tadi jantung Linda berdetak tak karuan. Duduk di samping om-om yang sama sekali tak ia kenal membuat pikirannya melayang entah kemana. Jangan bilang ia akan di culik dan di bawa ke sebuah rumah kosong di tengah hutan, lalu di dalam rumah itu ia akan di ikat dan di siksa hingga mati, dan jangan bilang, kalau mereka akan memutilasi tubuhnya, menjualnya pada para kanibalis. Atau, ia akan di siksa hingga mati, lalu tubuhnya akan di jadikan umpan untuk berburu paus di Antartika. "Huaaa!" Jeritnya.

"Kenapa?" Suara berat nan rendah menginterupsinya.

Linda menatap lelaki di sampingnya takut-takut. Suara beratnya semakin membuat bulu kuduknya meremang. "O-om mau bunuh saya, ya?" Linda merapatkan tubuhnya pada pintu mobil.

"Om, jangan bunuh saya om. Saya kurus krempeng, nggak ada dagingnya. Kalau di masak nggak enak rasanya. Om nyari mangsa lain aja, ya." Lanjutnya.

Lelaki di sampingnya mengernyit heran, "Kamu berpikir saya mau membunuh kamu?" Tanyanya tak percaya. "Ck! Nggak ada untungnya saya bunuh kamu. Ginjal kamu aja kalau di jual ga mungkin laku." Cibirnya.

Harga diri Linda seakan tersentil. Ya biarpun ia krempeng, tapi jangan salah, kedua ginjalnya masih bekerja dengan sehat dalam proses ekskresi. Ia tak pernah absen meminum 2 liter air setiap harinya.

"Eh, asal om tau ya, ginjal saya itu kalau di jual bisa dapat seratus aipon pro maag. Jangankan aipon, beli jet pribadi aja bisa." Protesnya.

"Oh gitu. Terus, kenapa sekarang hape kamu masih hape kentang?"

Linda menatap ponsel di tangannya, "Ya biarin. Kita hidup di dunia nggak melulu harus serba wah kan? Cuma untuk mengikuti trend pergaulan zaman sekarang, kita harus mengorbankan tubuh kita sendiri. Buat apa juga ngikutin trend begituan? Toh, di akhirat nanti barang-barang branded itu nggak akan bisa ngebeli surga, kan?" Belanya.

Lelaki itu mengangguk puas. "Kamu nggak pernah berubah dari pertama saya kenal kamu."

"Hah? Om pernah kenal saya? Di mana? Kapan? Maap nih ya om, terlalu banyak orang yang mau kenal sama saya bikin saya pusing kalau di suruh mengingat nama orang." Linda sedikit menyombongkan dirinya. Toh memang benar, banyak lelaki di luaran sana yang berebut berkenalan dengannya. Bahkan tak jarang dari mereka menunjukkan ketertarikan secara terang-terangan.

"Oh ya?"

"Iya om. Bahkan nih ya, nggak cuma kenalan, tapi kadang ada juga yang ngasih silper quin kalau nggak kedburi. Katanya sih sebagai tanda perkenalan." Ujarnya senang. Ia merogoh tas di depannya, mengambil sekotak silper quin dan setangkai mawar. "Ini buktinya kalau nggak percaya." Linda menyodorkan keduanya ke hadapan lelaki itu.

Lelaki itu mengangguk percaya. "Kamu senang dapat hadiah seperti itu? Kamu nggak ngerasa curiga?"

Linda membuka bungkus cokelatnya, ia membaginya sama rata. "Om mau?" Ia menyodorkan cokelatnya pada lelaki itu. "Jarang-jarang saya mau bagi cokelat saya sama orang lain. Mas Akmal aja nggak pernah saya kasih."

"Saya nggak makan cokelat. Cokelat terlalu manis." Tolaknya.

Linda mengedikkan bahunya tak perduli. Ia sama sekali tak merasa tersinggung karena di tolak. Sebaliknya, ia malah merasa senang karena cokelatnya tak berkurang. Jadi ia bisa menghabiskan semuanya tanpa perlu berbagi.

Linda menelan cokelatnya terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan lelaki itu. "Kenapa harus curiga, om? Mereka kan berniat baik mau ngasih saya cokelat. Kenapa harus di tolak? Cokelat enak, manis, dan bikin mood naik. Sayang kalau nggak di terima." Ia memasukkan sepotong cokelat ke dalam mulutnya.

"Kamu nggak pernah berpikir kalau mereka mau macam-macam sama kamu?" Tanyanya tak percaya. Zaman sekarang banyak sekali modus lelaki hidung belang yang mengincar mangsanya dengan trik-trik murahan seperti ini.

Linda mengernyit heran, "Ribet mikirin begituan. Hidup mah tinggal hidup aja. Kenapa harus curiga, toh kita sama sama ngehirup oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida. Kenapa harus mikir sampai situ? Bikin ribet aja." Cibirnya.

Lelaki itu menatap Linda dengan tatapan yang tak dapat diartikan. Antara kagum atau speechless dengan kebodoamatan wanita di sebelahnya. "Wah, kalau begini caranya saya harus lebih berusaha lagi, ya?" Gumamnya.

"Berusaha apaan om?" Tanya Linda.

"Ngejadiin kamu istri saya." Jawabnya enteng.

🐒🐒🐒

Next?

Kenapa Harus Bapak? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang